17 : When The Wind Blows

1.2K 235 11
                                    

"Katanya di perpustakaan? Kenapa malah ke sini?" tanya Jungha yang menutup pintu lantai teratas dari gedung sekolah itu.

Lantai teratas, benar-benar paling atas, di atap datar berpagar, tempat tersepi di sekolah. Dan juga, tempat terindah menurut Jungwoo.

Jungwoo sama sekali tidak merespon pertanyaan dari Jungha, dan memilih untuk menatap langit yang nampak sangat cerah ditambah dengan awan-awan putih yang sangat kontras dengan latar biru pekat dibelakangnya.

Sementara itu Jungha yang masih membawa-bawa nampan makan siangnya itu memilih untuk duduk di lantai dan bersandar dengan tembok, mulai menyantap makan siangnya dengan keheningan, dan juga air mata yang mulai mengalir dari kedua matanya.

"Kalo gue gak datang tadi, lo bakal hancur di depan orang-orang." jawab Jungwoo yang kini menatap Jungha yang duduk di bawah, tepat sebelahnya.

Bahkan Jungha tidak bisa mengunyah makanannya dengan baik. Pipinya mengembung karena makanan, namun diam karena tubuhnya lebih fokus terhadap air mata yang terus mengalir pada wajahnya.

"Jungwoo." panggil Jungha.

Jungwoo hanya menoleh dan perlahan merendahkan tubuhnya, duduk bersebrangan dengan Jungha. "Sakit. Sakit banget."
"Dan gue cape. Cape banget." ucap Jungha.

Ribuan tahun hidup dan tidak pernah mati hanya untuk menantikan sosok yang sama terlahir kembali. Byun Mirae keturunan penyihir yang sebenarnya hanyalah seorang wanita kesayangan Tuhan yang bahkan tidak memiliki sihir sedikitpun. Apapun keadaannya, apapun masanya, dan apapun perbuatannya, Byun Mirae yang mengubah namanya menjadi Byun Jungha, seiring berjalannya waktu, hanya menyayangi dan mencintai ruh yang sama. Ruh yang pertama kali terlahir sebagai Pangeran Jung Hyun, dan kini bersemayam dalam tubuh Jung Jaehyun.

Byun Mirae tidak mengingat siapa orangtuanya, dan siapa saudarnya. Yang dia ingat hanyalah dulunya dia adalah seorang gelandangan di dalam wilayah kerajaan yang kemudian bekerja di istana, lalu menjadi orang kepercayaan Pangeran Jung Hyun.

Dia benar-benar sendirian di dunia ini, bahkan setelah ia mengubah namanya menjadi Byun Jungha, ia tetap sendirian tanpa adanya kehangatan dan kasih sayang murni yang diberikan untuknya.

Jungwoo membiarkan Jungha menangis untuk beberapa saat, lalu ia mengelus pundak perempuan itu, juga menghapus air mata yang mengalir pada wajahnya. "Gue rasa bahkan Tuhan gak akan maafin gue dengan segala hal yang telah gue lakukan selama ribuan tahun gue hidup di dunia ini. Kalau memang gue gak bisa sama Pangeran Jung Hyun sampai kapapun, untuk mati pun gue gak berani. Gimana di akhirat nanti? Gue pasti berada di neraka, abadi." tangis Jungha.

Sebuah senyuman terbentuk pada wajah Jungwoo, menatap sang puan yang berurai air mata deras itu. "Kenapa lo merasa kayak gitu, sekarang? Di era-era sebelumnya, gimana? Apa lo ketemu Jung Hyun juga?" tanya Jungwoo.

Jungha mengangguk. "Semuanya tetep sama. Mereka berdua pasti bertemu, walaupun waktunya gak cukup bagi mereka berdua untuk bersama." jawab Jungha.

"Karena itu siklus ruh mereka, Jungha. Akan tetap sama selama kita ada di sini. Mereka berdua akan selalu bertemu, dan berakhir tanpa punya waktu bersama. Mau lo ganggu mereka sampai dunia berakhir pun, akan tetap sama. Gak ada yang bisa diubah." ucap Jungwoo.

"Sudah ya, Jungha?"
"Waktunya lo istirahat dan merasa tenang." tambah Jungwoo.

Jungha menelan makanan yang baru selesai ia kunyah, lalu menyingkirkan nampan makanan yang ada di pangkuannya, langsung memeluk Jungwoo erat. Jungwoo menghela nafasnya, tersenyum. Tangannya melingkar pada tubuh Jungha dan tangan satunya mengelus rambut Jungha yang terurai.

"Seberapa banyak dosa yang lo punya, Tuhan pasti memaafkan segalanya selama lo kembali ke dalam pelukan-Nya. Tuhan sangat menyayangi lo, selama lo kembali ke dalam pelukan-Nya. Dan apapun yang lo lakukan, Tuhan pasti sudah mengetahui bagaimana akhirnya." ucap Jungwoo.

Di bawah langit yang cerah dengan angin yang berhembus kencang, Tuhan seakan-akan membuat kisah lain yang memiliki Jungha dan Jungwoo sebagai pemeran utamanya terlihat sangat indah setelah penantian dan setelah rasa lelah yang mereka berdua rasakan selama ribuan tahun lamanya. Mungkin kisah mereka tak akan berakhir di sini, namun baru saja di mulai. Mungkin pada akhirnya, Jungha menyadari seberapa besar rasa sayang dan kesabaran yang dimiliki Jungwoo hanya untuknya selama bertahun-tahun, selama beberapa era yang telah mereka lalui bersama.

"Kehidupan ini adalah kehidupan terakhir kita."
"Tolong jangan lari dan menyia-nyiakannya lagi." tambah Jungwoo, yang rela mendengarkan tangisan Jungha bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.

Jungha memeluk Jungwoo erat, masih menangis dalam pelukan lelaki itu. Jungwoo menghela nafasnya lalu mengeratkan pelukannya, "Kalau nantinya lo akan menetap di neraka karena segala dosa lo, maka lo harus tau kalau di sana ada gue juga. Bahkan di neraka yang paling panas sekalipun, gue bakal bersama lo." ucap Jungwoo.

-

Rose sibuk di kediamannya yang ia huni dengan suaminya itu. Sementara hari sudah mulai menggelap. Jaehyun bilang dia pulang agak malam karena ada latihan basket yang harus ia ikuti. Di sebelah Rose ada Jennie yang sibuk mengaduk masakan yang sedang ia buat dengan Rose.

Mereka berdua sedang membuat pasta, makanan kesukaan Rose. Sebenarnya dalam soal memasak, Rose sangat ahli. Namun sepertinya rasa malas yang ada di dalamnya lebih mendominasi daripada bakat terpendamnya itu.

"Jadi lo berdua gak bisa cerai, gitu?" tanya Jennie yang baru saja mendengar penjelasan lebih terperinci dari Rose soal hubungannya dan Jaehyun.

Rose mengangguk. "Ya untuk sekarang kan pernikahan kita gak terdaftar secara resmi. Tapi ruh sama nyawa kita tuh udah menikah gitu, Jen. Jadi kalo menikah beneran di dunia terus cerai ya gak masalah, cuma nyawa gue sama nyawanya Jaehyun tuh udah menikah, gak bisa di pisah." jawabnya.

Jennie terheran mendengar ucapan Rose. "Lah, kalo gitu, berarti nyawa lo 2-in-1 gitu? Berarti nyawa lo berdua udah nyatu gitu, kan? Jadi semisal lo meninggal-" ucapan Jennie berhenti. Ia hanya bisa menatap Rose.

Begitu pula Rose yang hanya bisa menatap Jennie sambil tersenyum. "Ya, mungkin. Kayaknya sih." responnya.

Semisal Roseanne tiada, maka Jaehyun juga akan tiada. Tapi tidak tahu juga, hal itu belum dibuktikan secara nyata, kan?

"Yaelah, gue sama Jaehyun kan juga gak papa! Kita berdua fine-fine aja. Gak usah mikirin yang aneh-aneh, Jen." tegur Rose, melihat ekspresi Jennie yang menjadi murung itu.

Jennie menghela nafasnya lalu tersenyum. "Iya, iya. Lo berdua gak papa, kok. Pokoknya lo berdua harus bahagia, ya. Apapun yang terjadi." ucapnya.

Tiba-tiba Rose teringat kembali akan kertas robekan yang Jungwoo berikan kepadanya saat jam istirahat di sekolah beberapa jam lalu.

'18 months, for an infinity, and to be reborn again.'

Apa mungkin Jungwoo mengetahui sesuatu tentang pernikahan arwah yang membuat Jaehyun dan Rose terikat sehidup semati? Itu adalah isi pikiran Rose sejak ia membaca robekan kertas tadi.

Di tengah lamunannya, Rose merasakan pening pada bagian kepalanya. Jennie yang berdiri di sebelahnya dan memperhatikan ekspresi sahabatnya itu langsung khawatir. "Rose? Lo gak papa? Lo pusing kah?" tanya Jennie yang khawatir, menggenggam kedua sisi tubuh Rose dengan genggamannya pada pundak Rose.

"Gak papa, gak papa."
"Gue emang sering pusing. Tenang aja. Nanti habis makan gue minum obat." ucap Rose.

BLOOD RINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang