Jane menuntun Krist keluar dari kafe setelah laki laki itu meminta pulang. Namun belum sempat mereka masuk ke mobil, Singto datang dan mendorong bahu Jane, Melepas tangan Jane dari tubuh Krist hingga laki laki berkacamata itu kehilangan keseimbangan.
"LO APA APAAN SIH?! DATENG DATENG DORONG GUE NGGA JELAS!" Teriak Jane sewot. Ia tak terima Singto mendorong tubuhnya.
"Pasti kamu kan yang bikin Krist jadi kaya gini? Saya beri kamu peringatan, Jangan dekati Krist lagi. Kamu terus mengungkit masalah Fiat sampe dia jadi kaya gini."
Sebenarnya Jane enggan meladeni lawan bicaranya kali ini, Namun dituduh seperti itu memaksa Jane membuka mulut dan berdebat dengan Singto lebih lama lagi.
"Kalo ngga tau apa apa mending lo diem deh. Sebelum lo dorong gue, Mending lo urusin tuh mantan istri lo yang bikin bos gue jadi kaya gini. Kak Krist, Masuk kak. Aku aja yang nyetir."
Krist yang sudah seperti orang kebingungan hanya menurut dan memasuki mobil. Sementara Jane berjalan melewati Singto dengan tatapan sengit.
"Urusan kita belum selesai, Gue masih belum puas ngomong sama manusia brengsek kaya lo!" Ucap Jane sembari menunjuk nunjuk ke arah Singto sebelum memasuki mobil.
Sepanjang perjalanan Krist hanya diam, Jemarinya memegangi angsa kertas peninggalan Fiat yang semula tersimpan rapi di dashboard mobil. Sesekali ia menyeka air mata, Lalu melihat ke arah luar.
Kehadiran Namtan memang hanya sesaat, Namun dampaknya begitu dahsyat. Jane dibuat khawatir oleh kondisi Krist yang tampak berbeda 180 derajat.
"Kak Krist ngga papa?" Jane memastikan kondisi bosnya.
"Aku ngga baik baik aja Jane. Aku butuh Fiat di samping aku sekarang."Mata Jane kembali memanas. Ia memang tak ada hubungannya dengan keluarga mereka, Namun mengenal Fiat dan Krist sama saja dengan mengenal dua rasa sakit dalam satu luka.
Mobil Krist yang dikendarai oleh Jane berhenti didepan sebuah rumah. Kali ini Krist menolak bantuan dari Jane dan memilih berjalan sendiri memasuki rumahnya. Tak lupa ia mengajak Jane masuk juga.
Di teras rumah, Papa Krist terlihat sedang duduk, Menunggu kepulangan Krist.
"Papa..." Krist berjalan perlahan mendekati papa nya.
"Loh kamu kenapa? Ada masalah?" Tanya Papa Krist. Alih alih menjawab, Krist justru memeluk sang papa dan menangis di bahu lelaki tua itu.Papa Krist kebingungan, Ia lalu bertanya pada Jane yang sedari tadi mengikuti Krist.
"Anu om, Panjang ceritanya. Lebih baik Kak Krist nya istirahat dulu. Dari tadi dia nangis terus, Pasti capek."
"Ah iya bener, Ayo sayang kita masuk. Kamu juga ikut masuk, Om mau tau kronologi kejadiannya."●●●
Dari ambang pintu Jane memperhatikan Krist yang matanya sudah terpejam sejak beberapa menit yang lalu. Jane yakin Krist belum benar benar tidur, Air matanya bahkan masih mengalir melalui celah.
"Lo ngga mau nemenin papa lo tidur, Fi? Kasian dia kangen banget sama lo. Nanti kalo gue mau pulang, Gue jemput lo lagi." Ucap Jane pada Fiat. Anak itu mengangguk, Ia lalu berbaring di samping sang papa. Tangannya melingkar pada perut Krist.
Jane pergi meninggalkan kamar Krist setelah diminta asisten rumah tangga disana untuk menemui Papa Krist.
"Papa, Aku ada di sini. Harusnya sekarang papa baik baik aja kan? Papa ngga usah khawatir soal susu cokelat, Walaupun ngga ada yang bikinin aku susu, Ada Kak Jane yang mau beliin aku susu kotak kok. Aku pengen banget ngomong sama papa, Tapi aku takut itu jadi kesempatan terakhir aku buat ngeliat papa. Maaf karena selama ini papa tersiksa gara gara aku. Aku bakal usahain secepat mungkin buat selesain urusan dunia aku supaya bisa terlahir kembali dan kita bakal ketemu lagi."
Mata Krist terbuka. Ia terbangun dan melihat sekeliling. Samar samar Krist mendengar suara Fiat dalam mimpinya. Mimpi itu terlalu nyata untuk dikatakan hanya mimpi. Seolah Fiat ada di sisinya. Namun begitu Krist membuka mata, Tak ada siapapun disana.
"Fiat... Kamu dimana nak, Papa tau kamu disini. Tolong muncul sayang, Papa butuh kamu. Fiat, Kamu dimana?" Krist kembali terisak. Ia meraih selimut dan memeluknya erat erat.
"Pa, Aku disini, Di samping papa."
●●●
"Jadi begitu om ceritanya. Waktu saya mau anter Kak Krist pulang, Pak Singto dateng dan bilang saya yang menyebabkan Kak Krist kaya gini dan minta saya untuk berhenti menemui Kak Krist lagi. Ya... Saya sih ngga keberatan kalo saya emang ngga boleh ketemu Kak Krist lagi, Tapi saya keberatan kalo saya dituduh yang ngga ngga kaya gini."
Jane menceritakan kronologi kejadian dari awal hingga akhir. Papa Krist mengangguk angguk mendengarnya.
"Berani banget orang itu ngelarang larang, Padahal dia sendiri juga saya larang buat ketemu putra saya lagi. Jane, Singto itu sudah banyak memberikan luka pada Krist. Tapi entah apa yang dipikirkan anak itu, Ternyata diam diam dia masih berhubungan dengan Singto. Susah payah saya bantu Krist bangkit. Anak itu butuh waktu lama untuk membangun dirinya kembali. Dan sekarang runtuh begitu aja setelah bertemu Namtan. Padahal dulu Namtan dan Krist adalah temen deket."
Jane mendesah panjang. Hati manusia memang mudah berubah. Tak perlu jauh jauh, Bahkan dirinya sendiri pun begitu. Perasaannya untuk Krist yang sudah ada bertahun tahun lamanya harus lenyap tergantikan oleh rasa cintanya pada Fiat yang baru ditemui beberapa waktu lalu.
"Untuk kedepannya apa yang mau om lakuin? Saya takut kondisi Kak Krist makin memburuk kalo dibiarin." Ujar Jane.
"Saya akan meminta Mike untuk mencarikan psikiater seperti saat awal awal Krist kehilangan Fiat. Kamu keberatan ngga kalo saya titipin kafe untuk sementara? Mungkin sampai kondisi Krist membaik."
"Saya sih ngga keberatan om. Tapi om jangan berekspektasi sama saya ya, Soalnya saya ngga punya pengalaman di dunia bisnis."
"Ah ngga papa, Yang penting kafe nya keurus."
"Yaudah kalo gitu saya pamit dulu om. Tapi sebelum saya pulang, Saya boleh ke kamar Kak Krist sebentar kan?"
"Mau jemput Fiat?"Jane terkejut, Ia tak menyangka Papa Krist tahu tentang Fiat yang ditinggalkan di kamar Krist.
"Om kok tau? Om bisa liat Fiat juga?" Tanya Jane.
"Oh ngga kok. Tapi tadi saya ngga sengaja denger kamu ngomong sendiri. Kemarin Krist juga bercerita tentang masalah ini ke saya. Kamu kan? Orang yang memberi tahu Krist kalo Fiat masih ada di sini. Sebagai Kakek Fiat saya mau ngucapin terima kasih kalo kamu emang bener bener ngejagain cucu saya."Perasaan Jane campur aduk. Antara merasa bersalah, Takut, Senang sekaligus sedih. Ia pergi ke kamar Krist diantar oleh Papa Krist. Di sana, Krist sudah tertidur. Bantal sekitar matanya basah, Dibasahi oleh air mata.
"Fiat, Pulang yuk." Ajak Jane. Fiat setengah berlari menghampiri Jane.
"Kak Jane, Tadi aku nyanyiin lagu penghantar tidur buat papa, Dan ternyata itu berpengaruh.""Oh ya? Hebat banget. Mau ikut gue pulang apa mau di sini aja?"
"Mau ikut Kak Jane aja. Kakek, Aku pulang dulu ya." Fiat berpamitan pada Papa Krist yang kebingungan melihat Jane berbicara sendiri."Om, Fiat pamit katanya mau pulang dulu." Ucap Jane dengan senyum tipis.
"Iya, Kamu dan Fiat hati hati ya pulangnya. Kenapa Fiat ngga disini aja? Kan rumahnya disini."Fiat tersenyum lebar. Meskipun tak terlihat oleh mata kakeknya, Ia bersyukur keberadaannya dipercayai oleh sang kakek.
"Ngga bisa kek, Soalnya Kak Jane gampang kangen. Aku juga ngga bisa jauh jauh dari Kak Jane hehe." Jane tersipu mendengar penuturan Fiat.
Vote dulu yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
NEPENTHE ( Sequel Of 1000 Angsa Kertas )
FanfictionSetelah kepergian Fiat, Krist masih harus melanjutkan sisa hidupnya. Mencoba berdamai dengan masa lalu dan menata masa depan, Menghadapi lika liku, Pahit manis dan suka duka kehidupan. Kisah baru mulai Krist tapaki, Hingga akhirnya ia bertemu dengan...