Dream catcher

341 67 4
                                    

       Krist tersenyum menatap gulungan benang warna warni dan peralatan lain di kantong belanjanya. Hari ini ia berencana untuk membuat dream catcher bersama Jane. Psikiater pun menyarankan pada Krist untuk menyibukkan diri dengan melakukan hal positif agar tidak terus menerus memikirkan Fiat.

       Sebelum pulang Krist menyempatkan untuk menelpon Jane. Senyum itu masih terus terpajang di bibir Krist, Seolah enggan memudar.

       "Halo Jane, Sibuk ngga? Hari ini rencananya aku mau ngajak kamu bikin dream catcher. Aku udah beli bahan bahannya."
        "Halo kak, Aku ngga sibuk sibuk banget sih, Nanti aku ke rumah kakak deh."
       "Iya aku tunggu ya."

       Krist memutuskan sambungan telepon dan berniat untuk memasuki mobil. Namun ponselnya berdering, Membuat Krist mengurungkan niatnya untuk segera pulang. Rupanya panggilan dari Singto.

       "Halo mas, Kenapa?" Tanya Krist. Ia masuk mobil dan melanjutkan pembicaraan dengan Singto.
       "Halo Kit, Kamu kemana aja sih? Saya nyariin kamu tapi kamu ngga ada di kafe."
       "Papa ngelarang aku ke kafe mas. Aku juga mau istirahat bentar. Mau ketemu ngga? Mumpung aku lagi diluar. Mas tentuin aja lokasinya nanti aku kesana. Udah ya, Bye."

●●●


     Wajah Jane mendadak muram setelah mendapat telepon dari Krist. Bukan, Ia bukan tak suka diajak membuat dream catcher, Toh Jane sendiri yang memberi saran untuk membuat penangkap mimpi itu sendiri.

       Yang Jane pikirkan hanyalah, Hari perpisahannya dengan Fiat kian dekat. Setelah dream catcher itu jadi, Mungkin saja Fiat akan segera pergi meninggalkannya.

       Memikirkan itu membuat Jane ingin menangis. Namun kondisinya saat ini tak memungkinkan, Ia berada di kafe milik Krist yang kebetulan sedang ramai pembeli. Dengan mata berkaca kaca Jane terus melanjutkan kegiatannya melayani para pembeli disana.

       Fiat yang menyadari keadaan Jane lantas bertanya.
       "Kak Jane ngga papa?" Tanya Fiat. Jane mengangguk sembari terus mondar mandir membawa pesanan. Anggukan itu jelas sebuah kebohongan. Tak mungkin Jane baik baik saja kalau matanya terus berair seperti itu.

        "Jane, Lo kenapa dah? Cape? Duduk kalo cape. Biar gue sama yang lain yang ngurus ini semua." Seorang karyawan berbicara pada Jane.

        "Gue... Mau pulang duluan boleh ngga?"
        "Astaga Jane, Boleh lah. Pulang aja ngga papa, Seriusan deh."

●●●


     "Tumben banget kak pulang cepet, Ada masalah?"

       Langkah Jane terhenti. Ia menatap Fiat cukup lama sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan. Gadis itu memalingkan muka, Tak ingin Fiat melihat air matanya.

       "Kak Krist minta gue ke rumahnya buat bikin dream catcher yang kita omongin tempo hari."
       "Wah keren dong. Ngga sabar buat ketemu papa lagi."

        Jane menatap Fiat lagi. Matanya sudah memerah dan berair. Hidung Jane kembang kempis menahan tangis. Bagaimana bisa Fiat tak mengerti titik permasalahannya.

       "Keren, Abis ini lo bakal pergi ninggalin gue kan? Keren."
       "Jadi dari tadi Kak Jane mikirin ini? Oh ayolah aku ngga bakal pergi sekarang kok."
       "Besok juga bisa disebut dengan 'ngga sekarang' kan? Lo bisa enteng ngomong kaya gitu karena lo ngga ngerasain ada di posisi gue.'

       Akhir akhir ini Jane memang agak sensitif. Ia mudah marah jika menyangkut tentang Fiat. Fiat sendiri memaklumi itu, Perasaan Jane untuknya perlahan menghadirkan keegoisan.

       "Ngga usah, Ngga usah kesana. Ngga usah bikin dream catcher. Ngga usah bantuin aku lagi. Aku ngga mau niat awal Kak Jane bantuin aku malah bikin Kak Jane susah. Bantuinnya sampe sini aja, You can do whatever you want. You can go whenever you want." Ujar Fiat kesal. Ia tak suka melihat Jane terus menerus menangisinya.

       Namun ucapan itu tak digubris oleh Jane yang terus berjalan meninggalkan Fiat, Menghampiri pangkalan ojek dan meminta tukang ojek untuk mengantarnya ke rumah Krist.

       Setibanya Jane di depan rumah Krist, Ia tak melihat ada mobil laki laki itu. Mungkin saja Krist belum pulang berbelanja peralatan. Jane nemutuskan untuk tetap menekan bel, Menunggu asisten rumah tangga membukakan pintu. Ia dan Fiat sama sama diam setelah terjadi pertengkaran kecil.

       "Eh temennya Mas Krist ya? Masuk mbak. Mas Krist nya masih keluar mungkin bentar lagi pulang."
       "Makasih mbak."

       Kehadiran Jane disambut hangat oleh papa Krist. Pria itu meminta Jane untuk duduk sembari menunggu Krist pulang.

      "Tadi pagi dia bilang mau beli peralatan buat bikin sesuatu, Saya lupa namanya. Katanya mau bikin sama kamu, Saya bersyukur liat wajah Krist udah mulai ceria kembali." Ucap Papa Krist.

       "Hehe iya om. Perginya dari pagi ya?" Jane melihat jam yang terpasang di dinding, Jarum jam menunjukkan pukul 14.15, Sudah hampir sore. Namun demi membantu Krist dan Fiat, Jane rela menunggu lebih lama.

       Hari sudah mulai petang, Sudah pukul 17.30 tapi Krist tak kunjung pulang. Akhirnya mau tak mau Jane pamit pulang. Ia berpamitan pada Papa Krist.

       "Om, Saya pulang dulu deh. Mungkin Kak Krist nya ada urusan mendadak jadi ngga bisa bikin hari ini." Ucap Jane.

       "Yah maaf ya Jane, Nanti kalo Krist pulang saya tanyain deh hari ini dia pergi kemana. Pulangnya biar supir saya yang anterin, Udah hampir malem, Takutnya ada apa apa."

        Jane mengangguk dan keluar setelah menyalami Papa Krist. Begitu Jane keluar, Dirinya melihat Krist melalui sela sela pagar rumah. Krist sedang bersama Singto. Mereka berpelukan di depan mobil milik Krist.

        Ada rasa kecewa di hati Jane. Perasaan itu muncul karena Krist tak menepati ucapannya, Bukan karena Jane melihat Krist berpelukan dengan Singto.

        Tak lama kemudian mobil milik Papa Krist keluar dari garasi, Mengejutkan Singto dan Krist. Mereka berdua segera melepas pelukan. Krist dapat bernapas lega karena tak ada papanya di mobil itu.

       "Mobilnya mau dibawa kemana pak?" Tanya Krist.
       "Mau anterin tamu mas. Belum keluar tah?" Supir itu turun dari mobil dan memanggil Jane yang masih mematung menatap Singto dan Krist.

       "Jane..." Ucap Krist. Ia terkejut melihat kehadiran gadis itu di rumahnya. Jane menyunggingkan senyum tipis.

       "Lain kali kalo emang ngga ada waktu ngga usah dipaksa kak. Jangan bikin orang nunggu, Urusan aku bukan cuma bantuin Kak Krist bikin dream catcher. Ah iya satu lagi, Papa nya Kak Krist orang baik, Dia percaya anaknya bisa jaga diri. Tapi Kak Krist malah kaya gini. Ati ati dicuci otaknya sama dia kak. Aku permisi."

       Nada bicara Jane lembut namun cukup menusuk. Krist hanya bisa diam, Menatap Jane dan mobil milik papanya lenyap di tikungan jalan.

    

Jangan lupa vote ya

NEPENTHE ( Sequel Of 1000 Angsa Kertas )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang