29

552 88 9
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.



"Hyung, apa jika aku tinggal bersama Tuan Lee Zai, semuanya akan menjadi lebih baik?" Tanya Seokjin pada Jungkook yang sedang main game di sebelah nya.

"Wae?" Jungkook langsung menghentikan game nya dan menatap Seokjin serius. "Tuan Lee Zai itu bukan orang baik! Jangan pernah berpikir untuk bersama nya!" Jungkook menegaskan.

"Ani.. aku hanya berpikir, dia terus meneror kita. Apa ada hal yang salah dalam diriku?" Tanya Seokjin dengan nada takut.

Jungkook menghela nafas dan menangkup kedua pipi adik nya. "Seokjin-ah. Kau belum menceritakan apa yang Ken lakukan hingga membuat mu menangis kemarin. Bisa kah kau menceritakannya padaku?" Tanya Jungkook dengan nada sepelan mungkin.

"A.. ani itu bukan apa-apa, hyung. Dia membawa ku... dia... dia memberi tahuku kalau dia menyukai ku... Dia memaksa untuk menerimanya. Dia menyukai ku seperti obsesi hyung. Lalu aku bilang aku punya penyakit mental serius agar dia membiarkanku pergi untuk melarikan diri... Tapi dia malah membawaku ke rumah sakit untuk pembuktian penyakit mental ku... lalu... lalu aku melarikan diri dengan izin ke toilet, hyung..."

Kookie hyung maaf aku membohongi mu. Maaf aku tak bisa jujur padamu. Bagaimana bisa aku jujur padamu jika hasil tes DNA menyatakan aku adalah anak kandung Tuan Lee Zai? Bagaimana bisa aku mengatakan dengan jujur kalau aku bukan adik kandung mu, hyung? Bagaimana bisa aku berkata bahwa Ken memaksa untuk menikahiku dan berjanji membuat keluarga bahagia dan pindah ke luar negeri untuk bisa menjadi keluarga Tuan Lee Zai?

Seokjin tiba-tiba menangis tersedu karena ingat fakta mengerikan itu. Fakta yang membuat dunia nya semakin hancur di waktu singkat. Fakta yang berhasil meruntuhkan segala kekuatannya. Fakta bahwa ia bukan lah bagian keluarga ini. Padahal dia sudah sangat menyayangi mereka semua termasuk sangat menerima Appa dan Eomma. Terlebih, tak bisa dibayangkannya hidup tanpa ke enam hyung nya. Tapi hati nya juga sedih karena ia merasa dikhianati lagi oleh orang tua nya.

"Hei... kau menangis lagi? Ken sungguh keterlaluan." Ujar Jungkook sambil mengelus kepalanya, sayang. "Aku janji akan lebih baik menjagamu, Seokjin. Lebih ketat dari biasanya. Bahkan lebih posesif dari biasanya." Kata Jungkook dengan sungguh-sungguh.

"Seokjin? Seokjin kenapa?" Jimin yang baru turun dari ruangan kerja di lantai tiga sontak menghampiri Seokjin yang menangis.

"Tak apa hyung." Jawab Seokjin.

Jimin langsung mengambil posisi di samping Seokjin dan memeluknya dari belakang. "Jinnie... Hyung disini. Kau tak perlu mengkhawatirkan apapun. Kami disini untuk mu. Kami juga sedang berusaha menguak fakta busuk Tuan Lee Zai. Kau jangan khawatir ya.."

Jungkook pun ikut memeluk Seokjin meletakkan kepalanya pada bahu lebar Seokjin. Berusaha ikut menenangkan adik bungsu kesayangannya.

"Apa aku selalu merepotkan kalian, hyung?" Tanya Seokjin polos.

"Tidak sama sekali! Siapa yang bilang seperti itu, Seokjin!" Jimin protes sambil mencubit pelan pipi Seokjin yang gembil.

"Astaga siapa yang mengajarkanmu pemikirin begitu? Tidak ada yang merepotkan hyung! Kita memang ingin selalu saling menjaga. Kita memang berkomitmen pada diri kita sendiri untuk saling menjaga. Ku rasa itu yang memang kami inginkan."

Jungkook mengangguk setuju. "Ne. Aku setuju dengan Jimin hyung. Kita kan memang ditakdirkan bersama. Semua ini sudah menjadi keinginan kita. Tak ada yang direpotkan sama sekali." Kata Jungkook dengan tegas.

"Hyung, kapan Eomma dan Appa pulang?"

"Kemungkinan besok, Jinnie. Sabar ya. Mau video call mereka? Kau pasti rindu." usul Jimin.

Seokjin menggeleng. "Takut mengganggu waktu mereka, hyung."

Seokjin berfikir sejenak. Apa memang mereka sudah ditakdirkan bersama? Tapi kenapa fakta pada tes DNA itu tak bisa terbantahkan oleh hati Seokjin? Ia merasa dikhianati oleh Eomma dan keadaan. Ia merasa ini semua salah. Dan ia merasa harus segera bertindak.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tuan Lee Zai membanting gucci mahal yang ada di ruangan itu. Kemarahannya memuncak dan tak bisa dibendung lagi. Hal ini akibat ulah Ken yang bergerak diluar strategi. Ken bertindak gegabah dan tidak tepat pada timing nya.

"Kenapa kau sampai membawa nya paksa?!" Tukas Lee Zai. "Dan bagaimana jika kau menyakitinya?!"

"Appa, sangat sulit membujuk Seokjin! Dia sama sekali tak bisa ku sentuh!" Jawab Ken.

"Tindakanmu itu bodoh!" Tegas nya.

"Ba..Bagaimana bisa? Ku rasa dengan begini Seokjin jadi lebih tahu posisi mana yang harus nya dia ambil. Bukan lagi dengan keluarga besar nya itu!" Ken menjelaskan.

"Kau menyebar DNA ku sembarangan ke rumah sakit! Itu bisa terlacak tim forensik dan membuat rahasia kita terkuak!" Bentak Tuan Lee Zai.

"Ma-maaf.. Seokjin tidak percaya dengan satu rumah sakit. Jadi aku membawa nya ke tiga rumah sakit untuk validasi yang lebih jelas." Ken menjelaskan dengan nada takut.

Tuan Lee Zai sekali lagi merobohkan sebuah gucci besar di ruangan itu. "BODOH!"

Kini Ken sadar dirinya bertindak salah dan sama sekali tidak membantu. Tapi dia janji tak akan menyerah untuk mendapatkan Seokjin. Karena Seokjin adalah kunci agar diri nya pun mendapatkan warisan besar harta Tuan Lee Zai yang nanti nya akan diwariskan pada Seokjin sepenuhnya.

Sebenarnya Ken sangat sakit hati karena Tuan Lee Zai selalu mementingakan urusan Seokjin dibanding dirinya sendiri yang telah diangkat menjadi anak nya. Fokus ayah angkat nya itu tak pernah lepas dari Seokjin. Sedangkan kink dirinya tetap merasa kesepian dan tak memiliki figure seorang ayah.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seokjin bertekad bahwa ini adalah pilihan yang terbaik bagi diri nya. Tak pernah terpikirkan bahwa ia akan melakukan hal segila ini. Ia akan meninggalkan rumah yang menjadi tempat ternyaman dan surga di dunia ini, demi menerima kenyataan yang ada.

Seokjin sudah memikirkan ini dengan matang. Dibawanya ransel besar dengan beberapa pakaian dan uang tunai yang tidak banyak. Tak lupa obat yang masih harus diminum nya . Juga beberapa boneka kecil mario bross yang dicintai nya. Diam-diam Seokjin menghubungi Ken untuk menunggu nya di halte terdekat dan menjemputnya untuk menyerahkan diri ke kediaman Tuan Lee Zai.

Ia yakin Ken sangat senang atas keputusannya kali ini. Namun itu adalah kenyataan yang harus Seokjin terima. Tertanam dalam diri nya bahwa harus siap menghadapi konsekuensi yang ada. Meskipun ini bukan salah dirinya. Tapi ini memang bukan tempat nya yang seharusnya. Seokjin harus merelakan itu.

Dengan nafas tersedu karena menahan tangis, ia segera berlari menuju halte terdekat. Membuka kunci pintu dan gerbang dengan kunci cadangan yang ia punya. Ia harus pergi secepatnya karena jika Eomma dan Appa sudah kembali, itu akan terasa lebih sulit. Seokjin tak pernah mau berpisah dengan orang tua nya yang sudah di depan mata. Ini adalah moment yang tepat bagi Seokjin. Dan mulai pagi buta ini, Seokjin bukan lah bagian dari keluarga Kim yang dicintai nya lagi.




.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

anyeong...

tinggalkan jejak dengan voment biar aku makin semangat 😆

Seokjinie and Six BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang