Thirteen - Fakta?

1.9K 178 8
                                    

"Kookie hyung..." Panggil Seokjin sambil menatap lekat-lekat wajah Jungkook yang terlihat pucat dan lemah.

"Jinnie... Kau tidak apa-apa?" Kalimat Jungkook mengalir dengan suara yang masih sangat lemah. "Gwenchana Jinnie?" tangan Jungkook berusaha menggapai wajah Seokjin.

"Ne... Aku tak apa hyung. Jangan banyak bergerak dulu." Seokjin merasa hatinya teriris karena Jungkook mengkhawatirkannya bahkan ketika ia baru membuka mata dari keadaan koma.

Tak lama dokter memasuki ruangan dan memeriksa keadaan Jungkook. Seletah sekitar setengah jam akhirnya dokter memutuskan bahwa Jungkook sudah melewati masa kritisnya dan akan berlanjut pada masa pemulihannya. Meskipun Jungkook masih belum diperbolehkan untuk pulang karena masih sangat lemah.

Seokjin dan Yoongi langsung menghubungi yang lainnya mengenai perkembangan Jungkook. Mereka langsung berkumpul di rumah sakit. Namun hanya dua orang yang boleh memasuki ruangan Jungkook dan mereka memutuskan untuk masuk bergiliran.

Kini ada Eomma dan Seokjin yang berada di ruangan Jungkook. Sambil Seokjin menyuapi Jungkook bubur yang disediakan rumah sakit, Eomma memijat kaki Jungkook yang katanya terasa masih kaku.

"Eomma... gomawo, telah mengkhawatirkanku." Kata Jungkook dengan suara lemah. "Apa kantor Eomma sedang tidak sibuk, sampai berlama-lama disini?" sebenarnya Jungkook ragu menanyakan hal itu.

Jungkook memang belum tau keadaan Eomma yang sudah mencoba berubah. Jungkook heran kenapa Eomma mau meluangkan waktu berharganya untuk anaknya. Eomma dulu sering merasa rugi jika menghabiskan waktu dengan anak-anaknya khususnya dengan Seokjin.

"Ani, Jungkook-ah. Eomma sekarang memang hanya ingin bersama anak-anak Eomma. Khususnya Seokjin." Jawab Eomma dengan senyum tulus.

"Um... aneh bagiku." Ujar Jungkook berpikir keras.

"Yak! Kookie hyung. Selama kau tertidur nyaman disini, Eomma berjanji akan berubah." Seokjin menjelaskan dengan lucu. "Ditambah eomma mengantarku ke sekolah hari ini. Ternyata punya ibu yang perhatian itu memang sangat menyenangkan hyung." Mata Seokjin berbinar senang.

Wajah Jungkook melembut dan dapat merasakan kebahagiaan adiknya. "Benar begitu Eomma?"

"Ne... Eomma akan selalu berusaha bersama kalian." Eomma mengangguk.

"Bagaimana dengan pekerjaan Eomma?" Tanya Jungkook.

"Eomma telah merekrut beberapa sekretaris untuk mewakilkan Eomma. Kini bisa lebih sering bersama kalian. Eomma ingin bersama kalian. Eomma akan menebus kesalahan Eomma selama ini." Katanya sambil menampilkan senyum tercantik yang belum pernah Jungkook dan Seokjin lihat sebelumnya.

"Jj... jinja?" Jungkook seperti tidak percaya. "Jadi sekarang aku bisa diantar sekolah dengan Eomma? Mengambil raport bersama Eomma? Membawa bekal buatan Eomma? Mengikuti pertandingan dan Eomma menontonku? Piknik keluarga bersama Eomma?"

"Hyung! Skip!" Seokjin memotong. "Eomma pasti juga punya kesibukan. Eomma tidak bisa mengabulkan semuanya." Seokjin memperingatkan.

"Jinnie, Eomma akan berusaha mengabulkan semuanya." Kata Eomma sambil tertawa manis melihat kedua anaknya.

Jungkook dan Seokjin mengerjap dan saling menatap tidak percaya.

"Jinnie... " Jungkook berkata pelan. "Kau yakin dia Eomma yang melahirkan kita?" Jungkook tampak meragukan lantaran sikap Eomma yang sangat berubah.

"Tentu saja! Wajahnya mirip dengan kita." Jawab Seokjin yakin.

"Aigo~ kau benar. Aku hanya tidak percaya kita akan memiliki Eomma yang benar-benar menyayangi kita." Jungkook tersenyum senang mendapati kenyataan bahagia.

"Makan lagi, hyung! Kau harus cepat sembuh!" Seokjin menyodorkan sendok berisi bubur ke mulut Jungkook dan langsung dilahap oleh Jungkook.

.
.
.
.
.
.
.
.

Pagi ini Seokjin sangat bersemangat karena dokter telah mengumumkan Jungkook boleh pulang malam ini. Bahkan Seokjin berencana memberi hadiah pada Jungkook untuk menyambut kakak kesayangannya itu. Ia juga telah memastikan kamar Jungkook sudah rapih tadi pagi. Padahal Jungkook baru akan pulang malam nanti.

"Eomma! Apa malam ini aku boleh tidur bersama Kookie hyung?" Tanya Seokjin dengan mata berbinar penuh harap.

Eomma yang sedang fokus menyetir menuju sekolah Seokjin, tersenyum melihat tingkah anaknya. "Kenapa kau ingin sekali tidur bersama Kookie?"

"Tentu karena aku merindukannya." Jawabnya dengan mudah.

"Tapi kau tau kan, Jimin bilang Kookie mendengkur sangat keras seperti... Aaaaaaaaaaarrghh!.... begitu?" Eomma menirukan gaya Jimin bercerita tentang kebiasaan tidur Jungkook yang mengganggu.

Seokjin terkekeh geli. "Ahh benar juga. Tapi selama ini Kookie hyung tidak pernah mendengkur jika tidur bersamaku."

"Tak apa jika itu maumu Jinnie. Kau bilang langsung pada Kookie, ne?"

"Ne... Kookie hyung tidak pernah menolakku." Kata Seokjin yakin dan wajah gembira.

Ketika baru turun dari mobil, ponselnya berdering. Ia langsung merogoh kantung celananya dan mendapati nama Joy pada layar. 'kenapa dia menelpon jam segini padahal kita sekelas?' Seokjin akhirnya menjawab telepon itu.

"Jin-ah! Kau dimana?" Suara heboh itu menyambutnya dengan nada panik.

"Aku di gerbang dan sedang memasuki pintu lobby. Kena... "

"Tunggu disitu!!!" Perintah Joy yang memotong kalimat Seokjin. "Aku akan menjemputmu! Jangan kemana-mana! Ku peringatkan kau!" Suara Joy seperti terengah-engah menandakan dirinya sedang berlari. Ya. Joy memang sedang berlari ke arah lobby untuk Seokjin.

"Jangan aneh Joy! Apa hak mu menjemput ku?" Seokjin bingung namun akhirnya menghentikan langkahnya.

"Ikuti perintahku!" Joy setengah berteriak. "Jangan matikan teleponnya sebelum kau ada di hadapanku!" Sambungnya lagi dengan tegas.

Seokjin mendecak kesal namun detik berikutnya ia terdiam melihat wanita berambut lurus panjang yang berantakan sedang berlari ke arahnya dengan sangat buru-buru. 'Apa sih mau wanita itu?' Seokjin bingung tapi perasaan khawatirnya lebih besar.

"Jin-ah!... hoss... hoss... " Joy mengatur nafasnya dan menyeka keringat di pelipisnya.

"Apa ambisi mu maraton di saat seperti ini eoh?" Seokjin merogoh saku jaketnya, meraih sapu tangan dan mengulurkannya pada Joy. "Pakai ini."

Joy sedikit tersipu dengan perlakuan kecil Seokjin. "Ahh gomawo. Tapi ayo ikut aku sekarang!" Joy langsung menarik tangan Seokjin memutar arah menuju gerbang belakang sekolah.

Seokjin sontak kaget namun tarikan tangan Joy cukup kuat dan Seokjin mengikuti alurnya. "Wae? Kau bahkan belum menjawab pertanyaan ku!" Mereka terus berlari. "Kenapa kau tidak memberiku alasan?" Seokjin kesal.

Sampai ke taman belakang, Joy baru menghentikan kegiatan maraton ini. Joy langsung duduk di kursi taman sambil menyeka keringatnya dengan sapu tangan Seokjin.

"Apa maksudmu Joy? Kau pikir ini lucu?" Seokjin sudah tidak tahan untuk tidak mengomel.

Joy langsung menyerahkan ponselnya pada Seokjin. "Lihatlah ini."

Seokjin mengerutkan dahinya, berpikir sejenak. Kemudian dadanya naik turun, kemarahannya memuncak dan jantungnya berdegup kencang. Siapa yang telah melakukan ini?

"Aku tak mau kau lewat lobby depan. Di seluruh mading depan sudah tersebar berita itu. Disana sangat ramai. Aku hanya... mengkhawatirkanmu." Joy menjelaskan dengan sedikit bersemu. Namun itulah perasaannya saat ini.

Seokjin memutar matanya keatas. Rasanya ingin ia habisi orang yang telah membuat berita tidak penting seperti ini.

"Bisa kau cari siapa orang dibalik ini semua?"

"Aku sedang mengusahakannya tanpa kau minta, Jin-ah."


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

tbc

Seokjinie and Six BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang