Nineteen - Come Back Home

1.9K 174 12
                                    

Seokjin berusaha membuka matanya yang berat dan kepala yang seperti berputar. Aroma harum ruangan yang terasa asing sangat terasa di hidungnya. Ketika berhasil membuka mata, dia benar-benar tidak mengenali dimana dia sekarang. Kepalanya sangat pusing sekarang. Bahkan dia belum bisa mengingat apapun. Namun yang ia rasakan adalah ranjang empuk yang besar dan, dia berada di sebuah kamar besar dengan interior yang tidak main-main.

“Ini dimana?” Suaranya yang serak seperti tertahan.

“Namjoon Hyung!” Panggilnya sedikit keras.

Seokjin mulai ingat, terakhir kali ia bersama Namjoon di taman, dan Namjoon ke toilet sebentar hingga dia bertemu sosok paruh baya yang mengaku sebagai Tuan Lee Zai lalu duduk disampingnya, mengajaknya bicara. Setelah itu dia tidak ingat apapun lagi.

“Namjoon Hyung! Hyungiie!” Panggil Seokjin lagi, berharap dia tidak benar-benar sendirian dan ada hyung nya disini.

Namun hanya sunyi yang menjadi jawaban atas teriakannya. Tidak ada tanda siapapun di sana. Hal itu membuat Seokjin takut dan jantungnya berdetak cepat. Namun dia memberanikan diri untuk turun dari ranjang perlahan, sedikit berkeliling kamar itu. Ia merogoh saku celananya dan mencari ponselnya, namun nihil. Tidak ada ponselnya di sana. Jam digital pada dinding itu menunjukkan pukul 20.24. Sudah berapa lama Seokjin disini?

Pada meja disamping ranjangnya terdapat segelas air mineral yang terdapat sticky notes di sana.

‘Minum aku. Ini tidak beracun’

Begitu tulisan tangan yang terpampang disisi gelasnya. Namun Seokjin memilih untuk tidak menyentuhnya meskipun tenggorokannya sangat kering sekarang.

Tiba-tiba suara pintu terbuka mengagetkannya dan membuatnya waspada, langsung menoleh kearah pintu.

“Ah, Tuan Kim Seokjin sudah bangun?” Seorang wanita ber jas hitam sedang membawa nampan berisi banyak makanan itu tercekat, lalu berbicara pada handfree yang terhubung dengan telinganya.

“A-002 disini! Tuan Kim Seokjin sudah sadar dan terlihat berkeliling kamarnya.” Begitu laporan yang disampaikan wanita itu.

“Kamarnya? Kamarku?” Gumam Seokjin sangat pelan.

“Ini makan malam Anda, Tuan. Jika butuh sesuatu Anda cukup menekan bell di meja dekat ranjang Anda, maka pelayan akan datang pada Anda.” Wanita itu meletakkan nampan makanan itu di meja lalu menunduk memberi hormat pada Seokjin.

“Tunggu… Siapa kamu? Dan dimana aku?” Tanya Seokjin, menahan wanita itu yang ingin segera keluar dari kamarnya.

“Maaf, Tuan.” Wanita itu menunduk. “Saya tidak berhak untuk menjelaskan identitas disini. Seseorang nanti akan datang dan menjelaskannya pada Anda.” Wanita itu langsung berjalan cepat dan meninggalkan Seokjin.

“Hei! Keluarkan aku dari sini!” Teriak Seokjin.

Namun terlambat. Pintu itu tertutup rapat dan terkunci. Meninggalkan Seokjin yang merasa terpuruk dan yang tahu harus berbuat apa lagi.


.
.
.
.
.
.
.







Yoongi berdecak kesal dan frustasi. Semuanya sudah ia lakukan bahkan untuk melacak ponsel Seokjin. Namun hasilnya nihil. Dia tidak menemukan apapun dan tanda keberadaan Seokjin. Kini dia sedang menelpon Eomma dan Appa yang dia curigai sebagai penculik Seokjin.

“Yoongi, kami sungguh tidak tahu apapun tentang keberadaan Seokjin! Kami justru kaget karena kau menghubungi kami karena Seokjin menghilang!”

“Kalian sungguh tidak mempermainkan ku? Jangan bikin aku semakin muak pada kalian!” Teriak Yoongi di ponsel pada sambungan telepon Appa.

“Untuk apa kami menculik Seokjin! Bahkan kami menahan untuk tidak mencari tempat tinggal mu bersama Seokjin dan yang lainnya karena kami menunggu waktu yang tepat! Waktu ketika kalian siap untuk bertemu kalian kembali!” Appa menjelaskan dengan tegas.

“Jangan berikan omong kosong padaku!” Yoongi membentak.

“Kami berani sumpah Yoongi-ah! Kami percaya padamu jadi kami tidak membawa paksa Seokjin darimu! Appa dan Eomma tidak menculik Seokjin!” Appa menegaskan lagi.

Yoongi yang sedang di taman tempat Namjoon dan Seokjin bersama terakhir kali, terdiam mematung. Ia lalu terduduk kaku di kursi taman yang sudah sangat sepi itu. Tubuhnya melemah, nafasnya memburu, sudah buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Sudah hamper lima jam mereka mencari Seokjin namun tak ada satupun tanda.

“Lalu… dimana Seokjin?...” Gumamnya lemah, dengan setitik air mata yang meleleh di sudut matanya.

“Yoongi-ah… kami akan membantu mencari Seokjin! Tenang Yoongi…” Kali ini suara Eomma yang terdengar di ponselnya.

“Ya, Yoongi… Appa sudah menyuruh orang kepercayaan Appa untuk mencarinya. Kemungkinannya ini perbuatan Tuan Lee Zai. Sepertinya dia hendak berbuat nekat.” Kini Appa menjelaskan.

“Mari bertemu dan bekerja sama.” Ujar Yoongi lalu memutus sambungan teleponnya.
Ya. Tak ada pilihan lain sekarang. Yoongi akui, dia tidak punya power sekuat ayahnya. Disaat titik terendah sekarang, yang bisa ia lakukan hanyalah bersekutu dan menyerah pada orang tuanya. Meskipun hati terlanjur kecewa, ini semua demi Seokjin.

Adik kesayangan mereka yang sangat berharga. Adik yang sangat tulus namun menanggung semua beban yang berat. Lagipula Yoongi tidak bisa berpikir jernih sekarang. Sedang apa Seokjin sekarang? Dan bagaimana keadaannya? Apalagi Seokjin baru saja pulih dan keluar dari apartemennya untuk sedikit refereshing. Namun ini lah yang malah menimpa adik lucu kesayangannya itu.

Saat itu juga akhirnya Yoongi menghubungi lima adiknya yang lain untuk berkumpul di rumah. Rumah orang tua mereka. Menyerah demi Seokjin.

Seokjinie and Six BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang