HAI CHIKA - 15

1.6K 297 9
                                    

        
      15. RUMAH KELUARGA BESAR CHIKA.

"Aku suapin aja ya, Ci?"

Fiony memisahkan secuil roti agar Shani bisa mengunyah dengan nikmat. Kenapa ia harus menyuapi kakak sepupunya ini? Ya karena tangan Shani diborgol pada jeruji besi, percis seperti anjing yang dirantai oleh majikannya.

Shani menggeleng dengan wajah lemas nya. Bibir mengering, wajah yang kusam, rambut berantakan, benar-benar terlihat sekali bahwa Shani tersiksa disini. Walaupun begitu, aura kecantikannya sama sekali tak berkurang karena hal tersebut.

"Kenapa gak mau? Gak suka rotinya?" tanya Fiony yang mendapat gelengan kepala dari Shani.

"Ayolah Ci, dimakan rotinya. Ci Shani kan udah gak makan seminggu ini."

Shani lagi-lagi menggeleng. Dia menatap manik mata Fiony dengan nanar. "Chika, Chika, Chika dimana?"

"Chika aman kok. Aku bakal terus pantau dia. Jadi Ci Shani tenang aja, okei? Nah sekarang makan ya?"

"Chika udah makan?"

Fiony tersenyum tipis mendengar ucapan wanita di depannya. Shani memang begini. Dia mau makan, jika Chika sudah makan. Jadi setiap Fiony ingin memberikannya makanan, Fiony harus memberi kabar ke Shani dulu, kalau adiknya sudah makan.

"Udah. Sekarang Ci Shani makan ya?"

Shani mengangguk secara perlahan. Dia memajukan wajahnya, dan membuka mulutnya agar Fiony menyuapi potongan roti kepadanya.

Setelah mengunyah dengan pelan, Shani akhirnya menelan roti itu. Fiony tersenyum, kemudian memegang punggung tangan kakak sepupunya yang banyak sekali goresan-goresan luka kering disana.

Hahhh.

Shani yang malang. Karena belum waktunya, wanita ini dikurung kakeknya di jeruji besi gelap ini. Selalu disiksa, setiap harinya.

"Kepala aku pusing, Fiony."

Fiony langsung menatap kakak sepupunya setelah dia melamun, memikirkan nasib Shani yang benar-benar terancam sekarang.

"Kenapa pusing, Ci?"

"Beberapa menit yang lalu, Kakek memukul kepala aku pake kayu."

Aduan Shani langsung membuat Fiony terkejut. Dia duduk tegak, kemudian menatap kepala Shani. "Dibagian mana?"

Shani menoleh ke kanan, memperlihatkan kepala sampingnya kepada adik sepupu yang setiap hari datang menemuinya saat jam segini.

"Ya ampun Ci, keluar darah!"

Shani kembali menghadap depan kemudian tersenyum tipis. "Gak usah panik. Udah biasa kan liat aku terluka gini?"

Fiony menggeleng. "Dasar kakek gila! Minta dibunuh ya tuh aki-aki satu." Gadis ini mengendus kemudian menatap iba kakak sepupu di depannya. "Aku obatin ya?"

"Biarin aja. Aku mau mati disini, daripada nunggu waktu konsekuensi 12 itu, Fiony."

"Gak Ci!" Fiony menggeleng tegas. "Jangan menyerah dulu. Pokoknya aku secepat mungkin bergerak untuk mencari Gracia. Ci Shani harus bertahan, ya?"

Senyuman tipis lagi-lagi Shani perlihatkan. "Udah, gak usah cari dia. Kayaknya dia udah lupain aku."

"Gak mungkin, Ci."

"Mungkin aja Fiony. Dia gak mau berjuang sama aku untuk melawan Kakek, karena dia takut. Dia takut karena tahu, kalau aku sebenarnya bukan manusia seutuhnya."

Fiony terdiam mendengar ucapan Shani yang untuk sekian kalinya keluar dari bibir keringnya itu.

"Aku udah kirim kode mengenai sesuatu yang menimpaku pada dia. Tapi pesanku, sama sekali gak dilihat."

HAI CHIKA! | CHIKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang