17. The nightmare that happen again

1K 119 16
                                    

Sehari, dua hari, hingga tujuh hari sudah berlalu sejak kejadian di malam itu.

Hubungan keduanya sedikit renggang.

Chenle terlalu takut menghubungi Jisung dan semakin membuatnya kecewa lantaran masih belum mampu bersuara mengenai masa lalunya.

Dan Jisung, dia masih sakit hati dengan kebohongan yang dibuat oleh kekasihnya, tidak mampu untuk sekedar menyapa atau menanyakan kabar --baik lewat pesan singkat, telepon singkat maupun bertemu secara langsung.

Mereka tenggelam dalam pikiran dan ego masing-masing, mengesampingkan rindu yang begitu membuncah tatkala keduanya beradu tatap dalam lingkungan sekolah.

Seperti sekarang ini.

Chenle mengikuti pergerakan seorang pemuda tinggi yang begitu dia kenali sedang mengantri mengambil makanan.

Deg

Pandangan mereka bertemu.

Mulut tidak bisa bersuara, namun Chenle tau netra gelap sekelam malam itu menunjukkan sorot yang sama sepertinya.

Rindu.

Chenle merindukan Jisung.

Bahunya merosot melihat Jisung memutuskan kontak mata mereka dan membawa hidangannya keluar dari kantin.

Jisung menghindari dan benci padanya.

"Masih belum baikan?" tanya Jeongin iba. Sepulang dari perjalanan Chenle ke China, sahabat Jeongin itu menjadi uring-uringan ketika belajar di kelas.

Dia juga menjadi lebih kalem dan tidak pernah berteriak.

Apabila sengaja diganggu oleh Jeongin, Chenle hanya menghela nafas dan menelungkupkan kepalanya dalam lipatan tangan.

"Belum." Gumaman itu menyadarkan Jeongin dari pikirannya.

Sebenarnya faktor lain penyebab mereka semakin jauh adalah Chenle yang semakin sibuk.

Menjelang event basket yang akan diadakan kurang dari sebulan itu, intensitas latihan mereka dinaikkan.

Chenle yang baru pulih, sehari setibanya di Korea Selatan, langsung mengikuti latihan yang mulai diadakan tiap hari dalam seminggu, kecuali hari minggu.

Pada weekdays, mulai dari jam 6 sore sampai jam 9 malam.

Sedangkan sabtu, dari jam 6 pagi sampai jam 10 pagi. Begitu melelahkan dan menyita waktunya. Chenle sampai tidak sempat memikirkan traumanya --kecuali pada saat melakukan skinship-- dan juga kekasihnya --untuk hal ini hanya terkadang.

Mereka masih sepasang kekasih dan belum putus, bukan?

Meminum cola nya, Jeongin berujar, "udah pernah coba buat chat dia?"

Chenle menggeleng polos. "Belum. Gue takut dapet bad respon dari dia."

Jeongin berdecak, "ckck.. Lo jangan overthingking gitu dong, Lelekuuu. Kalo lo berdua saling nunggu dan gak ada pergerakan apapun, hubungan lo berdua mau digimanain?"

Chenle terdiam, merasa bahwa jawaban yang Jeongin berikan ada benarnya.

"Gini deh. Lo deketin kayak biasa. Jangan ungkit-ungkit masalah lo. Harusnya, dia bisa paham kalo ada beberapa masa lalu atau mungkin problem yang gak bisa diungkit dan diceritain ke orang lain --meskipun itu pacarnya sendiri."

"Antara lo dan dia, lo yang lebih tua. Lo harus bisa kasih pengertian sedikit. Lo harus hilangin pikiran buruk lo, dan mulai jalan perlahan buat berbaikan sama dia."

Maka disinilah Chenle sekarang. Didepan ruang bertuliskan 'dancer's room' selesai dia berlatih basket untuk pertandingan yang akan dilakukan 2 minggu lagi.

Become a Subbmisive || CHENJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang