18. Sorry

991 103 17
                                    

Masih di hari dan malam yang sama, Jisung memberhentikan motornya tatkala telinganya menangkap sebuah suara.

Meskipun terdengar jauh, namun Jisung cukup yakin itu bukanlah suara mahluk halus penunggu sekolah. Itu adalah suara seseorang.

Suara itu terdengar lagi.

Dirinya diambang kebimbangan. Hatinya ingin kesana supaya rasa penasarannya terjawab. Namun, otaknya berkata lain.

"SUNG! BURU, WOI! ANJIR."

Otaknya berkata, dia harus segera pergi supaya temannya yang lain tidak menunggu.

Menghidupkan mesin motornya kembali, pemuda tampan itu kembali melajukan motornya membelah keramaian jalan raya.

Malam ini, dia mengikuti kata otaknya.
Meninggalkan raungan pilu seseorang yang terdengar begitu mengiris hati siapapun yang melintas.

---

Renjun menginjak sekolah Chenle 15 menit setelah Jisung pergi darisana.

Wajahnya sarat akan kekhawatiran.

Tidak pernah sekalipun Chenle menelfon dengan panggilan darurat.

Kalaupun pernah, itu artinya adiknya yang manis, sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Alisnya menukik memandangi sedan putih melewati mobilnya.

"Selarut ini masih ada orang disekolah?" gumamnya heran.

Memarkir mobilnya asal, Renjun berlari menuju pos satpam yang dimana pintunya terbuka.

"Pak.. bangun pak!" tangannya mengguncang bahu pria paruh baya yang sedang terlelap.

"Enghh.. Eh... kenapa nak?" wajahnya terlihat terkejut.

"Kenapa bisa tidur disini, Pak?" mungkin Renjun terlihat membuang banyak waktu yang ada. Namun, dirinya hanya ingin memastikan satu hal.

"Tadi Bapak dikasi teh sama orang. Terus ngerasa ngantuk dan malah ketiduran disini."

"Brengsek!" Makinya dalam hati.

"Sekolahan udah gak ada orang, ya, Pak?"

"Iya, nak. Tadi sebelum Bapak ketiduran, ruangan-ruangan udah Bapak kunci semua karena gak ada orang."

Renjun segera berlari menembus gelapnya malam di sekolah itu.

Insting menggerakkan kakinya menuju gedung yang paling dekat dari parkiran.

Disamping ketakutan karena sepi dan juga gelap, Renjun lebih takut dengan keadaan adiknya sekarang.

"Chenle.. lo dimana?" Gumamnya nyaris berbisik kepada angin.

"Bilang sesuatu please.." kakinya terus berlari memutari seluk beluk sekolah yang sekiranya ada adiknya disana.

"Hiks.. hiks.."

"Jangann... pergi, hiks.."

Pria bertubuh kecil berlari menuju isakan yang terdengar dari ujung lorong.

"Che-che--nle.." bibirnya bergetar selagi berjalan mendekati anak adam yang meringkuk memeluk badannya sendiri.

Air mata berlomba-lomba menyeruak keluar dari pelupuk matanya.

Itu adiknya?

Dirinya menangis tanpa suara. Dadanya seolah terhantam berton-ton batu, sampai-sampai pasokan udara disekitarnya tidak bisa dia hirup barang sejenak.

"Chenle.."

Anak adam itu menoleh. Kepalanya menggeleng histeris. Kakinya menendang-nendang.

"SIAPA? PERGII! JANGAN LAGI!" Teriaknya penuh ketakutan.

Become a Subbmisive || CHENJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang