17

30 5 22
                                    

Ternyata, Rivo membawa Rindu ke pasar malam. Jujur, ini adalah kali pertama gadis itu memasuki tempat hiburan serupa ini. Senangnya bukan main, sudah lama Rindu memimpikan bermain di tempat ramai orang seperti ini. Pun, Rindu menginginkan bagaimana sensasi menaiki wahana-wahana yang beragam rupa. Rivo pun tak kalah senang, bukan karena dia juga baru pertama ke tempat seperti ini, tapi karena melihat senyuman Rindu yang terukir karena dirinya.

Rivo bahkan memberi kesempatan kepada Rindu untuk menaiki setiap wahana yang dia inginkan. Memainkan permainan yang Rindu sukai, dan juga membelikannya makanan yang Rindu harapkan. Lucunya, makanan yang gadis itu harapkan hanya lima tusuk bakso putar. Selebihnya, dia hanya menggelengkan kepala kala Rivo menawarkan. Bukannya dia segan atau malu untuk menerimanya, tapi memang karena Rindu tidak menginginkannya.

Sepuas bermain di sana, Rivo tak langsung mengajak Rindu pulang ke rumah. Melainkan, Rivo kembali menghentikan motornya yang belum lama berjalan. Mungkin, hanya sekitar 100 meter dari pasar malam  dan Rivo sudah berhenti di perempatan. Rindu pun menaikkan alis heran dengan Rivo yang menghentikan motornya tanpa alasan. Tentu saja hal itu mendatangkan pertanyaan.

"Riv, ada apa?" tanya Rindu kebingungan.

Tepat setelah motornya dia matikan, Rivo memutar posisi duduknya menjadi rencong. Matanya dia pertemukan dengan manik mata Rindu yang menatap penuh pertanyaan. Rivo tampak memberanikan dirinya mencoba menggenggam tangan Rindu yang menumpu di atas paha. Berharap dari sana, Rindu bisa mengartikan kalau dirinya menyukainya.

"Ndu! Lo 'kan punya pacar nih, nah gue 'kan jomblo? Gimana kalau kita .... selingkuh?!" ajak Rivo menuntaskan maksudnya dari awal kenapa dia membawa Rindu pergi main berduaan.

"Hah?" Tak ada kata lain yang bisa Rindu suarakan. Kebingungan semakin merasuki jantungnya yang sedari tadi tenang. Kini, jantung itu berdetak lebih kencang dari nada semestinya, mendengar ajakan sesat yang Rivo suarakan.

"Hah ... kenapa? Lo mau bersin? Jangan arahin ke gue, ya takut ketular soalnya!"

Jelas itu bukan pertanyaan sungguhan. Hanya saja, Rivo berusaha mencairkan suasana yang mulai mencekam. Dari tatapan Rindu yang kepanikan, Rivo langsung menyimpulkan kalau Rindu menolak untuk mengiyakan. Memang seharusnya kata itu tak dia suarakan. Padahal Rivo sendiri bisa menyaksikan bagaimana selama ini hubungan Rindu dan Zaka sudah tak bisa lagi dikacaukan. Tetapi, di sini Rivo hanya ingin mendapat balasan, atas cintanya kepada Rindu yang menjadikannya bodoh akan ucapan juga pemikiran. Salahkan Rindu yang membuatnya berharap. Karena sejauh yang pernah tergarap, tak pernah sekali pun Rindu tampak menolak adanya Rivo dalam hubungannya dengan Zaka. Bahkan, Rindu seolah memberi celah agar Rivo bisa masuk di antara mereka.

"Ng? Bukan ... tadi kamu serius?" tanya Rindu tampak memastikan.

Rivo kembali ragu dengan pikirannya yang beranggapan kalau Rindu akan menolak dengan mudah. Ada sedikit kejanggalan yang membuat Rivo kembali menanam harap. "Hei, ayolah. Kalau lo mau bilang aja, gue udah tau kok, jawaban lo apa!" ungkap Rivo seakan yakin dengan ucapannya.

"Tau ... apa?" tanya Rindu semakin kebingungan.

"Lo tau enggak, kalau tadinya gue mikirnya lo bakalan nolak gue? Sampai-sampai gue mau langsung lepasin tangan lo, tapi sekarang lo sendiri yang genggam tangan gue!" terang Rivo yang menjadi alasan kenapa Rivo beranggapan bahwa Rindu mungkin akan menerima ajakannya untuk menjalankan perselingkuhan.

Matanya dia bawa menatap tangannya dan Rindu yang saling bertautan. Berbeda dari sebelumnya, yang mana Rivo menggenggam tangan Rindu malah menjadi kebalikan. Di saat Rivo mencoba melepaskan, di saat itu pula tangan Rindu menggantikan peran. Seakan Rindu mengisyaratkan kalau tangan mereka tidak boleh dipisahkan.

Duri (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang