34

45 5 0
                                    

Rivo perlahan membuka mata. Langit-langit berwarna coklat itu tampak asing di mata. Kemudian, Rivo menelengkan kepala ke samping kirinya. Tak ada siapa-siapa di sana, sunyi mengambil alih segalanya. Bau ruangan khas obat-obatan itu menusuk indera penghidunya. Seketika itu, Rivo terlonjak dari tidurnya. Memeriksa pada tangannya kalau saja ada jarum infus di sana.

Setelah memastikan tak ada, Rivo mengembuskan napas lega. Dia kira, sekarang dirinya sedang berada di rumah sakit yang selama ini sengaja Rivo hindari. Menoleh lagi pada sekitarnya, Rivo pun bisa menarik kesimpulan kalau dia ada di UKS sekolah. Entah apa yang telah terjadi, Rivo sama sekali tidak mengingat kejadian sebelumnya. Kejadian yang mengantarkannya pada ruangan seperti ini.

Lama mengingat, akirnya Rivo menyadari bahwa tadi kepalanya sakit sekali. Hingga dia memilih untuk tidur di jam pelajaran sebelum istirahat tadi. Menyembunyikan diri dibalik buku yang dibuatnya berdiri. Kemudian, hanya sebentar setelah dia merebahkan diri, kesadarannya langsung tak terkendali. Menyamankan rasa sakit pada bagian kepalanya dan hilang kesadaran sebagai ganti.

Rivo melihat ponselnya di atas meja nakas sana dan entah siapa yang menaruhnya di sana. Padahal, seingatnya ponsel itu ada di dalam saku celana. Tak perlu banyak memikirkan hal demikian, Rivo langsung mengambilnya untuk memeriksa kalau itu benar-benar ponsel miliknya.

Baru saja ponselnya terbuka, pesan dari kontak Rindu yang pertama tampak oleh mata. Berupa kata-kata, Dimakan makanannya, Kak! Biar enggak kecapean lagi.

Entah kenapa, hanya dengan pesan singkat itu, Rivo tersenyum sendiri. Kemudian kepalanya dia tolehkan ke arah di mana makanan itu tersaji. Tak ada niatan Rivo untuk meraih karena tak lapar sama sekali. Bukan hanya sekedar alasan tak lapar yang Rivo kemukai. Namun, juga keyakinan akan makanan itu bisa langsung di keluarkan lagi. Perutnya akan menolak untuk diisi, sama seperti malam tadi.

Kemudian Rivo membuka selimut yang menutupi diri, membawa langkahnya untuk berdiri. Dinginnya lantai langsung dia rasa karena Rivo sama sekali tak beralas kaki. Sepatu yang berada di sisi kiri ranjang yang tadinya dia tiduri, langsung menjadi sasaran untuk dipakai kembali. Biarkan saja makanan dan minuman itu tak dia cicipi. Lagi pula, Rindu tidak akan menyadari.

Bergegas Rivo menuju kelas, untungnya Rivo sudah pernah ke UKS satu kali. Jadi, tak perlu nyasar untuk kembali ke kelas seorang diri. Terlalu lama di UKS hanya akan membuat orang-orang di sana cemas akan kondisi Rivo saat ini. Padahal, Rivo sendiri sudah pernah berjanji pada diri sendiri. Untuk tidak membuat siapapun mencemaskan dirinya yang perlahan mulai lemah ini.

Sesampainya di kelas, guru tak menanyainya dan memperbolehkan Rivo ikut dalam pelajarannya. Karena pastinya teman-temannya sudah mengatakan masalah Rivo kepada guru yang mengajar di kelas mereka. Kala Rivo menuju tempat duduk, semua mata seolah memperhatikanya dengan tatapan iba dan sebagian bertanya-tanya. Rivo tidak suka itu dan mengabaikannya saja, tapi tatapan Haikal tak bisa diabaikannya. Mata itu terus menatapnya, masih menyimpan kekhawatiran tampak dari sana.

"Gue ketinggalan pelajaran berapa jauh, nih?" tanya Rivo sambil menarik buku tulis Haikal untuk memeriksa catatannya.

Itu dilakukannya untuk mengalihkan diri dari tatapan Haikal yang demikian. "Wah, udah jauh ketinggalan! Bakalan begadang nanti malam nih, buat nyamain catatannya!" keluh Rivo melihat beberapa lembar catatan Haikal yang berisikan pelajaran hari ini.

Akhirnya, tatapan seperti itu dialihkannya. Haikal kemudian menyahuti, "Biar gue aja nanti yang catatin," tawar Haikal dan kembali menatap fokus ke guru di depan sana.

Duri (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang