20

40 5 18
                                    

Haikal tampak mengorek-ngorek tas milik Rivo, memastikan kalau Rivo tidak menyimpan hal-hal yang tidak diperbolehkan. Seperti rokok misalnya. Ramon sudah memberinya beban untuk menjaga Rivo dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, Haikal bertanggung jawab terhadap apa yang Rivo lakukan. Kalau Rivo memang menyimpan rokok atau semacamnya, maka tugas Haikal adalah sebagai orang yang membenarkan kesalahan Rivo. Kemudian, tangannya merasakan sebuah tabung kecil yang sedikit mencurigakan.

Haikal tampak mengeluarkannya dengan perlahan. Botol kecil berwarna putih itu kini menjadi bahan pertanyaan. Haikal membuka penutup botol tersebut dan melihat ke dalam. Dua macam jenis obat berbentuk kapsul menjadi isian dari botol putih tersebut. "Riv, ini obat apaan?" tanya Haikal sambil menuangkan sebuah kapsul tersebut ke tangan kanannya. Haikal pun menatapnya dengan seksama, mencerna obat apa yang mungkin sedang dipertanyakan.

Rivo yang tiduran di atas kasurnya langsung terlonjak dan berdiri cepat. Matanya langsung menatap Haikal dengan tatapan jahat. Berikutnya, tangannya merampas botol dari tangan Haikal, begitu juga dengan obat yang ada di tangan kanan Haikal. Rivo memasukkan kembali obat di tangan Haikal tadi ke dalam botolnya dan menyimpan kembali ke dalam tasnya.

"Lo ngapain meriksa-meriksa tas orang sembarangan, sih? Enggak sopan tau!" ketus Rivo jengkel.

"Kok lo marah? Biasanya juga gue meriksa barang-barang lo 'kan? Gue ngambil pulpen lo aja lo enggak masalah, tadi gue cuma nanya doang, kenapa tanggapan lo langsung kek gitu?" Haikal ikut meninggikan suaranya karena Rivo seolah menyalahkan tindakannya.

Rivo tampak mengembuskan pelan napasnya. "Sorry, gue capek. Makanya marah-marah enggak jelas, salah sendiri sih, nanya saat gue mau istirahat. Lo 'kan tau gue paling enggak suka tidur digangguin!" jawab Rivo dengan menoel pelan kepala Haikal dan menyempatkan tawa setelahnya.

Tampaknya, Rivo mencoba untuk tidak menciptakan keributan antara mereka berdua. Haikal pun sejatinya tidak ingin memperdebatkan masalah tersebut. Perbuatan Rivo juga tidak dia biarkan begitu saja, Haikal membalasnya dengan mendorong kepala Rivo lebih kuat dari perlakuan Rivo padanya.

"Elo sih, jadinya gue emosi! Emang itu obat apaan, sih?" sahut Haikal dengan kembali menanyakan pertanyaan serupa.

"Itu obat sakit maag!" jawab Rivo dan kembali ke posisi semulanya. Yaitu, ke kasur.

"Hah? Obat maag? Kok modelannya kayak begitu? Mana dua macam lagi!" sahut Haikal tampak tak percaya dengan jawaban yang Rivo berikan.

Rivo tampak tertawa dengan mata memejam. "Anak mami kayak lo mana tau obat begituan, demam dikit aja langsung main dokter! Kagak bakal kenal ama obat murahan kayak begituan!" ejek Rivo.

"Riv, gue boleh batalin pertanyaan gue tadi enggak? Nyesal soalnya ngomong sama lo! Ujung-ujungnya gue juga yang kena ejekan!" ketus Haikal dengan jawaban yang Rivo berikan.

Menggeleng-gelengkan kepalanya, Haikal tampak melangkah keluar. Cukup sampai di sana percakapan mereka karena berbicara dengan Rivo hanya akan membuat Haikal sakit hati. Dibalik matanya yang terpejam, Rivo sedikit membuka matanya menatap kepergian Haikal. Tawa yang semula dia ciptakan untuk mengejek Haikal kini sudah berhenti dengan diam sebagai pengganti.

"Maafin gue, Kal!" ucap Rivo pelan dan suara itu pun tak sampai kepada orang yang Rivo minta agar memaafkannya.

Di luar sana, Haikal menatap ke lantai bawah di mana para gadis tampak berkerumun. Perkumpulan para gadis di bawah sana membuat Haikal sedikit tertegun. Ada bahagia yang mereka bagi bersama dengan senyuman yang paling anggun. Bising para laki-laki di kamar sebelah pun ikut mengalun, tapi Haikal di posisinya hanya mematung.

Duri (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang