Part 3 : Nirmala

3.5K 221 5
                                    

Hari ini Nirmala kembali ke rumah panti, wajahnya masih di perban.

“assalammualaikum”.
“waalaikumsalam”.

Anak-anak yang mendengar suara bu Laksmi segera lari berhamburan , tak lupa mereka menyalami tangan bu Laksmi. Mereka tak sabra ingin bertemu dengan Nirmala.

“Buk, Nirmalanya mana?”.
Nirmala bersembunyi di balik tubuh bu Laksmi, ia takut jika Dela dan yang lain melihat wajahnya mereka tak mau lagi bermain dengannya.

Dela yang melihat keberadaan Nirmala, langsung berlari kearah Nirmala dan memeluknya.

“Mala aku kangen”.
“Podo Del”.
“Dela, Nirmalanya ben rehat sik yo…nek wes enakan lagi dolan bareng”.(Dela, Nirmalanya biar istirahat dulu ya, nanti kalau sudah baikan bisa main bersama).
Dela mengangguk paham.

“Mala, ayok tak terke maring kamarmu”.(Mala , ayok aku anter ke kamarmu).
Mala dan Dela bersama-sama menuju kamar mereka.

“Mala, kowe gak opo-opo kan?”(Mala kamu gak apa-apa kan?)
“Ndak apa-apa Nur”.

Entah mengapa jika melihat wajah Anggun tatapan Nirmala berubah menjadi aneh, sebenarnya Nirmala tidak membenci Anggun malah ia mengagumi wajah anggun yang cantik di kedua pipinya ada lesung pipitnya.

Memang diantara Nirmala , Dela, Nur dan Anggun , Anggun yang palinng cantik kulitnya putih bersih rambutnya hitam panjang.

Setiap kali Nirmala melihat wajah Anggun , ia selalu teringat kecelakaan yang menimpa dia dan kedua orangtuanya. Siapa sebenarnya Anggun.

“Nopo sih Mala…delokki aku koyok ngono?’(Kenapa sih Mala ngelihatin aku kayak gitu).
“Yen awakmu rak seneng aku ning kene yo aku tak lungo”.(Kalau kamu gak suka akau disini aku akan pergi).

“Maaf anggun rak ngunu, mboh nopo wajahmu ngilingke aku mbi wong tuoku”.(Maaf anggun gak begitu, entah kenapa wajahmu mengingatkanku sama orang tuaku).
Anggun menatap Nirmala penuh Tanya.

Bu Laksmi datang membawa nampan, berisi makanan untuk Nirmala serta obat yang diberikan dokter untuk Nirmala.

“Anak-anak wes wayahe maem, ndang maem mengko laukke selak adem”.(Anak-anak sudah waktunya makan, cepat makan nanti lauknya adem)
“Inggih bu”.(iya bu)
Nur, Dela , dan Anggun melangkah keluar kamar.

“Buk…kapan perbane wes oleh di copot?’.(Buk kapan perbannya boleh dilepas?)
“Emmm, jare bu dokter kurang luwih seminggu”.(Emmm,kata bu dokter kurang lebih seminggu).

***

Hari ini Nirmala begitu tak sabar menunggu kedatangan bu Dokter, karena hari ini perban diwajah Nirmala sudah bisa di buka.

“Assalammualaikum”.
“Walaikumsalam”.
“Buk…ibuk ada bu dokter”.

Nirmala, Dela, Nur dan Anggun yang sedari tadi menunggu ke datangan bu dokter berlari ke pintu keluar. Diikuti bu Laksmi dari arah dapur.

“hallo Nirmala, gimana kabarnya. Apa lukanya masih sakit?’.
“eenggak bu, sudah ndak sakit cuma terkadang senut-senut saja”.
“obatnya rajin diminum kan?’.
Nirmala mengangguk mengiyakan.

“Lho…lo,,, kok bu dokternya ndak di suruh masuk? Mari bu dokter pinarak”.
“Matursuwun bu”.
“Dela…suwunke wedang ning mbak Rani kangge bu Dokter”.
“Inggih bu”.
“Nirmala duduk sini sayang”.

Nirmala melangkah mendekati bu dokter. Dengan telaten bu dokter mulai membersihkan dan melepaskan satu persatu perban di wajah Nirmala.

Dari awal bu dokter sudah memberitahu bu Laksmi bahwa luka diwajah Nirmala akan berbekas yang mungkin butuh waktu lama untuk hilang atau bahkan tidak bisa hilang dan akan terus membekas.

Dela yang baru saja datang membawa nampan ditangannya kaget melihat wajah sahabatnya, hampir saja segelas teh panas yang ada dinampan yang sedang iya bawa tumpah.

Untungnya Dela masih bisa menyeimbangkan tubuhnya. Nirmala yang menyadari perubahan ekspresi wajah teman-temannya mulai panik.

“Bukkk….Mala ngampil benggolone”.(Buk Mala pinjem kacanya).
Dengan berat hati bu dokter meminjamkan cerminnya kepada Nirmala.

Saat melihat wajahnya dicermin mata Nirmala terbelalak, pantas saja wajah yang lain berubah setelah melihat wajah Nirmala.

Nirmala berlari sambil menangis ke kamarnya, ia mengunci pintu kamarnya rapat-rapat tak dibiarkan siapapun masuk.

Hati Nirmala sangat terpukul, baru saja ia bisa menerima kenyataan atas kematian kedua orangtuanya, sekarang ia harus menerima menjadi wanita buruk rupa.

Wajahnya begitu menakutkan, bahkan Nirmala sendiri merasa jijik melihat wajahnya yang sekarang. Nirmala menangis sampai dadanya terasa sangat sesak, ia merasa takdir begitu tidak adil terhadapnya.

Kenapa harus Nirmala yang menanggung semua ini. Bu Laksmi, bu Dokter dan teman-teman Nirmala yang lain mencoba menggedok-gedok pintu, memanggil-manggil Nirmala tapi Nirmala tak menjawab panggilan mereka.

Hampir dua jam Nirmala menangis, hingga ia merasakan kepalanya begitu sakit hingga ia tak tahan lagi menahan rasa sakit itu. Nirmala mencoba memejamkan mata hingga akhirnya tertidur.

“mungkin Nirmala butuh waktu buk, untuk nerima keadaannya yang sekarang”.
“iya bu dokter”.
“kalau begitu saya mohon pamit ya bu, jangan lupa obatnya tetap diminumkan”.
“inggih bu dokter matursuwun, mari saya antar sampe depan”.

KANTIL IRENG NIRMALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang