Mikhaila POV
Aku bingung harus berucap seperti apa lagi. Papi, pria yang amat sangat kusayangi tidak berhenti menangis sembari memeluk erat tubuhku. Papiku, pahlawanku, cinta pertamaku, berapa kali lagi harus kukatakan kalau aku putrimu masih akan tetap di sini? Aku tidak akan kemana-mana, Pi.
"Udah dong, Pi~ Mikha kan masih tinggal sama Papi..." Bujukku untuk ke sekian kalinya.
Hari ini adalah hari pernikahanku dengan kekasih tercintaku, Markus Daniel Li. Masih ada waktu sekitar 30 menit lagi sebelum perberkatan. Kami semua sudah selesai bersiap-siap, baik Mami mau pun adik nakalku, Michelle, terlihat begitu luar biasa. Papiku juga tidak kalah tampan, well.. tentu saja kekasihku masih lebih tampan. Ssstt... jangan sampai Papi tahu tentang pemikiranku yang satu ini. Hehe.
Omong-omong, tadi Mama mertuaku sempat datang menemuiku, beliau menangis haru dan tidak berhenti memujiku cantik. Oh, juga ada Ci Melan dan Aca yang mengekor di belakang, mereka semua sangat mempesona. Keluarga baruku memang baik sekali, bukan? Aku sangat senang.
"John... sudah. Mikha tidak akan kemana-mana."
Nanny menegur Papi. Agaknya dia mulai gerah dengan perilaku berlebihan Papiku. Aku hanya bisa tersenyum sambil menepuk-nepuk pelan punggung Papi agar beliau bisa tenang. Bahkan air mata Papi mengalir di pundakku yang terbuka. Itu karena aku memakai gaun off shoulder pilihan koh Markus.
"Sudah saatnya!"
Terlalu larut dalam drama, kami sampai tidak sadar saat seseorang memasuki ruangan tempat kami berkumpul. Sarah, salah satu sahabat terbaikku yang hari ini kuberi tugas sebagai pendamping pengantin wanita. Sarah datang membawa pengumuman kalau waktu kami untuk bercengkerama telah habis.
Papi melepas pelukannya ditubuhku. Bisa kulihat kedua bola mata Papi memerah karena sudah terlalu banyak menumpahkan air mata. Beliau tersenyum hangat sembari mengulurkan telapak tangannya kehadapanku.
"Ayo." Ucapnya sambil memaksakan senyuman diwajahnya yang renta.
Segera kusambut uluran tangan Papi dan ikut melangkahkan kaki menuju tempat pemberkatan. Ah, bisa kubayangkan betapa tampannya kekasihku saat ini. Aku jadi tidak sabar.
"Papi akan selalu ada untuk kamu." Bisik Papi ditelingaku.
Kami berjalan berdampingan menuju ruangan lain di gedung ini. Well, aku tidak bisa berjalan tergesa-gesa sebab gaunku lumayan berat.
"Mikha sayang Papi. Mikha nggak akan pergi ninggalin Papi."
Memang benar, aku akan tetap tinggal di rumah orang tuaku sampai melahirkan nanti. Tentu saja suami tampanku akan ikut tinggal di rumahku. Tidak mungkin dia tinggal sendirian di apartemen dan kembali membujang, bukan?
"Kalau suatu saat suami kamu ingin tinggal di luar Jakarta, bagaimana?"
Hening. Aku bingung harus memberi jawaban seperti apa. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau suatu saat nanti Koh Markus ingin tinggal di kota lain selain Jakarta. Aku tidak salah, bukan? Showroom milik Koh Markus masih di Jakarta. Walaupun suatu saat ada kemungkinan untuk membuka cabang di kota lain, tapi dia akan menetapkan pusat bisnisnya di ibukota.
"Kak Mark nggak akan tega misahin Mikha sama Papi..." Jawabku penuh keyakinan.
Papi hanya membalas dengan senyuman teduh. Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara kami, sebab hanya terpaut beberapa langkah ke depan, kami tiba di sebuah ruangan di mana orang-orang sedang menunggu kedatanganku. Dan satu dari orang itu adalah kekasihku, masa depanku. Hihi.
Mikhaila POV is end.
***
Markus POV
Aku sangat gugup menunggu pintu besar di belakang sana terbuka, menunggu kedatangan pengantinku yang hari ini sudah pasti terlihat sangat luar biasa, setidaknya itulah yang dikatakan Mama sejak tadi.
Well, setelah semua hal berat yang kulalui, akhirnya datang juga hari di mana aku akan mengucap janji sehidup semati dengan belahan jiwaku.
Mikhaila Patricia Alatas, gadis manja yang sejak awal sudah berhasil mencuri hatiku, mengacak-acak tatanan hidupku yang sudah kususun rapi, menyita sebagian besar waktuku hanya untuk memikirkan 'Mikha sedang apa?' 'Mikha udah makan belum ya?' 'Apa Mikha istirahat cukup hari ini?' mau pun pemikiran-pemikiran receh lainnya, yang semakin mendukung kebucinanku pada gadis cantik itu.
"Mark, hei! Relax, jangan tegang gitu!"
Lukas menegurku dari arah samping. Lelaki bermulut besar itu berucap dengan suara berbisik-bisik, seakan-akan semua orang di ruangan ini tidak bisa mendengar suaranya. Aku harus tenang, wajahku tidak boleh tegang, sebab mertuaku pasti akan meledekku habis-habisan.
Mertuaku itu, bagaimana aku harus menjelaskannya? Bisa dikatakan unik. Ya, beliau itu unik. Sosok Ayah yang sangat melindungi anak-anaknya. Tentu saja Papaku juga seperti itu. Tapi, Papi mertuaku sedikit lebih berbeda, berbeda dalam artian yang baik.
"Mark, mereka udah di depan.."
Itu Ciciku yang bersuara. Cici sedang bertukar pesan dengan seseorang yang kemungkinan besar adalah Michella, si gadis nakal yang selalu mengganggu Mikhailaku. Sesaat setelah ucapan Ci Melan berakhir, tiba-tiba pintu besar dibelakangku terbuka lebar. Aku tidak berani menoleh ke belakang. Yang bisa kulihat hanya wajah para sahabatku yang melongo, seperti sedang melihat seseorang bangkit dari kubur.
Ah, atau mungkin mereka melongo sebab melihat pengantinku? Tidak bisa dibiarkan! Tahan, Markus... tahan! Ada banyak orang di tempat ini, ok? Sepertinya sifat posesifku mulai kumat. Apa pun itu, Mikhaila hanya milikku, titik!
"Markus..."
Aku menghadap ke samping ketika mendengar suara Papi mertuaku, dengan mata berkaca-kaca, beliau menyerahkan tangan putri kesayangannya padaku tanpa berucap sepatah kata pun. Sepertinya beliau terlalu banyak menangis. Dengan senang hati kuraih tangan Mikhaila untuk berdiri disampingku.
Papi sudah mundur ke belakang dan bergabung bersama anggota keluarga lainnya, menyisakan aku dan Mikhaila bersama satu orang pendeta. Demi Tuhan! Tidak ada yang menandingi keindahan kekasihku. Mikhaila, belahan jiwaku, kekasih hatiku, terlihat sangat sangat sangat luar biasa. Terdengar berlebihan memang, tapi itulah yang selalu dikatakan hati kecilku.
Hanya Tuhan lah yang tahu betapa aku selalu bersyukur memiliki sosok Mikhaila dalam hidupku, dan-- oh! Jangan lupakan calon bayi kami yang saat ini sedang tumbuh di dalam rahim gadis yang sangat kucintai ini. Baik-baiklah di dalam sana, Daddy dan Mommy menunggumu.
"My gorgeous lady, Mikhaila. ." Rayuku di telinga kekasihku.
Seperti biasa, wajah Mikhaila praktis memerah saat tersipu malu. Cantik sekali.
"Sudah siap?"
Seruan pendeta sontak mengambil alih fokusku. Padahal aku hendak kembali melontarkan kalimat rayuan. Well, sepertinya aku harus bersabar sampai nanti malam, haha.
"Siap!" Ucapku dan Mikhaila bersamaan.
_______________FIN_______________*
*
*
*
*It's an END y'all...
Sebenernya cerita Markus dan Mikhaila masih ada lanjutannya. Aku buat sequelnya. Tapi nggak tau bakal aku publish lagi atau enggak.
Soalnya aku nggak pede sama buku-buku lamaku. Diksinya acak-adul, kaidah bahasanya juga hancur banget. Gitulah pokoknya, hehe.
Last but not least, makasih banyak buat kalian yang udah mau vote, komen, vote+komen. Karna dukungan kecil dari kalian benar-benar berarti buat aku. I adore you guys ❤❤
18 Mar 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thing About Mark (END)
FanfictionKetika si gadis manja berhasil mengungkap jati diri senior paling galak se-antero raya! CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • 18+ • Harsh words • Semi baku • Lokal • Romance, fluffy, frienship, family