2. Roller Coaster

7.1K 675 27
                                    

"Hiks...hiks.. kesel banget gue! Kesel..!!! Hiks..mamiii.."

"Udah dong darl... dari tadi nangis terus, diliatin kak Henry noh, bentar lagi disamperin pasti"

"Mikha kesel banget, Bas... sama si Markus sialan itu, bisa-bisanya.. bisa-bisanya dia.. hiks"

Mikha menangis sesenggukan dalam pelukan Bastian. Setelah kejadian merayu Markus yang berakhir gagal, Mikha kembali di hukum habis-habisan. Dia kelelahan jiwa dan raga. Kalian pernah merasa lelah sekaligus kesal tapi tidak tahu harus melampiaskan pada siapa, dan akhirnya hanya bisa menangis. Pernah bukan? Itulah yang sedang Mikha rasakan. Baginya Markus sudah sangat keterlaluan mengerjainya, karena satelah penolakan yang diberikan Mikha, lelaki bengis itu mengambil alih peran dalam memberi hukuman. Entah apa yang ada dipikiran Markus, seakan menyiksa Mikhaila sudah seperti keharusan baginya. Alhasil, Mikha si anak Mami merasa semakin tertekan.

"Ya sabar atuh neng geulis... besok juga udah hari terakhir kan? Tahan dikit lagi, sekarang kita pulang, ya? Langit udah gelap banget, bentar lagi ujan" balas Bastian meyakinkan.

"Babas duluan aja, Mikha mau ambil tas dulu di posko panitia, nanti Mikha telpon pak Doni biar di jemput"

"Yakin? Temen-temen udah pada balik, loh... ntar tuan putri nunggu pak sopirnya ditemenin siapa?"

Raut wajah Bastian sedikit ragu dengan perkataan Mikhaila. Bagaimana tidak, jam sudah menunjukkan angka 17.30 waktu setempat, peserta ospek sudah dibubarkan sejak 1 jam yang lalu, dan langit di atas sana juga terlihat mendung.

"It's okay, Babas pulang duluan aja, rumah kita kan beda arah, ntar kasian Babas pulangnya kehujanan naik motor, Mikha berani kok, masih ada kak Fika tuh di posko"

Mikha menunjuk ke arah perempuan yang sedang berdiri di posko panitia bersama senior lainnya. Fika itu salah satu senior yang baik hati, omong-omong.

"Hmm... yaudah deh, Bunda balik ya nak, jaga diri baek-baek, ntar kalo udah sampe rumah kabarin"

"Okiii Bundaa... hehe"

Merasa lucu dengan tingkah Mikhaila, Bastian mencubit gemas kedua pipi berisi gadis itu, lalu lari tunggang-langgang menghindari amukan korbannya. Mikhaila ingin membalas perbuatan Bastian namun gagal. Bastian lebih dulu menghindar. Sialan. Mikha merengut gara-gara rasa sakit di kedua pipinya.

Sebelum pulang, Mikha memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya terlebih dahulu. Dia hanya tidak mau keadaannya yang kacau diketahui oleh Mami dan Papi. Biarpun manja, Mikha bukan anak yang suka mengadu. Sejak dulu selalu begitu. Jika ada temannya yang mengganggu, Mikha selalu diam saja. Gadis itu tidak suka diledeki sebagai anak mami, okayHell no!

"Eh neng Mikha, ada apa cantik?"

Yang bicara barusan adalah Lukas, si senior genit. Mikha tersenyum manis membalas sapaan seniornya. Dia sudah berada di posko panitia untuk mengambil tas. Dan sialnya di sana masih ada Markus. Si bengis itu sedang sibuk memainkan gawainya. Push rank tentu saja, memang apalagi?

"Anu.. kak, itu.. tas Mikha" Mikha menyahut grogi.

"Loh! Kok masih ada maba? Kenapa kamu belum pulang?"

Senior lainnya muncul di tengah-tengah kecanggungan dengan raut kebingungan. Kalau di pikir-pikir memang sudah agak lama sejak pembubaran ospek tadi sore. Well, salahkan saja airmata seorang Mikhaila yang enggan berhenti mengalir.

"Itu.. tadi masih ada keperluan. Sekarang mau pulang kok, kak. Ini mau ambil tas dulu" Sahut Mikha lagi.

"Langit mendung loh, dek. Kamu pulang naik apa?"

The Thing About Mark (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang