Chapter 19: Overthinking

349 64 8
                                    

"Lihat aku. Kamu bener-bener mau kayak gitu?" Jidan kembali bertanya.

"Perasaan seseorang, gak ada yang pernah bertahan lama, Jidan. Aku yakin, kamu akan cepat lupa sama aku dalam beberapa saat, awalnya aja yang mungkin sulit."

"Bahkan kamu gak akan ngasih kesempatan buat aku?" Jidan bertanya dan Roseanne tidak bisa menjawabnya.

"Gak ada yang tahu masa depan sebelum kita mencobanya, kamu bilang gitu, kan?" Jidan kembali bertanya.

Roseanne menatap Jidan dan berusaha setenang mungkin, "aku selalu gak bisa menjanjikan apapun sama siapapun. Terutama tentang masa depan dan tentang perasaan, aku gak mau kamu berharap--"

Jidan menggeleng, "bukan itu maksud aku, hati kamu. Perasaan kamu bagaimana? Jangan bahas masa depan atau apapun, perasaan kamu sekarang. Aku gak peduli masa depan, yang penting perasaan kamu yang sekarang," Jidan menuntut, tangannya beralih menggenggam tangan Roseanne yang terkepal karena gugup.

"Aku anggap diam kamu ini karena kamu gak yakin dengan ucapan kamu barusan, kan?" Jidan kembali melanjutkan setelah Roseanne hanya diam tidak menjawab ucapannya.

"Aku gak mau," Roseanne dengan ragu menatap Jidan.

"Sejujurnya, aku gak mau. Aku mau kamu nunggu aku, walaupun aku gak tahu kedepannya kayak gimana tapi aku gak mau.. pisah," suaranya mengecil diakhir kalimatnya. Roseanne tidak tahu kenapa ia selalu ragu tentang hubungannya dengan Jidan.

Jidan menghembuskan nafasnya dengan lega, "oke. Itu cukup," ia menarik Roseanne kedalam pelukannya.

"Jangan coba-coba lagi buat bikin aku pergi dari kamu, jangan pernah," Jidan mengeratkan pelukannya.

"Kamu sendiri yang bilang gak ada yang tahu masa depan. Jadi, gak ada yang tahu sebelum kita mencobanya, kan? Aku akan coba tunggu kamu, asalkan kamu gak terus coba buat aku pergi dari kamu," Jidan berucap dengan masih memeluk Roseanne.

Jidan sendiri tidak tahu. Tentang Roseanne, ia tidak pernah merasa akan siap berpisah dengannya. Ia tidak yakin ia akan mampu menjalani hubungan jarak jauh, namun untuk Roseanne ia ingin mencobanya.

Roseanne terisak, ia tidak tahu kenapa ia begitu mudah menangis akhir-akhir ini ketika bersama Jidan. Keteguhan hatinya yang selalu berusaha menutupi kelemahannya seolah runtuh ketika bersama Jidan.

"Tapi aku tetep gak punya pilihan," Roseanne berucap dan Jidan mengangguk.

"Aku tahu, aku tunggu kamu. Mau selama apapun itu, tapi jangan kelamaan."

Roseanne terkekeh mendengar ucapan Jidan, ia melepaskan pelukannya secara perlahan.

"Kenapa, kenapa kamu mau tunggu aku? Setahu aku, orang kayak kamu ini gak akan percaya sama hubungan jarak jauh, kan?" Roseanne bertanya. Diam-diam ia berterimakasih karena Jidan tidak memaksanya untuk terus membicarakan ayahnya.

Jidan mengangguk, "aku gak tahu. Aku belum pernah bener-bener menjalani hubungan apapun yang kayak gini, terutama jarak jauh. Tapi apa salahnya coba, kan?" Ia mengangkat bahunya, berusaha tersenyum walaupun sejujurnya dalam hatinya, Jidan ketakutan.

Ia takut Roseanne akan benar-benar pergi darinya. Bukan hanya raga mereka yang jauh, Jidan takut perasaan Roseanne benar-benar meninggalkannya. Ia tidak ingin lagi hal seperti itu terjadi.


***

Setelah beberapa saat pembahasan yang mereka lakukan hanya pembahasan santai, akhirnya Roseanne menatap Jidan dengan serius.

"Aku mau bahas ini sama Jennie, aku beneran gak bisa nunda. Maaf, aku..." Roseanne menghela nafasnya, "perusahaan ini aku bangun dari nol. Aku gak bisa membiarkan semua orang kesusahan karena kesalahan aku."

1111 HEARTBREAKER [Rosékook] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang