02

2.6K 376 5
                                    

Kasus gue selesai dengan hukuman ngebersihin toilet siswa di lantai satu selama tiga hari. Total, ada sepuluh bilik toilet yang harus gue bersihin sepulang sekolah. Pekerjaan gue akan diawasi oleh penjaga sekolah.

Pak Amam memperhatikan gue dengan pandangan prihatin. Tapi gue nyengir bego sambil bilang, "untung nggak di skorsing." Meskipun dalam hati gue nggak menganggap ini sebuah keberuntungan juga. Tapi yaaaa.... Seenggaknya, ini lebih baik.

"iya... tapi, Mas Asa nggak apa-apa kan?"

Gue ngangguk. "emang kenapa?"

Pak Amam menunjuk dahi gue yang sudah dihiasi plester. Masih ada warna ungu memar yang sedikit kentara -tapi gue berhasil menyamarkannya dengan ditutupi poni.

"inimah nggak apa-apa."

"yakin? Nggak pusing?"

Gue diem sebentar. Dibanding pusing, gue lebih ngerasa agak sesak napas sih. Benturan semalam juga menyisakan lebam keunguan di dada. Sedikit sakit kalau narik napas. Tapi... gapapa lah ya. Jadi cowok jangan cengeng banget, kan?

"nggak kok Pak. Aku mah strong!"

Pak Amam merespon dengan tawa. "saya pamit pulang kalau begitu ya, Mas Asa."

"oke Pak Amam. Terimakasih ya sudah mau wakilin Ibu."

Pak Amam tersenyum. Menepuk bahu gue sekilas dan kemudian lalu.

Gue menghela napas dengan sedikit tersendat. Meratapi hari-hari suram dengan tugas membersihkan bilik toilet.


-----


Jam pelajaran gue selanjutnya tuh olahraga. Biasanya, setelah penilaian, anak-anak cowok akan main sendiri untuk menghabiskan sisa waktu jam pelajaran. Sedangkan yang cewek bakalan duluan ke kantin. Atau nontonin anak-anak cowok main sambil bikin snap whatsapp atau instastory. Gue sendiri biasanya memilih untuk ngabisin waktu di perpustakaan sambil nunggu pergantian untuk jam pelajaran selanjutnya. Tapi hari ini, gue diajak gabung buat main futsal -bagian keeper.

"kenapa?"

"kurang orang. Lo keeper." Kata Revan.

Gue menggendikkan bahu. Tapi nurut juga. Karena emang beberapa anak cowok nggak masuk hari ini; dan tidak semua anak cowok cukup atletis untuk bergabung dalam olahraga lanjutan. Jadi, memang kurang orang.

Setelah beberapa menit main, gawang yang gue jaga berkali-kali kena shoot langsung. Untungnya masih bisa di tahan. Salah satunya tendangan nggak ngotak dari Hamdan. Sumpah, itu tendangan pake kaki kiri aja kecepatannya kuat banget. Tangan gue sampe berasa perihnya padahal udah pake sarung tangan. Tapi gue nggak selalu beruntung kan? Karena pas Nino nendang, refleks gue agak berkurang sampai bola itu sukses ngehantam dada.

Gue liat Nino ketawa sama temen-temen yang lain. Tapi anehnya, gue nggak bisa respon apa-apa.

Gue diem sebentar. Blank. Lalu ngerasain dada gue yang sakitnya masya Allah. Perih, panas ngerambat dari dada depan sampai ke punggung. Saking sakitnya, gue ambil napas dari mulut -tapi tetep nggak berasa ada oksigen yang masuk. Kaki gue jadi lemes dan kepala langsung kunang-kunang.

Hal terakhir yang gue inget adalah gue berusaha kuat buat batuk. Tapi nggak lama kemudian, batuk gue keluar darah -terus dunia tiba-tiba gelap.


-----

"lain kali jangan nakut-nakutin gitu, anjing!" itu adalah sapaan pertama yang gue denger saat gue membuka mata. Tidak ada manis-manisnya sama sekali -meski air muka si pengucap menunjukkan raut khawatir.

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang