12

2.4K 350 28
                                    

Irina sedang mengurus beberapa visa bermasalah milik warga negara Indonesia di Singapura saat ponselnya memekik nyaring. Masih dua puluh menit lagi hingga jam kantornya selesai; jadi Irina menunda untuk mengangkat ponselnya yang jelas akan membuat pekerjaannya terbengkalai. Namun ponsel yang terus berdering itu membuat fokusnya terdistraksi beberapa kali. Jadi, Irina memutuskan untuk merubah pengaturan ponselnya ke mode hening dan membiarkan benda seukuran enam inch itu tergeletak di salah satu laci -sementara ia memfokuskan diri pada berkas dihadapannya.



Irina tak menyangka bahwa untuk pertama kalinya, ia menyesali mengabaikan panggilan telepon masuk.



Irina menelepon Reyhan balik saat ia sudah selesai dengan pekerjaannya. Selesai dengan acara kongkow sore di café dekat apartemen yang disewanya selama bekerja di Singapura. Pukul delapan malam waktu Singapura; saat Irina mendengar helaan napas berat Reyhan di seberang telepon.



"kenapa deh?" bingung Irina seraya melemparkan sebelah kaos kaki kotor miliknya saat mendengar Reyhan menghela napas dengan berat usai membalas salam. "sorry, gue baru balik ke apart. Tadi agak hectic di kantor. Jadi HP gue silent dulu."



"sekarang udah di apart? Udah makan?" tanya Reyhan. Sedikit memberi perhatian pada kakak perempuannya yang tengah melanglang buana sendirian di negeri orang.



"udah..." jawab Irina memberi respon seadanya. Perempuan itu menjepit ponselnya di bahu kanan seraya bertukar pakaian dengan setelan yang lebih nyaman sebelum akhirnya merebahkan diri pada single bed miliknya. "Rey... lo udah baca grup belom?"



"grup apa?"



"grup whatsapp keluarga kita lah, njirrr... apalagi emangnya?" decak Irina dengan agak kesal. "emang ada grup whatsapp lain -dimana kita sama sama jadi membernya?" Irina berujar dengan antusias.



Tanpa menunggu jawaban Reyhan, Irina menyambung kalimatnya; "Adek katanya udah OK buat pengobatan di Singapura. Seneng banget gue!!!! Kemarin gue langsung minta bantuan temen kantor buat dapet kontak dokter kenalannya yang kompetensinya cukup bagus. Gue udah cek profil sama track recordnya buat gue rekomendasiin ke Ibu sama Bapak. Tinggal nunggu ACC. Terus -,"



"Kak..." potong Reyhan tiba-tiba.



"hn? Kenapa?" tanya Irina -namun karena Reyhan masih menjeda selama beberapa detik, maka Irina yang tak bisa membendung semangatnya dan balas bercerita lagi, "terus tadi tuh gue ketemu sama temen buat nanyain apartement studio punya dia yang mau di sewain. Tempatnya deket sama rumah sakit yang mau dijadiin rujukan. Makanya gue agak malem sampe apart. Menurut lo, gue cek unit dulu, atau cari apartemen lain dulu buat cadangan -ya... kali aja Mama atau Adek nggak cocok sama unitnya, kan jadi ada opsi lain."



"Kak..."



"Iya.... Kenapa sih, lo? Kak... Kak... mulu dari tadi. Nggak jelas banget." Jengah Irina. "kenapa? Galau? Putus lagi, lo?"



"enggak..."



"terus apa? Yang jelas kek kalau ngomong..."



"Adek masuk ICU." Ujar Reyhan dengan suara pelan. Mencoba untuk tidak membuat Irina panik.



Ponsel Irina jatuh karena gadis itu terduduk dengan tiba-tiba usai mendengar kalimat Reyhan.



"hah?" respon Irina hanya itu. Karena tiba-tiba kepalanya terasa kosong dan dadanya bergemuruh kencang. "gimana -gimana?"



"Adek sekarang di ICU..."



"Rey... sumpah, bercandaan lo nggak lucu banget, anjir!" Irina menangis kecil. "semalem masih balesan whatsapp sama gue, Rey..."

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang