14

2.8K 372 38
                                    

Irina sampai di rumah sakit menjelang malam setelah sebelumnya menyempatkan diri untuk pulang ke rumah demi membersihkan diri. Reyhan batal menjemput karena ia masih terjebak dengan serangkaian meeting. Sehingga Irina memerlukan banyak waktu hanya untuk mendapatkan taksi online.



Wajah Asa nampak lelah dan sayu, namun senyumnya terkembang sempurna saat Irina masuk ke kamar rawatnya dengan pakaian steril. Ia bertukar jaga sejenak dengan Bapak untuk menemui Asa. Membiarkan Bapak sejenak beristirahat untuk makan atau shalat sementara Irina berjaga.



"Kak Na..." ujar Asa seraya mengangkat lengannya. Mencoba menggapai sang kakak yang kemudian melangkah terburu ke arah pembaringan Asa.



"Halo, Adek..." ledek Irina dengan berusaha menahan tangis. Ia sudah mendengar bahwa kondisi Asa sudah lebih baik sekarang ini. Namun sejauh matanya memandang, lebih baik ini tak juga berarti cukup baik. Asa masih terlihat lemah dengan beberapa alat bantu yang menempel tubuhnya.



"kok ngedrop lagi?" Tanya Irina dengan menyusut basah di pipinya. "kan udah janji mau berobat di Singapura biar cepet sembuh."



Asa tertawa -yang disusul dengan batuk kecil. "gak tau..."



"sehat dong..." pinta Irina dengan nada bercanda meski raut wajahnya susah payah menahan air mata yang kian melesak untuk membanjir. "mau ke Universal Studio, kan? Kakak udah janji mau beliin tiketnya buat Adek... tapi Adek harus sehat dulu."



Asa hanya diam. Seraya memegang jemari sang kakak dengan sedikit erat. "kesini sama siapa?"



"sendiri." Ujar Irina. "Reyhan masih di kantor. Nggak bisa jemput..."



"Kakak kalau sibuk juga jangan maksain kesini..." ujar Asa dengan raut sedih. "Asa nggak mau ngerepotin banyak orang..."



Irina menggeleng ribut. "nggak repot. Cuma kesel..." Irina menjeda kalimatnya sejenak sebelum mengambil napas. "Kakak kesel, karena kamu bikin Kakak khawatir. Jangan begini lagi, please... sehat, ya?"



Asa tersenyum kering. "maaf ya..."



"dimaafin. Tapi jangan diulangi." Ujar Irina. "kalau kangen, bilang. Kakak akan pulang. Tapi jangan bikin Kakak khawatir begini."



"iya... nggak lagi-lagi..."



Lalu kemudian sunyi. Irina memijat pelan jemari adiknya yang terasa sangat kecil dalam genggamannya. Bobot tubuh Asa sudah turun drastis. Hanya sekitar 38 kilogram untuk tinggi hampir 160 cm.



"Ibu... diluar?" Tanya Asa ragu.



Irina mengangguk mendengar itu. Ia tidak berbohong. Sebelum memasuki ruang rawat Asa, Irina memang sempat bertemu ibunya yang terduduk dengan diam di area selasar. Memeluk erat perempuan paruh baya yang mulai kehilangan cahaya di sorot matanya. Perempuan yang dihormati Irina itu memendam banyak luka.



"iya... kenapa?"



Asa menggeleng.



"mau kakak panggil untuk temani Adek disini?"



"nggak..." lirih Asa lemah, "kalau Ibu nggak mau, jangan dipaksa. Asa nggak papa..."



Asa akan tunggu. -sambungnya dalam hati.



"kalau Bang Rey?"



"masih meeting kayaknya. Lagi hectic banget di kantornya..." jelas Irina. "Adek butuh sesuatu, kah?"



"Asa ada titip sesuatu sama Abang..."



"apa?"



Asa menggeleng kecil; enggan menjawab. "Kak..."

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang