03

2.2K 344 6
                                    

"kamu mau saya gimana??" Ginatri Rahayu -enam belas tahun lalu bertanya dengan air mata pada suaminya. Memasang wajah lelah atas semua ketidakberuntungan yang terjadi dalam hidupnya.



Erwin Haringga, pria yang merupakan suami Gina itu terdiam kaku. Nampak bersiap menghancurkan apapun yang ada di sekelilingnya -meski dengan sekuat tenaga ditahannya segala gejolak emosi itu. Matanya menatap nanar pada tiga buah testpack yang menghasilkan dua garis keunguan. Dunianya resmi kian gonjang-ganjing.



"apakah kamu masih bisa menatap saya sebagai istri yang kamu cintai setelah ini terjadi?"



Erwin masih berkeras dengan keterdiamannya. Karena ia sendiri tidak punya jawaban pasti bagaimana ia akan menatap istrinya setelah ini. Bohong, kalau Erwin bisa melupa dengan mudahnya. Perempuan yang dicintainya pernah disentuh orang lain -yang membuatnya nampak tidak terhormat. Dan kini, ia dihadapkan pada kenyataan bahwa istrinya hamil, kemudian. Apakah Erwin bisa dengan legowo menerima itu semua? Tidak. Tapi ia juga tidak bisa bersikap jahat dengan berdoa agar janin itu gugur.



Sudah sejak lama mereka menunggu untuk kembali memiliki momongan. Terlebih ketika Reyhan -anak mereka yang nomor dua beranjak besar dan tak lagi suka bermanja pada orangtuanya. Mereka menunggu untuk anak ketiga. Namun kenapa kado bahagia itu datang setelah sebuah situasi tidak terduga?



Kehamilan Gina justru terkonfirmasi setelah perempuan itu mengalami pemerkosaan dengan kasus yang masih bergulir di kepolisian. Erwin bingung; meragukan apakah janin dalam rahim istrinya itu milik si pria asing atau justru miliknya.



"aku anggap diam mu adalah jawaban." Ucap Gina. Ia meraih satu strip obat dan membuka semua isinya dan mencoba menenggaknya dengan satu kali percobaan -sebelum Erwin dengan refleksnya menepis tangan Gina hingga membuat obat-obat itu berceceran di lantai.



"jangan gila!" air mata Erwin jatuh juga, "bagaimana kalau ternyata calon anak yang kamu kandung ini ternyata anak saya? Saya nggak bisa membiarkan anak itu mati begitu saja!"



"lalu bagaimana jika yang saya kandung adalah anak bajingan itu? Apa kamu pikir saya akan bisa menghadapi kenyataan itu?" Gina memandang tajam suaminya, "dia akan jadi aib saya seumur hidup..."



"aib...." Perempuan yang yang memiliki beberapa kerutan di sudut matanya itu tertawa miris seraya mematut pantulan dirinya di cermin.



Kilas balik tentang masalalunya itu tiba-tiba berkelebat begitu saja. Menyeret ingatannya pada kejadian paling gelap dalam hidupnya. Menyisakan aib yang tidak terhapuskan.



"harusnya saya mati saja hari itu..." keluh Gina. Ia menangkup kasar wajahnya yang mulai dijejaki air mata. "kenapa saya harus hidup dengan masalalu buruk seperti ini? Saya jijik sama diri saya sendiri..."



'dia bilang Asa kena AIDS karena Ibu Asa pelacur. Asa marah karena dia ngatain Ibu!' -teriakan putra bungsunya itu terngiang lagi. Jujur, setiap kali dunia berubah tidak adil untuknya, Gina ingin menyalahkan si bungsu. Semuanya berjalan tidak sempurna sejak kehadirannya ke dunia. Tatapan tajam, kalimat kasar, sebagian mengiba untuk ketidakberuntungan yang dialaminya, namun sebagian lainnya menyumpah. Membuat Gina merasa amat kotor.



"saya bukan pelacur... saya bukan orang jahat..." lirih Gina diantara tangisnya.



'seandainya Asa nggak pernah ada, orang-orang nggak akan ada yang ngatain ibu dengan sebutan seburuk itu.'

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang