16

4.4K 409 54
                                    

Sepagian, banyak tamu yang berkunjung. Karyawan Bapak di toko, beberapa perwakilan dari kantor Ibu, juga beberapa guru Asa di sekolah. Ah, perwakilan dari RT dan ketua lingkungan juga menyempatkan menjenguk Asa juga Ibu yang dirawat di rumah sakit yang sama. Pak Amam sempat datang untuk sekedar membawa baju ganti dan beberapa makanan yang dimasak istrinya untuk Bapak dan keluarga.  Dalam situasi seperti ini, beliau agaknya mengerti bahwa keluarga dekat seringkali kehilangan selera; namun Pak Amam tidak ingin mereka tumbang karena kelelahan.

Kehadiran tamu-tamu itu baru mulai sepi saat hari menjelang petang. Pada masa itu, keluarga kecil mereka baru benar-benar meratapi keadaan.

Bapak menunggui Ibu di salah satu kamar rawat di ruang kelas I. Sedangkan Reyhan dan Irina berjaga di depan ruang ICU. Tak berani masuk; khawatir akan jatuh terpuruk menyaksikan kondisi Asa yang kini sangat menyedihkan.

“jadi gimana?” lirih Irina yang berdiri tegak seraya memandang Asa dari balik kaca. Air matanya memang mengalir deras tanpa bisa dicegah.

“seperti yang dibilang sebelumnya; bahwa pihak rumah sakit menyerahkan keputusannya pada pihak keluarga.”

“apa itu artinya, alat bantu Adek bakal di lepas?”

Reyhan memandang kakak perempuannya. “lo bisa ikhlasin dia pergi, Kak?”

Irina menggeleng. Reyhan memahami, karena ia pun akan memberi respon serupa. Siapa yang bisa bermurah hati melepas saudara dekatnya pergi ke dimensi berbeda?

Asa mungkin bukan saudara sedarah. Tapi ia saudara sekandung.

Bersama Irina, Reyhan kecil lebih sering berdebat. Kakak tertuanya adalah tukang ngatur, tidak mau mengalah dan cengeng. Jarak usia mereka yang tak terpaut jauh lebih sering membuat Reyhan dan Irina bertengkar. Tapi bersama Asa, Reyhan bertransformasi menjadi seorang pelindung, kakak lelaki yang dihormati dan dikagumi.

Hal itu pula dirasakan Irina. Bersama Reyhan, Irina lebih sering merasa jiwa kompetitifnya mencuat tinggi. Reyhan punya ego anak laki-laki, sedangkan Irina punya ego seorang sulung yang tidak ingin dilangkahi. Tapi Asa hadir sebagai bocah penurut yang selalu mendengarkan apa yang Irina katakan. Asa tumbuh dengan menatap punggung Irina sebagai pengganti Ibu yang saat itu sakit dan selalu sibuk dengan pekerjaan.

Lebih dari orang tuanya; Irina, Reyhan dan Asa punya ikatan yang tidak bisa di jabarkan.

Jadi bagaimana bentuk ikhlas yang harus mereka gambarkan untuk meridhoi kehilangan?

Reyhan termenung sejenak. Lalu ia teringat sesuatu, “kemarin, Adek minta dibawain baju baru.” Cerita Reyhan membuat Irina terdiam mendengarkan.

“dia bilang, dia udah beli baju baru dan belum dipakai. Dia taruh baju itu di lemari dalam kresek. Minta gue bawa –karena dia mau pake.”

“gue tadinya lupa. Sampai lo chat gue soal ini. Jadi dari kantor, gue balik dulu ke rumah. Nyari-nyari itu baju dalam kresek.”

“gue pikir, itu bener-bener baju baru. Sampai gue nemu kresek yang di maksud, dan buka isinya… gue sadar. Bahwa itu adalah kain kafan yang masih putih bersih yang udah dipotong jadi beberapa bagian. Jumlah helai kainnya pas untuk membungkus mayit laki-laki.”

Irina tergagu. Air matanya kian deras meski tak ada morfem maupun fonem yang terlontar dari bibirnya.

“Asa… Adek kesayangan kita mungkin sudah memberikan kita clue untuk izin pamit.”

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang