11

3K 322 10
                                    

Roda blankar itu didorong dengan berisik di sepanjang lorong UGD. Remaja tanggung yang berada di atasnya sudah nampak kehilangan kesadaran saat perawat jaga memasangkan sekantung infus dan menukar nasal kanul miliknya dengan masker oksigen untuk mengalirkan oksigen dengan lebih baik.

Ibu menautkan jemarinya yang masih gemetar. Tubuhnya bersandar pada Bapak dalam peluk. Ada banyak doa yang dirapalkan dalam hening yang merangkak naik. Entah mengapa, sesuatu yang tak menyenangkan bergejolak dalam dadanya.

"Asa nggak papa kan, Pak?" bibir gemetar Ibu bertanya dengan lirih.

Namun Bapak hanya mampu memberikan pelukan dengan lebih erat sebagai jawaban.

Tiga puluh menit penuh waktu yang dibutuhkan dokter jaga di UGD untuk menangani Asa. Seorang dokter jaga datang menghampiri Bapak dan Ibu, bersama seorang perawat dengan map di tangan.

"wali dari Asa Hanggriawan?" sang dokter memastikan.

Bapak mengangguk. "gimana keadaan putra saya, dokter?"

"di rawat inap ya, Pak." Ujar sang dokter. Ia berdehem sejenak, membaca catatan yang dibawa perawat. "di database rumah sakit, Asa ini terdata sebagai pasiennya dokter Yulius, spesialis onkologi, betul?"

"iya, dok. Asa pernah jadi pasiennya dokter Pandu juga, pulmonology dan respiratory."

Dokter ber-snelli putih itu mengangguk, "ini indikasi efusi pleura, Pak... Bu... ada penumpukan cairan di paru-paru, itulah sebabnya Asa kesulitan bernafas. Cukup berbahaya bila tidak di tangani segera. Jadi, tindakan medis yang mungkin akan dilakukan setelah ini adalah pemasangan chest tube. Nanti di sela rusuknya sedikit disayat untuk memasukkan selang, biar cairan di paru-parunya bisa di keluarkan. Kalau wali pasien menyetujui tindakan, bisa langsung menandatangani surat persetujuan."

Bapak mengangguk kecil mendengar penjelasan dari sang dokter. "apakah tindakan medis ini berbahaya? Maksudnya... saya khawatir..."

"mungkin keberadaan selangnya akan cukup mengganggu karena agak besar. Jadi pasien harus hati-hati." Terang sang dokter, "saya sudah kasih catatan di rekam medisnya Asa. Nanti, sama dokter Yulius biar jadi bahan pertimbangan untuk tindakan medis selanjutnya."

"ada yang serius?" kali ini Ibu yang bersuara. Jemarinya masih bertaut dengan sang suami. Saling memberikan kekuatan.

"respon motorik pasien cukup lambat. Sebelum adanya pemeriksaan menyeluruh, saya nggak bisa menegakkan diagnosa. Namun saya khawatir, ini bukan efek samping karena kekurangan oksigen pasca gagal nafas barusan -terlebih, pasien punya riwayat kanker."

"maksud dokter gimana?"

"mengamati kondisi pasien serta catatan medis yang ada, saya khawatir bahwa kanker yang di derita pasien sudah menyerang bagian otak. Maka dari itu, saya menyarankan pemeriksaan secara menyeluruh untuk Asa."

Ibu nyaris jatuh mendengar kalimat dokter itu. Hari masih terlalu dini, namun kenyataan telah menamparnya semenyakitkan ini.

"untuk sementara, Asa akan di tempatkan di ICU dan dalam pantauan ketat tim dokter."

Bapak mengangguk lemah, "terimakasih penjelasannya, dok."

Dokter muda itu menepuk pelan lengan Bapak. Menyalurkan rasa simpati saat menatap Bapak yang kuat-kuat menahan air mata.

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang