08

2.3K 324 22
                                    

Seminggu terakhir, Asa memang kerap pulang diatas pukul tujuh malam. Bukannya apa, Asa selalu pulang sudah dalam keadaan kelelahan dan terus terbatuk semalaman. Lalu esoknya, bersikap biasa saja -dan melenggang santai pergi ke sekolah. Padahal Bapak dan Ibu tidur dengan khawatir sepanjang malam. Takut tiba-tiba Asa kolaps -atau terjadi hal buruk lainnya.

Hal itu memancing kemarahan Ibu. Ibu menuding Asa keluyuran; terlibat pergaulan tidak benar atau semacamnya. Namun Asa selalu berkilah, bahwa ia punya tugas kelompok yang perlu diselesaikan. Hingga akhirnya nyaris setiap malam mereka berdebat dan berakhir dengan Asa yang meminta maaf dan pergi ke kamarnya untuk mengurung diri.

Bapak sadar, istrinya bukanlah marah. Ia hanya khawatir -meski kerap kali kekhawatirannya itu terdengar menusuk telinga. Bapak sendiri pun sama khawatirnya. Namun beliau lebih banyak diam memperhatikan -karena Asa yang nampak mengambil jarak menjauh darinya. Bapak menahan diri untuk bertanya -karena beliau takut tidak bisa menahan emosi jika jawaban yang dilontarkan Asa tidak sesuai dengan keinginannya.

"ngelayap kemana lagi, kamu?" tanya Ibu di teras rumah saat mendapati Asa baru sampai rumah jam setengah sepuluh malam.

"dari rumah teman."

"sampai malam begini?" tajam suara Ibu menusuk gendang telinga, "orang tua temanmu tak acuh sekali membiarkan anak SMP main dirumahnya sampai malam begini?"

Asa menatap Ibu. Pandangannya sedih, meski bibirnya menarik senyum asimetris, "tumben sekali Ibu peduli?" sindirnya, "biasanya Ibu tidak pernah ingin tau aku ada di rumah atau enggak. Selama eksistensiku tidak mengganggu Ibu, Ibu nggak pernah peduli. Kenapa sekarang bersikap perhatian?"

Tatap Ibu memicing marah. Bersiap melontarkan amarahnya. Namun Bapak yang tiba-tiba muncul dari dalam menyela perdebatan mereka; "begitu adabmu bicara sama yang lebih tua?" tegur Bapak.

Asa diam, menarik napas panjang sebelum berujar lirih. "maaf..."

"Ibumu bertanya karena khawatir, Dek. Adek pulangnya malam terus dan bilang belajar kelompok. Tapi Bapak dan Ibu nggak pernah tau teman yang mana yang kamu maksud. Kami khawatir karena kamu selalu pulang dalam kondisi kelelahan dan batuk sepanjang malam. Kami takut kamu kenapa-napa."

"tapi Asa nggak kenapa-napa, kan!" ujar Asa jengah. "Asa nggak keluyuran seperti yang Ibu pikir. Asa cukup tau diri kok untuk nggak ngabisin uang Ibu sama Bapak. Asa juga nggak bertingkah hal-hal jelek yang akan bikin Bapak dan Ibu malu -kalau itu yang kalian takutin."

"kamu salah paham!"

"salah pahamnya dimana?" kesal Asa. Tubuhnya lelah dan ia butuh istirahat. Kepalanya mulai pening, namun Bapak dan Ibu yang terus bertanya membuatnya kesal. "aku selalu kasih kabar kalau mau pulang terlambat. Lagipula aku pergi sama Pak Amam. Bahkan kalau Bapak sama Ibu nggak bisa percaya sama aku, seenggaknya kalian bisa percaya bahwa Pak Amam nggak akan bawa aku ke tempat yang bawa pengaruh buruk."

"kan? Kalau ditanyain selalu begini. Kamu nggak pernah jelas pergi kemana. Gimana Bapak sama Ibu nggak curiga?"

"Asa udah jelasin sama Bapak dan Ibu, kalau Asa memang belajar kelompok." Asa tidak bohong. Sepulang sekolah, ia memang kadang membantu temannya mengerjakan tugas. Dan melakukan beberapa kegiatan lain sebelum berkunjung ke tempat Nino untuk ikut acara tahlilan. "tapi hari ini Asa pulang lebih malam karena Asa lupa, punya tugas seni budaya. Disuruh nyari kain buat praktek jahit bikin taplak meja. Asa keliling cari toko kain yang masih buka." Jawab Asa seraya mengangkat kresek hitam ditangan. Mengeluarkan salah satu bungkusan berisi selembar kain berwarna mustard.

"maaf kalau Asa bikin Bapak sama Ibu khawatir. Bikin jam istirahat kalian berkurang karena nungguin Asa." Asa berujar dengan mata sedikit berkaca, "tapi Asa nggak pernah ngelakuin hal buruk di belakang kalian. Asa cukup tau diri untuk nggak bikin Bapak sama Ibu malu lebih dari ini."

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang