REPACKAGE [A]

1.5K 223 33
                                    

⚠️WARNING⚠️
mohon untuk mencari posisi nyaman saat membaca
tidak disarankan di baca di jam kerja maupun saat berkendara

Mari mundur sejenak, pada tiga tahun lalu.

Ketika pengumuman tentang berpulangnya Asa diserukan oleh Bapak Kepala Sekolah, dan air mata jatuh sebagai bentuk luka maha dahsyat yang tak mampu diisyaratkan kata. Remuk yang bercokol dalam dada terasa mengganjal di tenggorokan. Nino rasanya ingin berlari dari sekolah untuk bergegas ke rumah Asa. Meminta konfirmasi tentang mimpi buruk yang terasa begitu nyata. Tapi peluk erat Hamdan dan kalimat penenang dari Revan menahannya dengan kuat. Sedangkan teman sekelas yang lain kebingungan dengan kenyataan yang tiba-tiba. Mereka tau Asa sedang sakit, namun tidak menduga bahwa malaikat maut akan menghampiri di usia muda. Definisi bahwa jadwal pulang memang tak mengenal usia.

Seusai jumatan disekolah, para guru sepakat mengirimkan perwakilan untuk bertakziyah. Tadinya, teman sekelas Asa akan diambil perwakilan dua orang untuk takziyah dengan mengikut rombongan guru. Namun kumpulan para remaja tanggung itu menolak. Mereka sepakat untuk ke rumah duka bersama. Sekelas. Bahkan ditambah dengan beberapa anak kelas lain yang memang dekat dengan Asa. Sehingga beberapa guru membantu untuk menyewa empat unit angkot demi mengangkut anak-anak itu.

Rumah duka ternyata sudah ramai pelayat. Namun jenazah Asa masih belum datang dari rumah sakit. Hanya nampak Pak Amam dan beberapa perangkat pengurus lingkungan yang tengah sibuk wara-wiri menyiapkan segala sesuatunya. Menyamankan para pelayat yang hadir di rumah duka.

Lalu saat tak lama sirine kereta jenazah terdengar, beberapa pelayat menyingkir memberi jalan. Memudahkan jenazah Asa ditandu ke area rumah dengan ditutupi selembar kain jarit. Jenazah Asa memang tiba dalam keadaan belum di mandikan, karena Reyhan berkeras bahwa Asa sudah mempersiapkan kebutuhannya sendiri di rumah. Jadi proses memandikan jenazah itu dilaksanakan di area yang agak kosong di samping rumah. Ya,,, potongan kain mori itu akhirnya dikenakan Asa. Membalut raganya yang kini tanpa nyawa. Wangi, bersih dan tampan.

Sejujurnya, saat jenazah Asa selesai dimandikan dan disemayamkan di area rumah sebelum dimakamkan, Nino ingin berlari merengkuh jasad itu. Memeluknya erat demi menagih janji. Mana yang katanya mau lulus bersama? Mana yang katanya mau masuk 81 sama-sama? Nyatanya Asa sudah selesai dengan perjuangannya sendiri. Membuat Nino merasa ditinggalkan. Tapi menatap bagaimana raut wajah hancur kedua orang tua Asa,  Nino merasa tidak berhak. Ia tidak ingin menambah beban luka kehilangan dengan histeris dihadapan keluarga yang ditinggalkan. Jadi Nino hanya mendekat, mengusap pipi dingin sahabatnya itu dan berbisik pelan; “udah nggak sakit lagi ya, sekarang…. Makasih ya, udah mau jadi teman gue…”

Hanya itu. hanya kalimat itu yang mampu Nino ucapkan sebelum turut mengantarkan Asa ke peristirahatan terakhirnya bersama beberapa pelayat yang lain.


***


Bapak dan Ibu hanya duduk menandangi jenazah putra kecilnya yang masih disemayamkan di rumah. Mereka saling memeluk satu sama lain seraya menghadapi ratusan pelayat yang datang silih berganti. Menyampaikan duka dan bela sungkawa. Banyak dari mereka yang tidak Ibu dan Bapak kenal; namun mereka mengenal Asa dengan cukup baik seraya menyampaikan perasaan kehilangan. Mengutarakan beberapa kebaikan yang sempat Asa tinggalkan untuk mereka kenang dalam ingatan.

Seorang teman lama menjabat tangan Ibu dan mendekap erat Bapak.

“makasih sudah datang, Liem…” ujar Bapak pada teman lamanya itu. “dapat kabar dari mana?”

“status whatsapp-nya Reyhan.” Katanya dengan nada suara gemetar. “tega kamu nggak kabari saya kalau putramu sejak kemarin dirawat.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHRYSANTHEMUM || NJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang