04 The Peace Partner

761 149 14
                                    


              SEBENARNYA apa yang dikatakan Hyuuga Hinata beberapa hari yang lalu agaknya membuat Uchiha Sasuke kembali merenungi tentang sikapnya sendiri, tetapi bukan tentang kesadaran. Sasuke merasa bahwa Hinata telah menginjak-injak harga dirinya, emosinya kembali menyeruak, hatinya panas bahkan ia ingin meledak-ledak dengan segala hal yang terasa begitu curam dengan takdirnya, tentu saja Sasuke denial―menolak kebenaran yang seharusnya ada.

Tapi jika ucapan Hinata memang benar, bahwa segalanya hanya tentang ia yang ingin diperhatikan oleh ayahnya yang seorang Dewa Perang, apakah sekarang Ares sudah melihat prestasinya? Apakah Ares tahu kebenaran segala keringat yang menetes di dahinya juga apakah Ares mengerti bahwa validasi yang Sasuke inginkan hanyalah dari kehadiran sosok dan perkataan yang keluar dari mulut Dewa Perang itu.

Sekarang Sasuke memandang Hinata dengan jengah yang duduk di sampingnya―masih bersikap tenang seperti biasa layaknya Putri Athena. Mengerjakan catatannya dan mendengarkan penjelasan Sir Asuma tentang Aphrodisias―sebuah kota Helenistik Yunani kuno kecil di kawasan kebudayaan bersejarah Caria, barat Anatolia, Turki. Sir Asuma sebagai guru sejarah, menjelaskan kota tersebut yang terletak di dekat desa modern Geyre, sekitar 100 km dari timur atau tanah dalam pesisir Laut Aegea, dan 230 km dari tenggara Izmir. Sebagai seorang demigod, sudah sepantasnya mereka mengetahui sejarah mengenai Yunani dan segala macamnya termasuk kota Aphrodisias. Situs kota ini terdiri dari dua komponen yaitu sebagai situs arkeologi Aphrodisias dan sebagai tambang marmer di timur laut kota. Kuil Aphrodite itu terkenal akan kekayaannya yang berasal dari tambang marmer dan seni yang dihasilkan oleh pematungnya. Hingga sekarang Aphrodisias masih menjadi situs yang sering dikunjungi, menjadi salah satu hal bersejarah bagi UNESCO World Heritage Centre di tengah dunia manusia fana, kendati para demigod sebenarnya hanya menganggap bahwa Kuil Aphrodite itu tak berbeda jauh dengan kuil yang ada di perkemahan mereka, sudah biasa mereka melihatnya dan tidak terlalu menarik lagi.

Berkat ramalan oracle yang memuakkan itu, sekarang Sasuke dan Hinata harus berada di tempat yang sama―mereka menjadi teman sebangku, sampai beberapa hari ke depan, mungkin sampai pernikahan mereka dilaksanakan. "Sial." Memikirkan hal itu kembali agaknya membuat Sasuke kesal bukan main, ia berakhir melirik Hinata yang kini menghentikan gerakan menulisnya.

"Apakah kau suka menggerutu sepanjang waktu, Sasuke?" Hinata bertanya dengan tak percaya.

"Bukan urusanmu."

"Tentu saja itu menjadi urusanku." Hinata kembali berujar lirih―mencoba berhati-hati agar Sir Asuma tak mendengarkan percakapan mereka. "Jika kau terus-terusan mengeluh seperti anak kecil, itu akan mengganggu konsentrasiku." Ujar Hinata lagi, ia melirik Shikamaru yang kini duduk dengan Sai, karena Sasuke sudah duduk dengannya―mereka ditukar.

Bahkan banyak demigod yang merasa tak senang dengan keputusan ini, salah satunya Ino yang sejak tadi bergantian memandangi punggung Shikamaru juga wajah Hinata dengan kecemburuan tinggi. Ino hanya berpikir akan lebih baik Sai, kekasihnya itu duduk dengan Sasuke―saudaranya seperti dulu, ketimbang dengan Shikamaru yang berasal dari Pondok 6 atau seharusnya dengannya saja. Sudah menjadi pengetahuan seluruh warga Half-Blood Camp bagaimana posesif sikap Ino sebagai seorang kekasih.

"Kecerdasan seseorang tidak hanya diukur dari angka-angka itu." Sasuke menyeletuk kendati wajahnya masih datar mendengarkan penjelasan Sir Asuma.

Hinata tahu apa yang dikatakan Sasuke memang benar, nilai-nilai itu hanya diciptakan kehidupan akademi untuk membuat para demigod lebih giat belajar, sama halnya dengan nilai-nilai rapor dalam setiap mata pelajaran di dunia manusia fana, tetapi memangnya siapa Hinata? Ia demigod yang hidup dalam lingkup sosial, bagaimana mungkin ia harus merubah ketetapan yang sudah tetap berlaku di dalam kehidupan sosial ini? Kenapa ia harus menolak peraturan yang ada hanya untuk memuaskan kegagalannya? Kritikan Sasuke sangat berdasar, bahkan bisa Hinata terima dengan baik, tapi bagi Hinata apa salahnya mendapatkan nilai bagus untuk bisa memotivasi belajarnya? Apakah hanya karena nilai bukanlah satu-satunya tolak ukur kecerdasan seseorang, hal itu dapat menormalisasikan dirinya untuk bersikap malas-malasan?

The Political Marriage of DemigodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang