6.

760 92 3
                                    

Happy Reading

*****

Jiwa dan Yasmin mengajak kelima sahabatnya untuk berkunjung ke kediaman keluarga Daniswara. Minus Ghaida, 6 orang termasuk Gerald dan Jewe telah berkumpul untuk sekedar melepas penat setelah 3 hari melaksanakan kegiatan MPLS.

8 bungkus mie instan kuah rasa ayam bawang dan 4 butir telur menjadi hidangan teman cerita. Meski waktu telah menunjukkan pukul 8 lebih 15 menit, es jeruk tetap wajib disediakan oleh si empu rumah.

"Rumah lo ada saus kagak Wa?" Tanya Juan setengah berteriak. Pasalnya Jiwa baru saja pergi meninggalkan dapur menuju ruang tengah sembari membawa sepanci besar mie instan.

"Cari aja di atas meja makan," balas Raden Jiwa Daniswara balik berteriak. "Sekalian lo bawa kesini kecap, bon cabe, sama pangsitnya Ju!" Lanjut pemilik rumah memerintah.

Juan nampak tidak keberatan dengan titahan Jiwa tadi. Langkahnya ia bawa ke meja makan untuk mencari barang-barang yang hendak lelaki itu bawa ke ruang tengah.

Sementara di teras rumah ada Jeanette yang tengah asik bertukar via suara dengan Ghaida Nathania. Gadis yang selalu absen setiap sahabat-sahabatnya mengajak berkumpul seperti malam hari ini.

"Jadi Jane satu sekolah sama kalian?" Setelah Jewe selesai bercerita, Ghaida mulai bertanya perihal gadis yang datang kembali setelah menorehkan luka pada Juanda Siregar.

"Sorry baru bilang sekarang." Gadis itu tertunduk menatap jari-jari kaki yang sedari tadi digesekan dengan dinginnya lantai.

Ghaida terkekeh pelan, "it's okay, gue ngerti kok. Tapi untuk masalah ini gue minta biar gue aja yang nyampein ke Juan," pintanya lemah. Jewe merasakan keputusasaan dalam setiap hembusan nafas yang terdengar dari seberang sana.

"Iya. Dari awal emang gue mau nyerahin masalah ini ke elo. Karna cuma elo yang paling tau Juan."

Helaan nafas dihembuskan begitu keras, Ghaida sepertinya tengah frustasi akibat berita yang baru saja disampaikannya itu.

"Gue takut gak bisa sampein cerita ini ke Juan, Je," cicitnya pelan hampir terendam oleh hembusan angin. "Gue takut jadi egois. Gue takut Juan bakal balik ke Jane yang jelas-jelas udah ninggalin dia gitu aja."

"Da, gue gak mau lo stress cuma karena masalah ini. Sekarang tutup buku-buku lo, terus pergi tidur! Malem ini gak perlu belajar dulu!" Tandasnya kepada gadis yang sering overthinking berlebihan tersebut.

"Tapi Je-"

"Pliss, dengerin gue sekali ini aja! Gue tutup telponnya," ujar si cantik berpamitan untuk mengakhiri sambungan telepon.

Jewe menghela nafas gusar. Kehadiran seseorang di masa lalu yang kisahnya belum usai nampaknya membuat rumit hubungan antar dua insan manusia. Ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Jane, karena disini Juan dan Ghaida juga sama pengecutnya.

"Ghaida kenapa stress? Ada masalah lagi sama nyokapnya?" Suara lelaki dari arah belakang mengangetkan Jewe yang tengah khidmat mencari solusi. Refleks gadis Widjaja menoleh ke sumber suara dan mendapati Juan yang berdiri sembari menyenderkan punggungnya ke pintu.

'Mampus! Jangan-jangan Juan denger obrolan gue sama Ghaida di telepon tadi,' batinnya tidak tenang. Otaknya telah menyiapkan berbagai jawaban, jaga-jaga kalau lelaki manis dengan marga Siregar itu mengajukan pertanyaan.

"Kok diem?" Tegur Juan saat Jewe menutup rapat-rapat bibirnya. "Eh, kenapa Ju? Sorry-sorry gue lagi gak fokus." Sontak Jewe memberi alasan kala dia terpergok sedang melamun.

"Ghaida kenapa stress? Ada masalah lagi sama nyokapnya?" Juan mencoba sabar untuk mengulang kembali pertanyaan yang tadi dia ajukan kepada gadis Widjaja.

[✓] Teenagers | HaruyyihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang