Epilog

1K 112 53
                                    

Happy Reading

*****

Seorang perempuan cantik bersurai hitam sepunggung duduk di atas pasir pantai salah satu pulau di pesisir Jakarta. Setelah berhari-hari langit kelam menjadi background ibukota, kini birunya angkasa mewarnai hari agar Jakarta tak menumpahkan keluh kesahnya kembali.

Rambut sepekat malam miliknya menari-nari akibat hembusan angin. Matanya terpejam kala suara gitar mulai dipetik bersamaan sinar matahari sore yang menimpa paras ayunya.

Alasannya kemari karena dipaksa Gerald yang hendak merayakan pesta ulang tahun salah satu sahabatnya. Lagipula, ia juga ingin berlari sejauh mungkin dari peliknya kenyataan. Melupakan pahitnya kehidupan kala tak selaras dengan ribuan harapan yang disemogakan.

Pertunjukan kecil yang dipersiapkan sahabat-sahabat Gerald sebagai kejutan tengah digelar. Perempuan cantik nan manis membawakan lagu milik Tulus - Monokrom. Mengobati rasa sesak di dalam hatinya yang semula begitu terasa pilu.

"Mau makan apa biar gue ambilin?" Tanya Gerald, menyusul Bella yang tengah duduk sendirian di bibir pantai.

"Nanti aja, gue belom laper," jawabnya jujur. Tatapan matanya masih setia menatap sahabat-sahabat Gerald yang tengah menari diiringi deburan ombak. Selain dirinya, ada Gema dan Yaya yang diajak bergabung merayakan ulang tahun Yasmin ke-18 tahun.

"Kalo gue pinjem Gerald 15 menit buat nemenin gue disini, bakal dimarahin gak sama temen-temen lo?" Tanya Bella seraya meletakkan kepalanya di atas pundak sang kekasih.

Lukanya belum sembuh. Senyumnya terkadang masih terulas karena paksaan. Bella masih butuh waktu untuk menyembuhkan segala rasa sakit pada hatinya. Dan Gerald salah satu obat penawar kala ia merasa dunianya sedang tak baik-baik saja.

"Mau dipinjem buat 70 tahun kedepan juga gak masalah," kelakarnya seraya merangkul bahu sempit Arabella. Beberapa menit hening, karena Bella memilih diam sembari menghitung deburan ombak yang datang.

"Kak Thea gimana?"

"Ya gak gimana-mana," balas Bella singkat. Setelah hari dimana Ina pergi meninggalkan mereka semua, si sulung memutuskan untuk kembali tinggal di Jakarta menemani si bungsu. Mulai belajar sedikit demi sedikit tentang pekerjaan mamanya di bawah pengawasan Salsa. Kebetulan ia telah merampungkan S1-nya di bulan Oktober lalu. Sedang Kemal masih harus menyelesaikan kuliahnya beberapa tahun lagi di Jogja sebelum menyusul Thea kembali ke tanah kelahirannya.

"Jangan-jangan gak lo ajak ngobrol selama dia pindah kesini?" Tanyanya curiga.

"Kalo lagi mood gue aja ngobrol kok," jawab gadis itu cuek. Sekeras apapun ia mencoba berdamai dengan keadaan, memaafkan kakak-kakaknya bukan perkara mudah. Bella tidak suka dipaksa, jadi ia ingin bertahap sampai titik dimana hubungannya dengan Thea atau Kemal kembali seperti dulu lagi.

"Gapapa, pelan-pelan aja." Si bungsu mengulas senyum tipis. Bersyukur karena Gerald selalu paham isi hati dan pikirannya. Mendukung segala keputusannya jika itu benar, dan menasehatinya kalau ia salah melangkah. Lelaki itu tidak pernah menghakiminya. Dan Bella menyukai satu hal tersebut.

"Gue kangen papa." Meski lirih, suara sang kekasih masih cukup jelas masuk ke dalam gendang telinga Gerald. "Papa kira-kira mau gak ya kalo gue ajak nginep di rumah dua hari?" Sambungnya lagi.

Bella merindukan sang papa. Merindukan kasih sayang orangtuanya. Sekadar pelukan hangat pun tak masalah jika beliau memang tidak bisa meluangkan waktunya barang sehari.

"Nanti biar gue bilang bang Kemal buat sampein ini ke papa lo."

Bella menegakkan tubuhnya. Menatap netra Gerald yang selalu berhasil membuatnya jatuh berkali-kali. Entah muncul dari mana keberaniannya untuk memberikan kecupan singkat pada pipi kanan sang kekasih, yang membuat Gerald diam terpaku beberapa detik.

Bella tersenyum tipis sembari bergumam ucapan terimakasih kepada Gerald yang selalu mengerti apa kemauannya.

"Heh, kalian bukannya bantuin masak malah enak-enakan mojok ya?!" Jewe mengangkat penjepit makanan ke arah keduanya. Siap mengejar dua sejoli tersebut, tetapi Gerald lebih dulu menarik Bella menjauh agar terhindar dari amukan sahabat-sahabatnya.

"Berhenti lo Gerald!" Pekik Jiwa kencang, ia berada di barisan terdepan, siap untuk menganiaya sang karib.

Disaksikan sang surya yang hampir tenggelam, Bella melirik sekilas kedua jari-jemari mereka yang saling terkunci. Tersenyum tipis saat merasakan betapa beruntungnya dia karena dicintai oleh Vincent Geraldo. Lelaki yang menggoreskan ribuan kebahagiaan pada masa remajanya.

Tidak apa-apa sesekali merasa sedih. Merasa dunia tidak adil. Tidak apa-apa jika ingin menyerah sebab masalah tak kunjung mereda. Karena bagaimanapun, kita hanya remaja yang baru berusia 18 tahun. Dan hidup tidak melulu soal berjuang, adakalanya kita menghabiskan waktu untuk menangis di kamar seharian karena sebuah kegagalan.

Selagi tidak menyakiti diri sendiri, kita diizinkan untuk menangis. Kita diizinkan untuk meluapkan amarah. Gagal bukan suatu hal yang memalukan. Sebab masa depan kita masih panjang. Masa remaja kita belum usai. Di umur 18 ini aku, kamu, dan kita semua harus dapat lebih banyak kebahagiaan.

-END-

Gak nyangka kita udah ada di penghujung cerita. Aku mau ucapin terimakasih sebesar-besarnya untuk kalian yang udah baca cerita ini dan selalu kasih voment. Meski komen kalian ada yang gak aku bales, tapi pasti aku baca kok (karna kadang aku bingung mau bales apa🙏🏻). Maaf banget kalo buku ini masih banyak kurangnya. Masih banyak yang harus diperbaiki. Masih jauh dari kata bagus.

Kayaknya itu aja kata dari aku, semoga kedepannya bisa lebih baik lagi. Dan sampai jumpa di cerita-cerita selanjutnya. Bye-bye🤗❤️

Salam cinta dari couple kesayangan kita❤️

Salam cinta dari couple kesayangan kita❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(cr: pinterest)

xoxo,
sasa.

[✓] Teenagers | HaruyyihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang