20.

610 97 27
                                    

Happy Reading

*****

Genap 5 menit kemal berdiri di depan pintu kamar si bungsu. Tangannya mendadak terasa kebas untuk sekadar mengetuk pintu berbahan dasar kayu tersebut. Beberapa kali ragu tiap kali mulutnya ingin memanggil nama adiknya agar keluar dari kamar.

Lelaki itu menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu terus bergulir, dan sudah saatnya ia menuju ke bandara agar tidak terlambat jadwal penerbangan menuju kota tempatnya menimba ilmu nanti.

Benar, Kemal sudah tidak punya waktu lagi untuk berdiri di depan pintu kamar si bungsu. Meski sulit, ia harus segera berpamitan dan berangkat ke bandara.

Tok!

Tok!

Tok!

"Bell," panggilnya pelan. Takut mengganggu adiknya yang mungkin masih tertidur pulas.

"Masuk aja," jawab Bella dari dalam.

Setelah mendapat izin sang empu kamar, kemal menarik knop pintu dan segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar bernuansa vintage tersebut. Si bungsu nampaknya baru selesai mandi, terbukti dari handuk yang membungkus rambutnya. "Ada apa?" Tanya Bella bingung sebab kakaknya telah rapi meski jarum pendek baru menunjukkan angka 9 dan jarum panjang pada angka 1.

Kemal menarik nafas panjang, "gue mau pamit," ujarnya setelah memberanikan diri berbicara.

"Tumben pakek pamitan segala? Biasanya kalo mau main langsung cabut gitu aja." Saking rancunya ucapan Kemal, Bella sampai menggeleng tidak mengerti. Namun bak tersambar petir di siang hari, kalimat Kemal selanjutnya sukses menghentikan seluruh pergerakannya.

"Gue bakal nyusul kak Thea ke Jogja buat kuliah."

Seperti dugaan Bella sejak lama, cepat atau lambat pada akhirnya Kemal akan meninggalkannya sendiri.

"Kenapa baru sekarang ngomongnya?" Bella tidak ingin menangis. Ia tidak ingin memberatkan beban kakaknya yang telah terlampau sulit. Maka dengan raut datar dan suara yang mati-matian gadis itu tahan agar tak bergetar, ia beranikan bertanya.

Tenggorokan Kemal tercekat saat hendak menjawab pertanyaan dari si bungsu. Beberapa minggu ini ia terlalu takut untuk mengutarakan tujuannya kepada Bella. Memilih bungkam dan berniat pamit pada hari yang sama dengan jadwal keberangkatannya.

"Sorry." Pada akhirnya hanya kata itu yang mampu ia ucapkan.

"Gak perlu minta maaf. Mungkin kemarin-kemarin lo sibuk packing, makanya baru sempet pamit sama gue sekarang," balas gadis itu disertai senyuman tipis.

Kemal lebih dari tahu kalau saat ini Bella tengah kecewa. Meski ucapannya terdengar santai dan senyum gadis itu tak luput dari wajahnya, tapi sorot mata si bungsu tidak dapat berbohong.

"Kalo gitu gue pamit ya. Jangan buat mama sedih apalagi sampe nangis," pesannya dibalas Bella anggukan kecil. Kemal memberikan pelukan singkat kepada Bella yang setia berdiri di dekat ranjang tidur.

"Jaga diri baik-baik. Kalo Gerald berani macem-macem sama elo langsung bilang ke gue. Oke?"

"Hm."

"Kalo gitu gue berangkat, yang jemput udah sampe di bawah."

Bella tidak berniat mengantarkan Kemal ke depan. Setelah pintu kamarnya tertutup, air mata yang sedari tadi ia tahan, jatuh membasahi pipinya. Kakinya ia bawa ke balkon kamar dimana tempat itu langsung menghadap jalanan depan rumahnya.
Mobil milik Tara–tetangga sekaligus sahabat Kemal–telah terparkir dan siap mengantar kakaknya ke bandara.

[✓] Teenagers | HaruyyihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang