7

2.1K 264 12
                                    

🥀__🥀

Bulan sudah jauh naik keatas sana, suasana komplek mereka yang memang sunyi jadi semakin sepi. Lampu kamar sudah dimatikan, hanya lampu tidur disamping kanan yang masih menyala karena Jevaro masih harus membaca bahan untuk rapat besok pagi. Tapi sepertinya kegiatannya terinterupsi karena matanya tidak sengaja menangkap kaki Hanin yang bergerak tidak beraturan. Kebiasaan wanita itu ketika tidak bisa tertidur, Hanin akan menggosokkan kakinya diselimut dan kasur pelan, mungkin mencari kenyamanan.

"Kenapa gak bisa tidur Nin??" Aro meletakkan tab nya sekalian mematikan lampu, kemudian berbaring pelan menghadap Hanin yang masih setia membelakanginya.

"Nin?? Kenapa??" Tangan Aro terulur pelan, mencoba membuat Hanin untuk ikut menghadapnya, Aro terkekeh ketika melihat Hanin yang seperti terpaksa memejamkan mata. "Nin, kamu nikah sama mas hampir empat tahun loh?? Mas gak bisa ditipu gini" Kekehan Aro semakin menjadi saat Hanin membuka mata dan menatapnya tajam.

"Ishhh!! Aku tuh lagi berusaha tidur mas, jangan diganggu!!"

"Yaudah, nyari ngantuknya sambil ngobrol" Aro mengelus pelan kening Hanin, memperhatikan wanita itu dalam kegelapan malam. Wanita yang dipacarinya setahun setelah perceraiannya dengan mantan istrinya, dan wanita yang setahun kemudian ia nikahi. Cara Hanin menerima kekurangannya, cara Hanin mendekati putrinya, semuanya membuat Aro semakin mencintai wanita yang tetap terlihat cantik meski dalam keadaan kurang pencahayaan ini.

"Udah lama ya kita nikah mas" Bisik Hanin pelan, Aro mengangguk. Rasanya baru kemarin ia bertemu Hanin dikantornya karena wanita itu mengurus salah satu mahasiswanya yang bermasalah.


"Mas??" Aro tidak menjawab, lelaki itu hanya berdehem, jemarinya masih setia mengelus rambut halus Hanin.

"Mas minggu-minggu ini sibuk gak??" Aro menggeleng.

"Mau mas sesibuk apa pun kalo kamu minta luangin pasti mas luangin Nin. Kenapa?? Mau kemana?? Mau kerumah mama??"

Hanin menggigit bibirnya sebelum mengutarakan keinginannya. Hatinya sedikit meragu, tapi mau tidak mau ia memang harus. "Gimana kalau kamis ini kita ke rumah sakit?? Periksa mungkin?? Atau konsul?? Kamu pengen punya anak gak sih mas??" Jemari Hanin meremat piyama yang Aro kenakan. Ada ketakutan besar didalam dirinya saat mengeluarkan kalimatnya tadi.

"Nin??" Karena Hanin tidak merespon, jadi Aro langsung membawa Hanin kedalam dekapannya.

"Kamu gak usah merasa terbebani Nin, abaikan aja apa kata orang. Kita punya anak kok, Cella Cilla anak kamu juga. Jangan gini Nin" Isakan Hanin keluar, ia begitu sensitif sebenarnya kalau membahas tentang anak. Hanin tidak terlalu mau, karena ia sudah menganggap Cella dan Cilla anak kandungnya, tapi kenapa orang-orang selalu memberinya tekanan?? Seolah ia harus.

"Nanti kita jadwalin ya ke Rina. Kita konsul aja. Gak apa Nin, jangan gini" Ribuan kalimat penenang Aro ucapkan untuk Hanin hingga akhirnya wanita itu tertidur, mungkin efek menangis membuatnya merasa ngantuk. Dibelainya rambut Hanin, demi Tuhan, ia begitu menyayangi wanita ini.

"Aku sayang kamu Nin. Sakit rasanya hati ku liat kamu kayak gini"







🥀__🥀







"Selamat pagi ibu aku yang paling cantikkkkkk" Cilla berjalan sambil melompat, seperti anak kecil yang keinginannya sudah dikabulkan. Tapi Cilla memang selalu membawa keceriaan dipagi hari untuk keluarga mereka. Berbeda dengan Cella dibelakangnya, gadis itu berjalan ogah-ogahan dan tanpa banyak bicara langsung saja duduk dikursi tempatnya biasa. Disamping Cilla dan berhadapan langsung dengan Hanin. Mereka memang selalu sarapan bersama dirumah, karena semuanya ada kegiatan dipagi hari. Setelah sarapan biasanya Cella, Cilla dan Hanin berangkat bersama, Hanin yang akan menghantar kedua anak sambungnya kesekolah dan yang paling belakangan adalah Jevaro. Lelaki itu akan berangkat bekerja ketika jam macet sudah selesai, artinya antara jam delapan sampai jam sembilan.



"Ihh lucukkk" Cilla semangat menerima uang dari Hanin.

"Ini jajan kalian ya?? Mulai sekarang ibu ngasinya perhari. Masalah debit yang dari ayah, kalian cuma bisa pake dihari minggu, jadi sekarang kalian cuma pegang tabungan pendidikan aja" Cella menegang saat Hanin membahas masalah tabungan pendidikan. Ia takut akan diadukan, dan Cella tidak bisa membayangkan akan semurka apa ayahnya.


"Ih aku gak pernah deh jajan pake cash gini, maksudnyaaaa biasanya harus narik dulu ke ATM. Makasih ya Ibu" Hanin mengangguk, memberikan gesture ke Cilla untuk melanjutkan sarapannya. Aro yang tadi memperhatikan Hanin dan Cilla sekarang merubah tatapannya ke Cella.


"Cell??"

"Ya ayah??"

"Gak bilang makasih ke ibu??" Cella mendengus, tapi tidak keras. Bisa bahaya kalau ketahuan ayahnya.

"Makasih tante" Kening Aro mengernyit, hendak protes tapi ditahan Hanin. Hanin menggelengkan kepalanya pelan seolah bekata 'gak usah sipaksa, gak papa kok'. Dan semua itu diperhatikan jelas oleh Cella.









🥀__🥀





Aku hari ini rasanya capekkkk banget, capek batinnyaaa😭

CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang