14

2.1K 260 21
                                    



🥀__🥀


"Ayah, ibu harus kuret"

Hanya itu yang Cilla mampu ucapkan, setelahnya Aro hanya mendengar isakan putrinya, samar ia juga mendengar isakan lain. Fikiran Aro tiba-tiba menghilang, dikeluarkannya seluruh tenaganya berlari menuju ruangan Rina, tempat dimana Hanin sekarang berada. Didalam hatinya ia rapalkan berbagai macam doa, berharap tadi Cilla hanya salah sebut akibat ketidaktahuan gadis itu tentang dunia medis. Tapi harapannya musnah ketika ia membuka ruangan Rina.


"Ro, tanda tangan ya??" Aro mengabaikan Rina, langkahnya tertatih menuju Hanin.


"Mas..." Suara lirih Hanin menghancurkan dirinya, menghancurkan pertahanannya. Ia duduk bersimbah dihadapan Hanin, tangisnya tak kalah kuat.

"Gak apa mas, mungkin memang belum rezeki" Hanin sudah lebih ikhlas, kalimat-kalimat yang diberikan Rina banyak menguatkannya. Yang akan dibersihkan hanya janin yang ada dirahimnya sekarang, bukan pengangkatan rahim. Ia masih bisa hamil lagi nanti, meski entah kapan.


"Mas tanda tangan dulu ya, kita gak bisa maksain kehendak mas"

"Maaf Nin, maafin aku" Rina membuang tatapannya, pemandangan seperti ini tidak sekali dua kali ia lihat, tapi selalu berhasil mencubit hatinya, selalu berhasil membuatnya ikut terlarut kedalam kesedihan.

"Gak apa mas, mungkin dedeknya ngambek sama kita karena masih sama-sama sibuk sampe kakak-kakak nya aja masih kurang diperhatiin" Hanin berusaha menghibur Aro meskipun dirinya pun butuh diperhatikan.

"Mas, tanda tangan ya?? Biar Rina bisa cepet tindakannya, dibiarin lama-lama pun gak bakal bikin janinnya berkembang. Udah ya??" Tidak ada yang bisa Aro lakukan selain membubuhkan tanda tangannya diatas kertas yang bahkan ia tidak sanggup membaca kalimat yang ada disana. Kalimat-kalimat itu begitu menyakitkan hatinya.






🥀__🥀



"Ayah anter kerumah tante Via ya??"

"Gak yah, kita mutusin buat dirumah aja. Kita mau ngurusin ibu, kita gak jadi kerumah tante Via" Cella mengangguk, setuju dengan kalimat Cilla, tapi Aro menolak itu.

"Ibu dirumah nenek, tadi jemput kakek sama nenek. Ini ayah mau nyusulin, kalian rumah tante Via lima hari kan?? Nah, ayah sama ibu juga lima hari disana, nanti pulangnya biar ayah sama ibu yang jemput ya??"

"Tapi yah—"

"Cill" Cella meraih jemari Cilla, menggenggamnya dengan erat.

"Ibu baik-baik aja kan ayah??" Aro mengangguk untuk pertanyaan Cella.

"Ibu baik kok, tapi memang butuh perawatan, karena kita semua awam, jadi ibu dibawa kerumah nenek aja. Kalian tenang aja ya?? Nanti ibunya dihubungi aja kalau kangen, atau paling juga nanti kalo udah sampai ibu bakal berisik hubungin kalian. Sekarang kalian kerumah tante Via ya?? Gak enak nak, nanti dibilang ayah ngelarang kalian" Sikembar tidak punya pilihan lain selain mengangguk, mau keras kepala pun mereka juga tengah ditahap kasihan sama ayah. Ayah mereka juga melewati masa yang sulit.

Mengambil peran sebagai kakak, Cella menarik pelan tangan Cilla. Mengantarkan Cilla ke kamarnya.

"Bisa beres-beres sendiri Cill?? Apa mau dibantu??"

"Sendiri aja, kamu juga sana beresin baju kamu sendiri, jangan banyak-banyak soalnya disana kita pasti dikasi baju juga" Cella menggangguk, ditepuknya bahu Cilla sebelum ia masuk kedalam kamarnya sendiri. Bohong kalau Cella bilang ia tidak sedih, bohong kalau Cella bilang ia tidak menyesal, gadis itu juga menyalahkan dirinya sendiri atas kemalangan ini.

andai ia bisa lebih baik ke tante Hanin, andai ia bisa menjaga perasaan tante Hanin, andai ia tidak mengeluarkan kalimat menyakitkan itu, andai.....





🥀__🥀


Aro nih tipe yang, kalo marah semuanya langsung keluar tapi abis itu gak marah lagi, dia gak suka nyimpen-nyimpen jadi dendam gitu...

CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang