Play song Katakan saja- Khifnu, buat chapter ini!
Happy Reading All!Belum sempat membuka pintu, suara seseorang menghentika langkah Vallient.
"Vallient?" panggil Geta dari belakang.
Vallient menoleh, disana ada Geta yang mengumpulkan nyawanya setelah memanggil Vallient. Vallient tak menghiraukanya, di melanjutkan langkahnya yang sempat terdunda tadi. Vallient pergi dari ruangan itu.
"Vallient kenapa?" lirih Geta bingung.
Geta mengendikan bahu acuh, memilih untuk tak menghiraukanya. Geta menatap Farta yang masih belum keluar dari alam bawah sadarnya dengan tersenyum. Lalu, mengenggam tangan besar milik Farta yang sesekali dia elus lembut.
"Cepet sadar ya, Ta! Aku mau minta maaf," ucap Geta dengan mata berkaca-kaca.
Geta mendongakkan kepalanya agar bulir-bulir bening itu agar tidak jatuh. Lalu, tersenyum lagi kepada Farta, meski Farta tidak bisa melihatnya.
Tanpa Geta sadari, Vallient sedari tadi mengintip pergerakan Geta dari jendela. Entah kenapa, hati Vallient sakit saat Geta melakukan interaksi seperti itu kepada Farta. Vallient bingung, ada apa dengan dirinya?
Vallient yang sedari tadi asyik mengintip pergerakan Geta dari jendela, tiba-tiba saja di kagetkan oleh seseorang yang berada di belakangnya.
"Heyo! Lagi ngapain!" tegur Lina, orang yang mengagetkan Vallient ternyata Lina mamanya.
Vallient berjengit kaget, ia pun menoleh terlihat dibelakangnya ada wanita paruh baya yang amat ia hormati—mamanya.
"Mama ngapain?" tanya Vallient.
"Justru seharusnya mama yang nanya. Orang disuruh nunggu di depan ruangnya adek kamu, malah ngintip ruangan orang," balas Lina.
"Emang ini ruangan siapa?" tanya Lina hendak ikut mengintip.
Vallient melebarkan bola matanya. Kalau Mamanya mengintip terus melihat disana ada Geta dan Farta kan bahaya. Bisa-bisa Vallient dituduh mengintip yang tidak-tidak.
"Ama? Abang?" terdengar seorang anak kecil yang memanggil mereka.
Lina dan Vallient pun menoleh kesumber suara tersebut. Ada Abid? Abid sudah bangun? Lina pun tersenyum, ia menghampiri Abid lalu menggendongnya.
"Anak mama udah bangun?" tanya Lina lembut.
Abidzar pun mengangguk lucu. "Cudah, Ama!"
"Tenapa tita dicini, Ama?" tanya Abidzar kepada Lina.
"Abid kan lagi sakit makanya dibawa kesini," bukan Lina yang menjawab pertanyaan dari Abidzar, melainkan Vallient.
"Abid mau punang ndak mau dicini!" bantah Abidzar seraya menggelengkan kepalanya lucu.
"Yaudah, ayo kita pulanggg!" ujar Lina dengan senyum manisnya.
Setelah sampai dirumah, Vallient langsung merebahkan dirinya di kasur king size-nya. Ia menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos.
Tiba-tiba Vallient memikirkan interaksi Geta kepada Farta tadi.
Geta menatap Farta yang masih belum keluar dari alam bawah sadarnya dengan tersenyum. Lalu, mengenggam tangan besar milik Farta yang sesekali dia elus lembut.
"Cepet sadar ya, Ta! Aku mau minta maaf," ucap Geta dengan mata berkaca-kaca.
Geta mendongakkan kepalanya agar bulir-bulir bening itu agar tidak jatuh. Lalu, tersenyum lagi kepada Farta, meski Farta tidak bisa melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VALLIENT [On Going]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Vallient Esa Nugroho, merupakan most wanted yang terkenal di SMA Citra Bangsa akibat ketampananya yang tidak manusiawi. Bukan hanya kerena ketampananya saja yang membuatnya terkenal, tapi juga segudang prestasinya yang...