Social Comparison

848 118 26
                                    

Pagi gaes ...
Gimana nih liburannya? Kerasa cepet banget nggak sih wkwk

Btw, minal idzin wal faidzin ya, mohon maaf lahir dan batin
Selamat membaca

***

Membandingkan diri dengan orang lain adalah hal yang lumrah dilakukan oleh setiap orang. Melihat pencapaian-pencapain beberapa orang di dalam circle, lalu membandingkannya dengan pencapaian diri merupakan hal yang datang secara natural dan tidak direncanakan.

Well,  sebenarnya tidak ada yang salah dengan social comparison, kecuali jika orang yang melakukan perbandingan sosial malah akan merasa rendah diri dan kehilangan kepercayaan atas dirinya. Alih-alih termotivasi untuk jadi lebih semangat, ketika membandingkan diri dan merasa minder maka hal yang perlu dilakukan adalah berhenti sejenak dan intropeksi. Mengembalikan kesadaran bahwa setiap orang memiliki timeline dan parameter sukses yang berbeda-beda sehingga tidak perlu merasa terbebani dengan kesuksesan orang lain.

Pada dasarnya membandingkan diri dengan orang yang lebih tinggi dan lebih sukses bertujan untuk memotivasi dalam berjuang agar bisa meraih kesuksesan seperti orang yang dilihat, sementara membandingkan dengan orang yang pencapaiannya di bawah adalah agar kita sebagai makhluk Tuhan senantiasa bersyukur karena sudah diberikan banyak kenikmatan. Itulah mengapa pada saat-saat tertentu kita juga perlu untuk melihat ke sekitar untuk kebaikan diri sendiri.

"Menurut lo, gue mesti gimana?" tanya Aleta setelah meletakkan ponselnya ke atas meja. Dia baru saja menunjukkan pada Alea beberapa DM dari orang yang tidak dikenal.

Alea memandang Athala yang baru saja bercerita. "Self doubt gitu maksud lo?" dia bertanya karena curhatan sahabatnya  sejak lima belas menit yang lalu berkaitan dengan keraguan pada kemampuannya sendiri.

Alea menghelas napas saat gadis di depannya menganggukan kepala. "Lo nggak bakalan tau, Ta, kalo misalkan nggak di coba." Ujarnya menambahkan. Merespon gerak tubuh Aleta yang menunjukkan bahwa dia sedang mengalami salah satu jenis dari mental block, yaitu meragukan kemampuan diri sendiri.

"Tapi gue takut, Ya," dibandingkan dengan Alea yag sudah kebal dengan perkataan orang di sekelilingnya, Aleta memang cukup berbeda. Dia adalah tipe yang 'terlalu peduli' dengan perkataan orang lain hingga membuat susah  dirinya sendiri. Meragukan kemampuan diri yang dimiliki hanya karena beberapa omongan orang yang tidak dia kenal.

"Takut sama siapa?" meski terkesan cuek, Alea adalah gadis penyayang yang sangat peduli dengan sahabatnya. Dia tidak mau jika Aletanya mundur dari kegiatan yang selama ini memang ingin diikuti hanya karena melihat kemampuan lawan dan beberapa tulisan menjatuhkan di akun sosial medianya. 

Aleta menjatuhkan kepalanya ke atas meja. Menunduk dengan berbantal kedua lengannya yang ditumpuk karena sadar bahwa apa yang dipikirkannya sejak kemarin hanya merugikan diri sendiri. Namun di sisi lain dia tidak bisa melakukan apapun, karena faktanya memang dia sudah tidak percaya diri untuk mengikuti ajang pencarian putri kampus di fakultasnya. "Gue nggak tau."

Lagi-lagi Alea menghela napas. Mencoba memposisikan diri menjadi Aleta, lalu menyadari bahwa ini akan menjadi pekerjaan yang cukup berat bagi dirinya karena sahabat satu-satunya itu akan sangat susah disadarkan jika terlanjur insecure dan ber-overthinking akan sesuatu.

"Jadi sekarang maunya gimana?" dia memandang perempuan yang sedang menidurkan kepalanya diatas meja. "Mundur?" tanyanya melanjutkan.

Aleta mendongak. Menatap bola mata kecoklatan milik Alea, lalu berujar. "Gue perlu mikir dulu, Ya."

"Hmm..."

"Ya.." panggil Aleta pada perempuan yang duduk di sebelahnya.

Alea yang sedang memainkan sedotan dalam gelasnya mendongak, "Udah mikirnya?"

"Udah," jawabnya sembari memandang lurus pada sahabatnya.

"Kalo lo ikutan fresh girl juga gimana?" tambahnya yang membuat Alea yang sedang minum tersedak.

"Lo... gila, Ta?"

Aleta meringis. "Ya itu solusi dari gue, Ta. Kayaknya kalo lo ikutan juga gue bisa lebih pede." jelasnya sembari mengedip-ngedipkan dua matanya. Sementara perempuan yang diajaknya bicara menggeleng tidak percaya dengan ide yang dilontarkan.

"Gue nggak tau mau respon kaya gimana." jawab Alea sembari menggeser gelas minumnya ke tengah meja, menyatukan kedua tangannnya diatas meja lalu sedikit mencondongkan tubuh ke depan. "Lo tau kan gimana reputasi gue di luar sana?" Aleta mengangguk.

"Dengan reputasi gue yang sedikit nakal," Alea mengangkat telunjuk dan jari tengah tangan kanannya ke atas, lalu membuat gerakan menekuk beberapa kali sebagai penjelasan 'nakal' menggunakan tanda kutip sebelum kembali melanjutkan, "Rasanya gue kaya nggak tau diri banget kalo mau daftar."

Aleta menggaruk rambut sebelah belakangnya, entah memang karena merasa gatal atau karena bingung merespon perkataan Alea barusan.  "Lo sendiri, Ya, yang bilang kalo kita nggak bakalan tau hasilnya kalo kita ngga coba. Lo barusan juga bilang kalo gue nggak perlu khawatirin persepsi orang karena cuma kita yang tau sendiri kemampuan kita." Aleta mengambil napas sebelum kembali melanjutkan. "So, event lo mau nolak ajakan gue juga alasan lo harusnya bukan itu, kan?"

Anjir, senjata makan tuan, Ya!

AleandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang