Cerita Di Balik Tawa

185 33 8
                                    

Entah mendengar dari mana, Alea tau bahwa seseorang yang kepleset berkali-kali dalam kehidupan dan belum sadar bukan berarti menyia-nyiakan hidup, tetapi karena ada backup plan. Dia masih merasa aman, karena akan ada orang lain yang bersedia menangung masalahnya. Entah karena privilage yang dimiliki orang tuanya atau apa, yang pasti orang-orang semacam ini mudah bertindak semaunya. Enggan untuk instropeksi diri karena semua kesalahan yang dilakukan akan ditanggung oleh orang lain. 

Well, dunia memang tidak adil. Tapi siapa yang menyangka bahwa ketidakadilan itu akan terlihat sejelas ini?

Sejak mulai beredarnya rumor buruk tentang Alea, orang-orang di sekitarnya terbagi menjadi tiga kelompok. Mereka yang punya dukungan finansial dan cukup vokal akan mencemooh Alea secara terang-terangan, mereka yang tak punya kuasa atau back up akan mengatainya secara diam-diam, sementara mereka yang tidak terlalu suka ikut campur dengan urusan orang akan diam dan seolah tidak tau dengan rumor-rumor buruk yang ada di sekitarnya.

"Yah, si lonte tuh dateng!" Meski sudah terbiasa, tetap saja Alea cukup terganggu setiap kali mendengarnya. Dia cukup heran kenapa orang senang sekali mencampuri urusannya, padahal dia tak pernah sekali pun mengusik mereka.

Memilih untuk tidak mempedulikan, Alea terus berjalan. Melewati sekelompok anak yang cukup terkenal di jurusannya, yang sayangnya punya mulut yang tidak bisa dikontrol. 

"Lonte aja sombong!"

Alea sangat heran dengan kelakuan bocah-bocah ini. Mungkin hidupnya serasa membosankan jika tidak menjahilinya, sehingga sering mengganggunya setiap kali ada kesempatan.

"Mau minggir atau gue pukul?" Menatap lurus kedua mata gadis yang mencegatnya, Alea berujar dengan wajah yang cukup serius. Mood nya sedang tidak baik, tapi gadis-gadis ini seperti ingin mencari masalah dengannya. Walau sebenarnya, dia tidak berniat untuk merealisasikan apa yang dia katakan sebelumnya tapi wajahnya justru menampakkan sebaliknya.

Alea memajukan langkah, lalu membisikan sesuatu di telinga gadis yang sengaja menghalangi dengan berdiri di depannya. "Lonte kok ngatain lonte." Dapat Alea rasanya tubuh di hadapannya menegang. Sepertinya kaget dengan ucapan yang dia katakan. Padahal apa yang Alea katakan barusan hanya sebuah hasil coba-cobanya saja, karena tak sengaja melihat Iren di antar laki-laki paruh baya yang terlihat seperti pria hidung belang.

Alea tersenyum smirk. Menyadari bahwa apa yang tak sengaja dia katakan adalah sebuah fakta,  bahwa Iren -— gadis yang hobi menganggunya ini memang seorang ani-ani. Padahal setaunya dia adalah anak orang berada, tetapi entah kenapa masih melakukannya "Siapa yang pagi-pagi udah di anter om-om?" Alea menjeda kalimatnya sebentar. "Lain kali mainnya kudu lebih hati-hati. Kayaknya lo harus banyak belajar," lanjutnya sembari menepuk pelan bahu Iren. Meninggalkannya yang sedang menahan emosi karena rahasianya terbongkar oleh Alea.

To be honest, Alea tidak tahu apa yang membuat Iren dan teman-temannya benci terhadapnya. Sependek ingatannya, dia tak pernah membuat masalah dengan mereka. Bahkan dengan tipenya yang cukup anti sosial, dia juga tidak tahu pasti nama teman-teman yang selalu berkerumunan di sebelah Iren. Padahal mereka termasuk ke dalam golongan yang cukup hits. Setidaknya itu adalah informasi yang dia dapat dari satu-satunya sahabatnya.

Sampai saat ini, dia juga masih merasa heran, kenapa di lingkungan pendidikan seperti ini masih ada orang-orang seperti mereka. Menggunakan rumor tak berdasar sebagai alasan untuk menganggu seseorang. Untunglah dia bukan gadis lemah, jadi siapa pun yang menggunya akan dia balas sebagaimana mereka memperlakukannya.


***


"Kak Alea!" Alea menunduk dan memeluk bocah perempuan berumur sekitar tujuh tahun. Bocah perempuan yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri, yang sudah dia kenal sejak dua tahun yang lalu.

Dia mengeluarkan coklat dari dalam tas yang ada di bahunya."Tara.... kakak punya coklat buat Meimei." Meski dikenal cukup anti sosial, sebenarnya Alea adalah pribadi yang cukup riang. Jika bertemu dengan orang-orang yang disukainya, dia akan menjelma menjadi Alea yang berbeda dari yang biasanya orang kenal.

"Makasih, Kak Lea..."  Meimei mengambil coklat dari tangannya dan berbalik pergi . Menuju ke arah bundanya yang sebenarnya sedang berjalan untuk menghampiri mereka.

 "Halo kak..." Alea menyapa Helen dan memeluknya. Pelukan yang mengalirkan rasa rindu karena mereka sudah beberapa minggu tidak bertemu. Dia terlalu sibuk dengan urusan-urusannya hingga tak sempat untuk mengunjungi mereka.

Helen adalah perempuan yang tak  sengaja dikenal Alea beberapa tahun lalu. Perempuan yang hampir saja mengakhiri hidupnya karena beratnya kehidupan, yang beruntungnya bisa Alea hentikan sebelum menjatuhkan diri dari atas jembatan.

Hidup memang tidak mudah, dan Alea benar-benar bisa memahaminya setelah bertemu dengan Helen. Seorang perempuan yang terpaksa menjadi PSK untuk membiayai rumah sakit ibu dan juga anaknya.

"Ayo masuk, Ya." Ajak Helen pada Alea. Entah kenapa setiap kali melihatnya, dia selalu ingin menangis. Melihat betapa besar perjuangan Helen untuk keluar dari dunia malam, demi menghidupi anaknya dengan uang yang tidak haram. "Kakak ada pesenan kue yang harus di antar, ayo kamu masuk dulu."

Alea mengikuti permintaan Helen. Berjalan berdampingan menuju rumah kecil yang terlihat asri, karena sang pemilik menanam berbagai macam bunga di depannya.

Entah apa yang merasuki Alea saat dulu memutuskan untuk menguras setengah tabungannya untuk menyewa rumah ini. Menghabiskan penghasilannya yang dia kumpulkan sedikit demi sedikit dengan keringatnya, untuk perempuan yang bahkan baru ditemuinya.

Dia merasa bahwa Helen adalah wanita yang hebat. Dan dia ingin sekali membantunya, setidaknya dengan menyediakan tempat tinggal yang nyaman untuk si kecil Meimei.

"Mau nganter kue kemana, Kak?" lepas dari pekerjaan sebelumnya, Helen memang bekerja sebagai pedagang kue. Tak hanya membuka toko kecil-kecilan di rumah ini, dia juga membuka penjualan secara online dan melayani COD.

"Ada di bengkel sekitar sini, udah langganan." Alea mengangguk. Namun entah kenapa tiba-tiba terpikirkan sebuah ide menarik di otaknya. 

"Kalo Alea yang nganter gimana?" Helen menoleh ke arah Alea. Memastikan apakah yang dikatakan gadis di sebelahnya sungguhan, karena biasanya dia sangat enggan untuk berinteraksi dengan orang.

"Kamu serius?" Alea mengangguk.

"Tumben,"

Ale mengangguk. "Lagi pengen aja. Tapi bareng Meimei, boleh?" tanyanya meminta izin.

Meski kerap main ke rumah ini, sejujurnya dia tak terlalu paham dengan lingkungan di sekitarnya. Dia hanya datang dari apartemen menuju rumah ini, lalu berdiam diri di dalamnya dan kembali lagi ke apartemen.

"Boleh, dari tadi anaknya juga udah bilang mau ikut. Udah akrab soalnya sama yang punya bengkel."

"Loh, emang udah langganan banget?" Helen mengiyakan.

"Ada kali seminggu tiga kali pesen kue di sini. Kakak juga gak tau, apa mereka emang sesuka itu sama kue buatan kakak atau gimana."

"Ya pasti lah, kue bikinin Kakak kan emang enak banget."

Helen hanya tertawa. "Bagus juga, Ya, kamu mau nganter. Owner bengkelnya cakep, siapa tau kalian jodoh."

Bukannya menanggapi dengans serius, Alea malah tertawa. Tidak menganggap bahwa apa yang dikatakan perempuan di hadapannya itu benar. Bahkan tak terpikirkan apapun meski apa yang mereka bicarakan berkaitan dengan bengkel dan laki-laki tampan.

AleandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang