"Ayo kak," Alea yang baru selesai menstandarkan motor sudah mendapat teriakan Meimei. Bocah kecil itu terlihat sangat antusias untuk masuk ke bengkel, padahal mungkin tak akan ada hal menarik yang bisa dinikmati.
Alea mengambil napas dan menghembuskannya perlahan. Dugaan-dugaannya di jalan terkonfirmasi sempurna saat dia melihat sebuah bangunan yang masih terekam apik di ingatannya. Dan entah kenapa, tiba-tiba dia merasa gugup untuk masuk ke sana. Padahal harusnya tak ada hal yang membuatnya gugup, karena ini bukan kedatangannya untuk yang kali pertama.
"Assalamu'alaikum Om Rino ..." dari tempatnya berdiri, Alea sudah bisa mendengar ucapan salam yang diberikan oleh Meimei. Sepertinya omongannya yang mengatakan dia sudah akrab dengan orang-orang di sini memang bisa dipercayai. Dia terlihat tidak canggung, dan nyaman seperti sedang berkunjung ke rumah saudaranya sendiri.
Seseorang tiba-tiba muncul dari bawah mobil, "Wa'alaikumsalam kesayangannya om...."
Seseorang yang dipanggil Meimei terdengar balik menyapa dan tersenyum. Kelihatan senang dengan kedatangannya Meimei, hingga langsung berdiri dan membersihkan diri. Kemudian kembali ke arah Meimei dan menggandengnya untuk masuk lebih dalam ke bengkel.
Dari tempatnya berdiri, Alea memandang kejadian itu dengan haru. Tidak sadar juga menarik bibir ke samping, sebab melihat Meimei terlihat senang karena bertemu dengan orang yang dipanggilnya Om Rino itu.
Alea teringat betapa pengertiannya anak itu. Tak pernah menanyakan di mana keberadaan ayahnya karena takut membuat ibunya sedih. Meski di sisi lain, dia sendiri sering merasa iri dengan teman-temannya yang memiliki keluarga lengkap.
"Mereka emang udah akrab banget, malah kaya anak sama bapaknya." Tiba-tiba ada suara yang tepat berada di sebelahnya berdiri. Membuat Alea tersadar dari pikirannya dan menoleh ke arah sumber suara.
Matanya membola sempurna, sebab orang yang ada di sampingnya adalah sang pemilik bengkel. "Bintang?"
Bintang menoleh dan tersenyum, "Hai, Le." Sapanya terlampau biasa. Membuat jantung Alea tiba-tiba berdetak tidak normal — entah apa alasannya.
"Ayo masuk," belum juga dia berhasil mengatur irama jantungnya, Bintang sudah mengajaknya masuk. Sepertinya dia tahu bahwa Alea datang bersama Meimei jadi langsung mempersilahkannya masuk.
"Meimei pasti lagi main sama Rino, jadi gue gak yakin kalau dia bakal keluar cepet buat jemput lo." Melihat tak ada respon dari perempuan yang diajaknya, Bintang melanjutkan omongannya. Membuat Alea yang sudah sadar cepat-cepat mengangguk dan mengikuti langkah Bintang untuk masuk ke dalam area bengkel yang terlihat cukup besar.
***
Senyum Alea semakin lebar ketika sudah di dalam bengkel. Melihat bagaimana Meimei tertawa karena bercandaan dari orang bernama Rino itu. "Kenal Meimei di mana?" tanya Bintang.
Dia menarik sebuah kursi dan meletakkan tidak jauh dari Alea berdiri. Melalui matanya, dia mengisyaratkan pada Alea untuk duduk. "Duduk, Le." Ujarnya karena Alea tak kunjung juga duduk.
"Makasih," jawabnya sembari duduk dan meletakan sekotak kue yang akan dia antarkan ke atas pangkuannya.
"Kenal Meimei di mana?"
"Dari ibunya."
"Eh," seolah sadar dengan jawabannya yang agak aneh, Alea merasa tidak enak. Dia sudah terbiasa bersikap ketus dan sarkas dengan orang-orang yang mengajaknya mengobrol hanya karena iseng atau ingin mengganggunya. Namun ini situasi yang berbeda, tetap dia malah gagal membedakannya.
"Maksudnya dari Kak Helen," jelasnya mencoba meluruskan.
Bintang terlihat mengangguk-angguk. Ingin menanyakan lebih lanjut, tetapi merasa tidak enak dan takut dianggap terlalu ingin tau.
"Sini," akhirnya hanya kata itu yang dia lontarkan.
Alea terlihat bingung, "Itu kuenya. Lo ke sini mau nganterin pesanan kue kan?"
"Oh iya," seolah tersadar dengan kepentingan sesungguhnya, dia menepuk dahi. Setelah itu, dengan cepat memberikan kotak kue kepada pemilik aslinya.
"Makasih," ujar Bintang. Lalu berdiri dan membawa kue tersebut naik ke atas. Membuat Alea kembali teringat bahwa dia pernah menempati ruang pribadi laki-laki itu.
Gimana ya sekarang tampilan kamarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleandra
Ficção Adolescente"Ya, open BO nggak?" Gila! Alea hampir melempari laki-laki yang barusan berbicara itu dengan buku cetak setebal 350 lembar lebih yang ada di tangan kanannya. Bagaimana bisa mulutnya begitu lancar mengatakan hal menjijikan seperti itu pada perempuan...