Glass Ceiling

485 75 10
                                        

Selamat membaca kawan


Glass Ceiling adalah fenomena di mana perempuan terhalang untuk mendaki tangga korporasi lebih tinggi, terutama jika dia berada di industri yang didominasi oleh laki-laki. It's a man's world sepertinya bukan hanya sebuah ekspresi belaka. Kenyataan bahwa dalam woman dominated industry laki-laki juga mendapatkan banyak privillage nyatanya memberikan gambaran yang semakin nyata bahwa dunia masih didominasi oleh laki-laki. Baik di dunia kerja, bahkan di lingkungan pendidikan sekalipun. Lingkungan yang harusnya mengajarkan kesetaraan gender, namun dalam representasinya malah membentuk berbagai diskriminasi.

Sadar atau tidak ada banyak hal kecil yang sebenarnya bisa merepresentasikan kesetaraan gender. Hal-hal yang sebenarnya sederhana, tapi ada value tertentu yang terkandung di dalamnya. Sesimpel 'perempuan jangan jadi ketua, jadi sekretaris aja'. Bahkan dari kalimat sederhana seperti barusan, jika dikulik lebih dalam maka akan membuat kita paham bagaimana perempuan dianggap 'tidak mampu' kalau harus menjadi pemimpin dalam suatu kelompok. 

Contoh lain ada dalam ungkapan seperti ini. 'Kalau kamu jadi wanita superior gak akan ada ada laki-laki yang mau sama kamu'. C'mon girls, hidup perempuan tidak hanya sebatas untuk mendapatkan pasangan hidup yang lebih mapan, tetapi juga ada impian dan cita-cita yang harus dikejar.

Tidak ada yang salah dari woman over man dalam suatu hubungan, of course dengan beberapa catatan didalamnya. Hidup itu tentang bagaimana untuk berkompromi, saling memahami keadaan dan melengkapi apa yang pasangan kita kurang. 

Baik laki-laki maupun perempuan, jika dia memenuhi kualifikasi untuk menerima pekerjaan tertentu maka tidak ada pihak yang dibenarkan untuk menghambatnya. His/her family was really proud and happy with this good news, karena pada dasarnya mendapatkan perlakuan yang sama adalah sebuah hak, baik untuk anak laki-laki maupun anak perempaun.

I know it harsh. Society has their stereotype, tapi kita juga punya hak untuk diperlakukan adil. Both are the same. Masyarakat punya stigma tentang perempuan, tapi perempuan juga punya hak untuk dirinya sendiri.  Just go ahead, miliki kualitas lebih dan dapatkan apa yang seharusnya bisa kamu dapatkan. Perempuan dengan high quality bukan berarti tidak punya adab sehingga bisa diinjak-injak.

Alea menghela napas panjang-panjang. Sebagai seorang perempuan dengan citra diri yang kurang begitu baik di masyarakat, dia sadar betul bahwa all the stereotypes are true. Bahkan dalam beberapa kasus, even sadly to say, sometimes woman feel like it is really hard to enhance their professionalism and capability in work in order to pursue higher position than man.

Most of the situation that her met daily in her workplace sesuai dengan apa sudah digambarkan sebelumnya. Namun untungnya dia masih sedikit beruntung, karena Seno is good at treating people and believing in everyone's development equally. 

"Gimana, Ya?" setelah tidak mendapatkan respon dari pesan-pesan singkatnya di whatsApp, laki-laki yang sudah Alea anggap anggap saudara ini memilih untuk mendatangi apartemennya. Apartemen yang berhasil dia lunasi dengan cara bekerja pada Arseno Sanjaya.

Alea memberikan segelas air putih pada Seno, lalu duduk tepat di sofa yang berada di seberang. "Gue nggak yakin, Mas. Lo tau kan ada anak-anak lain yang mungkin lebih capable buat ambil kerjaan ini?"

Seno meletakkan gelasnya di atas meja. "Bukan perkara ada atau nggaknya Ya, tapi gue kasih kerjaan emang sesuai dengan kapasitas orang tersebut."

"Kalau misalnya lo nggak lulus kualifikasi yang udah gue tetapin, gue juga gak mau repot jauh-jauh dateng ke sini buat bujuk lo." Dia menghela napas sebelum kembali melanjutkan. "Gue tau kemampuan lo, makannya gue tawarin kerjaan ini ke lo."

"Gue kan udah bilang Mas, kemaren, mau libur dulu dari dunia pekerjaan ini karena mau santai dan ngabisin duit." Jawabnya songong. Walau pada kenyataannya uangknya juga sudah mulai menipis karena banyaknya kebutuhan yang mendesak.

"Ini fee nya lumayan, Ya.'"

Alea menggeleng. Keinginannya untuk menolak justru semakin kuat ketika laki-laki di hadapannya mengatakan bahwa bayaran untuk pekerjaan kali ini amat sangat besar.  Pasalnya selain pertimbangan dia yang ingin libur, dia juga punya perasaan tidak enak kepada rekan-rekannya.

"Gue gak enak sama Mas Garda, Mas." Alea memberitahu bahwa dia merasa tidak enak dengan salah satu ghost writer yang sebenarnya juga rekan kerjanya sendiri. Dia merasa bahwa Garda tidak terlalu menyukainya karena ada banyak proyek besar yang Seno limpahkan padanya. Bahkan saking terlihatnya kecemburuan sosial itu, dia selalu merasa berbeda akan tatapan yang diberikan Garda hingga membuatnya merasa tidak nyaman.

"Garda?" Seno menautkan dahi.

Alea mengangguk, "Iya, Mas."

"Kenapa?"

"Gue ngerasa banyak proyek gede yang lo kasih ke gue, Mas." Alea menghela napas, "Dan gue ngerasa ada beberapa anak yang gak suka dengan keputusan lo itu."

"Dan lo percaya kalo gue pilih kasih soal distribusi proyek?" Alea menggeleng. Dia sadar betul bahwa Seno bukanlah orang yang semacam itu. Sebagai owner dari platform yang menyediakan jasa, dia sadar betul bahwa keputusannya dalam mendistribusikan sebuah proyek akan sangat mempengaruhi suistan atau tidaknya bisnisnya. Alea percaya bahwa dia akan memberikan tugas sesuai dengan kemampuan orang tersebut, meski tidak banyak orang dibawahnya yang menyadari.

Beberapa anak yang bekerja di bawah Seno, terutama penganut patriarki sejati memang tidak terlalu suka jika Alea mendapatkan proyek, apalagi yang nilainya cukup besar. Mereka menganggap bahwa tidak seharusnya Alea diberi proyek dengan bayaran mahal karena dia seorang perempuan. Dan tentu saja, hal semacam inilah yang akhirnya membuat Alea tidak terlalu dekat dengan anak-anak lain selain Seno.




AleandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang