12 - Can't Breath

1.8K 201 85
                                    

***

Belum merasa percaya dengan bukti yang sudah ditemukannya, Jihane menatap dan menoleh lagi pada arah kanan dan kiri dalam kamar rapih John itu mencari apapun yang mungkin bisa lebih memperjelas dugaan mengerikan tersebut.

Dua mata Jihane mulai merah, hati Jihane mulai ingin marah, kesal dan murka.

Nafas mulai naik dan turun seiring jemari meraih pintu lemari lagi dan membukanya, mengeluarkan semua baju dan celana-celana rapih itu ditarik dan dilempar keluar dari lemari.

Jihane mulai tak mau tenang, dia mengacak, mengobrak-abrik apapun, menarik setiap laci yang ada disana, membuka rak-rak buku dan menjatuhkan semua buku-buku bacaan yang itu adalah milik sipemilik apartemen hingga berserakan dilantai, menarik bantal, guling, selimut dan seprai tempat tidur John hingga acak-acakan tak karuan, dan penglihatan Jihane pun menemukan sesuatu disana.

Semacam sebuah buku diary agak kecil yang terselip diantara ujung kasur dan sisi ranjang, Jihane terpaku kembali melihat itu dan perlahan mengambilnya.

Menjatuhkan diri duduk diatas ubin bersandar punggung diujung ranjang yang sudah tak karuan itu jemaripun membuka buku kecil tersebut dan kornea mata coklat Jihane mulai membacanya.

Pandangan menyipit, upuk mata terlihat mulai berkaca, jemari memegangi buku kecil itu terlihat mulai bergetar gemetar, Jihane begitu serius membaca dari setiap kata dan kalimat-kalimat yang tertulis disana dalam buku itu yang telah John tulis tentang semua hal yang sudah terjadi pada hidupnya akhir-akhir ini.

Semua rahasia tertulis disana, tiap kebohongan terungkap disana dan tiap pengakuan tercurah disana.

'Ya, Gua sudah menipu dan bohongi Jihane yang malang itu, tapi satu yang hal yang begitu jujur dari lubuk hati gua adalah: Gua Cinta Sama Jihane.'

Ungkapan itulah yang terakhir ditulis John dalam buku diarynya tersebut. Jihane mengurai airmata, Jihane memejam dalam tangisan yang semakin lama semakin mengencang dan mengeras, Jihane terisak dan berteriak disana.

"John! Mengapa kamu tipu akuuu??!!" tubuh Jihane ambruk dan tersungkur diatas ubin itu, tak bisa mencerna perasaan hancurnya dengan tenang, Jihane bersilang tangan didua bahunya membayangkan semua hal yang telah dilakukannya bersama John atau Jenny itu sungguh menjijikan. Jemari meremas kain baju yang tengah dipakainya begitu kuat, Jihane menggigil.

Berapa lama kemudian tubuhnya bangun dan membanting buku itu seiring langkahnya gontai keluar dari sana menuruni tangga dengan sempoyongan yang hampir terpeleset, tungkai kaki yang tak sabar ingin segera keluar, dia berlari keluar dari flat John sambil terus menangis tak peduli jika banyak mata akan melihatnya, langkah tak karuannya turuni lift dan segera meraih mobil merah miliknya dan melaju pulang menuju rumah.

Selama dalam perjalanan Jihane hanya terus menangis dengan sesekali berteriak meluapkan amarahnya itu seraya terus menyetir yang tak begitu seimbang sungguh terlihat riskan bisa mengalami tabrakan dan kecelakaan.

Bersukur selamat sampai di area rumahnya di alam yang hampir menutup terang menuju gelap itu, Jihane melaju yang hendak masuk gerbang tetapi mengapa malah tiba-tiba tangannya membantingkan stirnya hingga laju kendaraannya itu menabrak benteng disisi gerbang masuk, dan itu cukup kencang hingga mulut mobilnya hancur beserta temboknya yang roboh dan itu terlihat dan terdengar oleh para penjaga loreng di dalam gerbang juga di arah halaman. Semuanya terkejut dan semuanyapun berlari kesana.

Masih bersukur dan beruntung pula ternyata Jihane tidak apa-apa karena sabuk pengaman dalam mobil sport tersebut tidaklah main-main.

Jihane keluar dari kendaraannya itu bersama peluh dan lumatan airmata diseluruh parasnya.

Mine's Just Yours |EnD|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang