55. Dilema

27 9 2
                                    

“Kamu tidak ada niatan bercerai, ‘kan?”

Nur bertanya, genap satu minggu Fay tinggal bersamanya. Gadis itu seperti tidak memiliki gairah hidup.

“Aku tidak kepikiran sampai situ. Tapi jika memang itu yang jadi keputusan Mas Rian, aku bisa apa?”

Fay menghela napas panjang, menatap langit yang gelap.

“Menurutmu bagaimana? Aku terlalu lemah, ya.”

Nur menggeleng. “Kamu kuat.”

“Dulu, aku benar-benar menanamkan kata benci untuk laki-laki karena ulah mereka pada mama. Tidak pernah terbesit dalam hati keinginan untuk dekat apalagi sampai menikah.”

Nur menyimak, menggeser duduknya lebih dekat dengan Fay. Mereka berdua sedang duduk di teras yang halamannya penuh dengan tanaman hijau.

“Aku ... gak bisa benci sama Mas Rian.”

Nur mengangguk paham. Mengelus pundak Fay dan berkata, “Karena kamu mencintainya.”

“Aku tidak pernah menyadari perasaan cinta untuk dia.”

“Memang, cinta datang tanpa disadari.”

Fay seketika menoleh. Tatapannya tiba-tiba mengejek. “Kamu sok tahu banget, memangnya kamu sudah pernah jatuh cinta?”

“Dih, aku ini sudah dewasa. Tahu lah.”

“Masa? Aku tanya deh, untuk saat ini siapa lelaki yang sedang kamu suka atau kamu cinta?”

Pertanyaan Fay membuat Nur memerah, malu.

“Udah malam, masuk angin. Aku ngantuk mau tidur.” Nur nyengir sambil beranjak.

“Dih, menghindar!” ejek Fay.

Gadis itu merasa ada yang kurang selama beberapa hari ini. Dia menatap rumput-rumput yang bergoyang di depannya karena angin yang berembus kencang. Malam ini sepertinya akan turun hujan

“Hidupku menyedihkan sekali, Allah. Setelah diikat pada ikatan suci, sekarang dibiarkan pergi tanpa dicari.”

°•°

“Selamat malam, Pak. Maaf mengganggu.”

Erwin mengangguk meski seseorang yang diajak bicara lewat telepon tidak mungkin melihat.

“Bagaimana? Kamu sudah menemukan bukti?”

“Maaf, pak. Saya sudah bertanya pada orang-orang yang memang stay di sana setiap harinya. Kejadian itu diperkirakan jauh dari keramaian dan tidak ada satu pun orang yang bisa dijadikan saksi. Mereka mengatakan kalau mereka tahu setelah kejadian nenek itu meninggal.”

Penjelasan dari asistennya membuat Erwin menghela napas berat. Semakin sulit, jika begini bagaimana lagi kasus ini bisa diselidiki.

“Baiklah, terima kasih, ya.”

Erwin meletakkan ponsel. Satu-satunya cara yang dipikirkan saat ini adalah menemui Angeline secara langsung dan bertanya baik-baik. Jika tidak, dia terpaksa mengambil tindakan.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now