44. Perdebatan Calon Pengantin

33 8 0
                                    

“Tante, sepertinya sejak kemarin wajahnya berseri.”

Sarah tersenyum, tentu saja. Seorang ibu tidak bisa menutupi rasa bahagianya ketika anaknya memberi kabar akan segera menikah.

“Ah, jelas sekali ya, Fa.”

Fanya mengangguk singkat, mereka baru saja berbelanja di tukang sayur. Pagi ini, Sarah yang biasanya selalu menyuruh Bi Ina atau bahkan sudah menyetok di rumah tumben sekali berbelanja sendiri.

“Tante bahagia karena Adrian bilang, dia akan segera menikah dengan Fay secepatnya.”

“Benarkah? Syukurlah Tan, omong-omong apa Fay masih tinggal di sini?” Sarah mengangguk.

“Tapi, Fanya nggak pernah lihat loh, Tan.”

“Ya bagaimana mau lihat, kamu ini ‘kan sekarang sibuk bekerja.”

Fanya tersenyum tipis, gadis itu sudah resmi resign dari pekerjaannya. Erwin setuju saja, tidak menahan atau memberatkannya.

Lima tahun terhitung Fanya bekerja menjadi sekretaris Erwin. Gadis itu menyayangkan kepergiannya. Namun tidak dengan bosnya. Jadi apa boleh buat, Fanya juga sudah terlanjur muak.

“Kalau mau ketemu Fay, main ke rumah. Eh iya, apa hari ini kamu nggak kerja? Tumben sekali masih santai.”

“Fanya baru aja resign dari kafe.”

“Oh? Yang sabar ya. Sekarang yuk ikut Tante saja ke rumah.”

°•°

“Saya ingin yang ini.”

“Nggak bisa lah, Mas. Yang ini saja bagus.”

Adrian dan Fay tengah berdebat perihal riasan make up. Fanya bersikeras ingin yang natural, sedangkan Adrian ingin yang medok. Khas riasan pengantin ala Jawa.

“Kita ‘kan nikahnya adat Jawa,” sanggah Adrian.

“Tapi bisa kita ubah loh, Mas. Pakaian boleh adat Jawa, tapi makeup-nya yang soft, yang lembut ala-ala Korea gitu.”

“Ya tidak bisa lah Fay, kita harus konsisten, kalau nikahnya adat Jawa, berarti semuanya harus Jawa. Tidak boleh ada Korea-nya, Sunda, atau Kalimantan.”

Fay mendengkus pasrah, calon suaminya memang keras kepala. Harusnya yang lebih andil dalam hal ini adalah pihak perempuan. Tetapi mengapa Adrian ngotot sekali?

Ucapan salam menghentikan perdebatan keduanya. Mereka menoleh ke arah pintu masuk.

Fay terperangah senang, gadis itu bangkit berdiri dan menyambut Fanya dengan pelukan. “Apa kabar?”

“Alhamdulillah baik,” jawab Fanya.

Mereka bertiga duduk bersisian. Hanya bertiga karena Sarah melenggang pergi ke dapur.

Fay membawa buku berisi riasan make up, ia menunjukkannya pada Fanya. Meminta pendapat gadis itu untuk menguatkan argumennya.

“Bisa ‘kan ya kalau misal nikah adat Jawa tapi ingin riasan ala Korea.”

Belum sempat menjawab, Adrian lebih dulu memotong, “Nggak bisa lah ya, tahu sendiri nanti hasilnya tidak maksimal. Ya ‘kan? Fanya kamu pasti pilih pendapat saya.”

Tidak! Fay kembali menyodorkan pilihannya ke arah Fanya. Meminta sekuat-kuatnya pendukung untuk pilihannya.

Keberadaan Sarah menolong Fanya, gadis itu engap berada di tengah-tengah calon pengantin.

“Ada apa?” Sarah meletakkan minum untuk Fanya, menata beberapa piring berisi camilan.

“Ini loh, Tan. Calon pengantin lagi debat soal pilih riasan.”

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now