Pagi ini, di meja makan keluarga Adinata, semua sudah siap sarapan. Ardan—Ayah Adrian—menatap bingung Fay yang diam tak berkutik di kursinya. Ia bertanya pada istrinya melalui tatapan.
“Ini, Gil-“
“Halo, Om. Saya, Fay temen Adrian.” Fay bangkit dari duduknya dan menghampiri Ardan, setelah mencium punggung tangan dan dibalas elusan di kepala, Fay kembali duduk di meja. Tidak menghiraukan tatapan aneh dari Adrian dan yang lain karena dianggap tidak sopan setelah memotong ucapan Sarah.
Ardan berdehem mencairkan suasana. “Saya Ardan, kemarin pulang larut nggak tahu ada kamu.”
“Iya, nggak papa, Om.” Semua kembali fokus pada sarapan mereka masing-masing.
“Fay, awakmu tresno karo Adrian?”
(Fay, kamu suka sama Adrian?”
Suasana yang tadinya hening, mendadak menegang kala Ardan buka suara, Fay yang memang tidak mengerti bahasa Jawa hanya mengangguk. Membuat semua orang kecuali Adrian tersenyum dan menatapnya menggoda.
Usai sarapan, Diana melenggang pergi ke butik, Ardan ke kantor, dan Sarah yang menonton televisi. Jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi kurang seperempat. Adrian menghampiri Fay yang tengah menyirami tanaman di halaman depan rumahnya.
“Apa maksud kamu tadi?”
“Yang mana?” Fay balik bertanya karena bingung dengan pertanyaan Adrian yang tiba-tiba. Ia masih fokus menyirami bunga tanpa memedulikan Adrian.
“Tadi, kenapa kamu ngangguk waktu ditanya papa saya?”
“Oh, gue nggak ngerti maksud ucapan bokap lo, gue ngangguk aja, dong.”
Fay berhenti menyiram bunga, ia menghadap Adrian sepenuhnya membuat lelaki itu mengernyit bertanya, “Kenapa lihat saya begitu?”
“Bokap lo tadi ngomong apa?”
“Tidak perlu dibahas!” Adrian melenggang pergi dari hadapan Fay, Fay menatapnya cengo, masih mencoba mencerna ucapan Adrian. “Maksudnya, tadi bokap dia bilang tidak perlu dibahas, ya?”
Fay mengejar Adrian ketika berhasil mengingat sesuatu, Sarah yang melihat itu tersenyum. Fay menarik lengan kemeja Adrian dari samping. “Ngapain?” tanya Adrian.
“Si Redo udah sembuh belum?”
“Siapa? Siapa Redo? Kalau dia pacar kamu, kenapa tanya saya?”
“Redo, motor ninja merah gue, Bambang!”
“Mana saya tahu.”
“Ish, nyebelin lo! Gue pingin cari kerja, nih. Malu gue di sini.”
“Cari kerja? Kuliah jurusan apa kamu?”
“G-gue jur-jurusan ... ah, udahlah jawab aja, motor gue udah bener belum?”
“Nanti saya cek, saya mau kerja.”
“Bentar dulu, Rian! Gue gimana, nih?”
“Ya, kamu di rumah saja, bantu ibuku beres-beres rumah sebagai tanda terima kasih kamu.”
“Mana betah gue!”
“Ya sudah, kamu kuliah sana!”
“Nggak ada kelas, gimana kalo gue ikut lo ke rumah sakit?”
“Tidak usah, ngerepotin saya nanti.” Fay mencubit lengan Adrian keras. “Gue bukan anak kecil, lo nggak bakal repot, kok. Gue ke sana mau cari dokter atau perawat tampan, siapa tau nemu.”
“Di hadapan kamu ini apa? Kalau bukan dokter tampan, hm?”
“Najis!”
°•°
YOU ARE READING
Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)
RomanceKesakitan yang didapat dari kedua lelaki yang pernah dipanggilnya ayah juga kematian sang ibu dua tahun lalu, membuat Gilsha Faynara membenci seorang laki-laki. Pertemuannya dengan dokter muda melalui sebuah peristiwa membuat hatinya goyah. Dengan...