47. Ritual Pernikahan Adat Jawa

24 8 0
                                    

“Sudah. Kita pulang, yuk!”

Adrian bangkit terlebih dulu, kemudian kedua tangannya memegangi pundak Fay dan mengajaknya pergi dari pemakaman.

Mereka sempat mengunjungi makam kedua orang tua Fay. Sejak pagi, gadis 21 tahun itu murung karena siraman dan prosesi nikahan akan dilaksanakan mulai hari ini. Yaitu dua hari sebelum pernikahan.

Fay sedih karena kedua orang tuanya tidak ada di sampingnya. Padahal, siraman juga semestinya dilakukan oleh sang ayah.

“Jangan sedih. Semua bisa diatasi, Fay.”

Tidak ada satu pun keluarga yang menemani Fay. Gadis itu tidak tahu menahu tentang keluarga dari ayah maupun mamanya.

Keduanya turun ketika sampai, rumah kembali ramai karena banyak keluarga besar Adrian berkunjung. Bahkan kerabat dari Solo pun ikut membantu dengan suka rela.

“Assalamu’alaikum.”

Jawaban salam terdengar riuh. Rumah terasa sangat panas karena banyak orang berlalu lalang ke sana-kemari mempersiapkan segala hal.

Pintu masuk sudah dipasangi tratag dan hiasan dari janur atau daun kelapa muda yang disebut tarub sebagai tanda bahwa keluarga sedang mengadakan hajatan.

Kerabat dari Solo masih berkutat dengan rangkaian akar, batang, daun, dan buah untuk dijadikan kembar mayang. Hiasan ini akan dilibatkan pada sub-upacara midodareni sampai upacara panggih.

Ada pula tuwuhan yang maknanya merupakan agar kedua pasangan dapat segera diberi momongan. Bagian penting dalam tuwuhan ada pohon pisang raja yang buahnya sudah matang. Selain itu, masih banyak dedaunan lain sebagai simbol rintangan dalam hidup. Yang kemudian diharapkan agar mampu dilewati bersama.

Satu dari kerabat yang tengah duduk melingkar itu menoleh ke arah Adrian dan Fay. “Kalian siap-siap, sebentar lagi mau acara siraman.”

Keduanya manut, lekas masuk kamar masing-masing dan berganti baju sesuai dengan yang sudah perias siapkan.

Di acara ini, air mata Fay menetes berkali-kali. Merasa kehilangan karena tak ada satu pun keluarga yang menyaksikan. Ini menyakitkan, ketika siraman yang seharusnya dilakukan oleh keluarga, Fay harus manut ketika keluarga dari Adrian yang melakukannya.

Tujuh orang yang melakukan siraman, jumlah ini berdasar pada angka tujuh dalam bahasa Jawa yaitu, ‘pitu' atau disyaratkan sebagai Pitulungan (pertolongan) pada calon pengantin. Ritual ini menyimbolkan pembersihan diri sebelum memasuki  ritual yang lebih sakral.

Fay mengusap wajahnya ketika siraman sudah selesai. Sedikit dingin, gadis itu baru bergegas ganti baju ketika sudah disuruh.

Ritual dilanjutkan, mulai dari dodol dawet. Air mata Fay makin deras. Ketika dalam ritual ini seharusnya yang melayani adalah ibu dari mempelai wanita dan sang ayah yang memayungi.

Hingga sampai acara berikutnya tangisnya tidak pernah berhenti mengalir, dari ritual potong tumpeng dan dulangan pungkasan yang semuanya melibatkan peran orang tua.

Apalagi saat dulangan pungkasan ini, seharusnya kedua orang tua menyuapi anaknya untuk terakhir kali yang melambangkan tanggung jawab terakhir orang tua terhadap anak sekaligus melepas anak untuk membangun keluarganya sendiri.

Acara kembali berjalan seiring dengan aliran air mata mempelai. Ritual selanjutnya adalah tanam rambut dan lepas ayam yaitu memotong sedikit rambut kedua pasangan dandan ditanam yang bertujuan agar dijauhkan dari segala hal buruk dalam rumah tangga.

Dilanjutkan dengan pelepasan ayam jantan hitam sebagai bentuk keikhlasan orang tua melepas anaknya hidup mandiri.

“Sudah, kalian langsung istirahat. Besok akan ada upacara midodareni,” ujar Sarah ketika rangkaian acara sudah selesai.

“Besok pagi, Ma?” tanya Adrian. Lelaki itu terlihat tampan karena brewoknya sudah tiada.

“Besok malam sebelum puncak pernikahan dilaksanakan. Istirahat, ya. Besok kalian capek.”

Sarah melenggang pergi, Adrian mendekatkan duduknya pada Fay. Gadis itu masih murung.

“Maaf.”

Fay menoleh. “Kenapa?”

“Harusnya saya tidak menyetujui keinginan kamu melangsungkan pernikahan dengan adat Jawa. Ini menyakitkan untukmu, ‘kan?”

“Tak usah dipikirkan, Mas. Aku ikhlas.” Fay tersenyum, bangkit berdiri dan menepuk pundak Adrian pelan.

“Istirahatlah!”

Berguling ke sana-kemari, tidurnya tak akan lelap jika masih memikirkan bahwa ia sedang tidak bermimpi sekarang.

Satu hari lagi, gadis itu resmi melepas masa lajangnya. Menikah dengan Adrian, dokter yang ia temui pada kejadian beberapa waktu lalu.

Adrian sudah berhasil meluluhkan hatinya, berhasil mengubah kata bencinya, berhasil membuatnya menjadi lebih baik dengan menutup aurat sempurna. Kurang apalagi? Kenapa ujian sebelum menikah harus ragu, Ya Tuhan?

°•°

Adrian mengerjapkan mata ketika dirasa sebuah tangan hinggap di dahinya.

“Bangun! Kita ikut bantu-bantu, yuk!”

“Jam berapa, Fay?”

“Jam delapan, satu jam aku nungguin kamu di sini. Capek banget, hm?” tanya Fay.

“Benarkah?” Adrian terduduk, mengusap mata dan melirik jam. Benar, angka delapan yang ditunjuk jarum jam.

“Kemarin saya tidak bisa tidur,” ungkapnya.

“Kenapa?”

“Saya mikirin kamu, Fay. Merasa tidak menyangka saja kalau sebentar lagi kita menikah.”

“Salat Subuh sana!"

°•°

To be continued ....

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now