14. Pernyataan

90 9 0
                                    

“Kamu mengakhiri hubungan dengan Diana?!” seru Herman, ketika Erwin menceritakan hubungannya yang kandas.

“Papa nggak habis pikir, ingat Win! Kamu itu sudah umur 32, astaga....” Herman memijat pangkal hidung.

“Ya mau bagaimana lagi, udah nggak cocok, Pa.” Erwin mengedikkan bahu.

“Papa sama mama itu sudah tua. Sudah ingin punya cucu.”

“Iya Pa iya... Aku juga sudah punya gadis lain.”

“Siapa? Kenalkan ke Papa. Papa harus mengetahui bobot bibit bebetnya.”

Erwin mengeluarkan ponsel dari kantong jas, menunjukkannya pada sang Papa. Terlihat foto gadis disitu. Ya, dia adalah Fay. Erwin membuka instagram dan menunjukkan fotonya pada sang papa.

Tak sengaja, jari Herman menekan tombol kembali hingga terpampanglah foto Fay dan Adrian.

“Loh, ini siapa?”

Herman tak segan menggeplak kepala anaknya. “Gadis sudah bersuami, kau embat!”

Erwin meringis, memandang Herman yang sudah mengeluarkan tatapan mautnya. “Bukan gitu, mereka Cuma teman, Pa.”

“Yakin?” Erwin mengangguk.

“Baguslah, dia cantik.”

°•°

“Makasih, ya, Mas.” Diana turun dari motor Fandy. Lelaki itu sejak dulu memang suka sekali dengan kendaraan roda dua. Katanya lebih simpel dan tidak terjebak macet.

“Iya, titipkan salam untuk orang tuamu.”

Diana mengangguk, tersenyum sekilas dan berbalik meninggalkan Fandy. Fandy masih memandangi punggung Diana dari balik pagar. Masih tak menyangka jika ia bisa mendapatkan hati gadis yang dicinta sejak lama. Walaupun belum bisa mendapat hatinya, tapi sudah mendapat izin untuk membuktikan.

“Assalamu’alaikum.”

Diana memutar kenop pintu, membukanya perlahan.

“Kok sepi? Ah biasanya juga kan sepi. Tapi mama?”

Diana berujar sendiri, masih dengan tatapan yang mengawas pada segala penjuru. Bergerak menuju ruang tengah. Matanya membola.

“Fay, Adrian. Kok so sweet ...,” lirih Diana. Ketika melihat Fay yang terpejam tengah duduk di sofa dan menyandar, kakinya menggantung di bawah. Sedangkan Adrian tidur dilantai dengan kepala yang berbantalkan kaki Fay yang menjuntai.

Diana mendekat perlahan, mencari ponsel dalam tas dan mengeluarkannya perlahan. Matanya masih mengawasi kedua orang yang masih pulas. Memotretnya beberapa kali dan mengunggahnya di instagram. Menandai keduanya dalam postingan. Wajah Fay sedikit tertutup oleh anak rambut. Sedangkan wajah Adrian terlihat sangat jelas karena posisi tidur yang terlentang.

Meninggalkan keduanya, Diana menuju kamar sang mama. Melihat mamanya juga tidur, ia menghela napas lega dan menuju kamarnya.

Fay melenguh sebentar, menggerakkan tubuhnya kemudian kembali memejam. Adrian yang tidur di kaki Fay terusik, ia membuka mata. Mendongak ke atas dan melihat Fay yang pulas walau tidurnya terlihat tak nyaman. Adrian bangkit, kemudian merebahkan tubuh Fay di sofa.

“Gini kan nyaman.”

Adrian melirik jam dinding, pukul 14.45.

“Wah lama ternyata tidurnya.”

Adrian menuju kamarnya yang berada di atas, meninggalkan Fay yang masih tertidur pulas. Setelah mandi dan berganti pakaian, Adrian kembali turun. Kali ini tega atau tidak, ia harus membangunkan Fay.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now