64. Malam yang Indah

56 6 3
                                    

Usai mendapat telepon dari Fay yang berkata dia bersama Adrian, perbedaan raut wajah kedua manusia yang duduk bersisian itu menjadi berbeda. Nur tersenyum lega, sedang Ridho justru bergeming dengan mata memerah.

"Pengecut!" Dia menggeram marah. Nur tersentak.

"Tuan, kita dukung saja keputusan Fay yang memilih kembali dengan suaminya."

"Kamu tidak tahu apa-apa, Nur. Harusnya tidak semudah itu." Ridho berucap dengan nada rendah, lalu bangkit dan berkata akan menyusul mereka ke Jakarta.

Motor dinaiki dengan kecepatan di atas rata-rata, membelah jalanan malam menuju ibu kota.

Sesampainya di rumah megah milik keluarga Adinata, Ridho turun dengan tergesa. Mukanya memerah melihat Sarah tengah bercanda tawa dengan Faynara.

Ucapan salam darinya yang masih tersulut amarah itu dibalas dengan ekspresi kaget tantenya. Fay bangkit dan menyambut Ridho dengan riang.

"Di mana pengecut itu?" tanyanya, Fay mengernyit mendengar abangnya mencari si pengecut.

"Siapa yang kamu maksud, Bang?"

"Suamimu, Fay." Ridho menekan kata dengan melirik sekilas ke Sarah. Wanita itu masih bergeming di tempat, menyadari kemarahan keponakannya dan keributan yang akan terjadi sebentar lagi.

"O-oh, Mas Rian di kamar."

Gegas kaki Ridho melangkah menuju tempat yang telah disebutkan Fay.

Brak!!!

Adrian terjingkat, melepas kacamata dan menjauhkan tubuh dari komputer. Kehadiran Ridho begitu mengganggu dirinya yang tengah fokus menyelesaikan pekerjaannya.

Lelaki yang menyandang status suami untuk Fay melangkah pelan. Kernyitan di dahi begitu kentara melihat Ridho yang datang tak sopan menemuinya.

Brugh!

Satu tinju Ridho layangkan untuk Adrian. Tubuh yang tak siap membuat Adrian terpental, tangannya pun spontan memegangi pipi yang terasa sakit.

"Pengecut! Berani-beraninya mengambil Fay dengan diam-diam. Katakan, Adrian! Mengapa kamu tahu alamatnya?"

"Karena aku berusaha mencari tahu, Bang, aku melakukan segala cara untuk bisa kembali dengan istriku," jawab Adrian melirik Fay yang sudah merapatkan diri ke Sarah. Kejadian tak terduga itu membuatnya shock, sehingga tak ada upaya membela suami dan mendinginkan abangnya yang sedang dilanda emosi.

Tak sampai di situ, tangan Ridho terangkat mencekik kerah kemeja yang dikenakan adik sepupunya. Matanya menatap nyalang, mukanya memerah. Rasa sesak di hati perlu diluapkan. Demi Tuhan! Ridho tidak terima Adrian membawa Fay dengan mudah.

Lelaki itu ingat, hanya dirinya yang dulu percaya dan membela gadis itu.

Bayang-bayang wajah sendu Fay saat dia asingkan ke Bogor, hidup tanpa lelaki yang baru menikahinya, juga dengan perasaan bersalah yang tidak seharusnya ada kembali menguap ke permukaan.

Pukulan-pukulan itu melayang penuh makna. Untuk pukulan pertama setelah pembukaan tadi, dia artikan sebagai label pecundang. Kedua, karena sakit hati yang dirasakan oleh Fay. Ketiga, untuk Adrian yang dengan bangga dan tahu malu menyebut gadis yang pernah diduga pembunuh itu istri.

Hei, benarkah keponakannya itu tidak tahu sama sekali?

Bodohnya, mengapa dia bisa sampai kecolongan seperti ini?

"Sudah, Bang ... sudah." Ucapan lembut itu mengalihkan perhatian Ridho dari wajah Adrian yang telah lebam.

Fay meneteskan air mata di situ.

Jodoh untuk Faynara (TAMAT-BELUM REVISI)Where stories live. Discover now