Bab 22

19.3K 2.7K 676
                                    

Hola gengs. Apa kabar? Yaa setelah banyaknya teror akhirnya saya bisa update. Tapi mau infoin, kalau belum bisa up bukan berarti saya males, kalau saya bikin ig story bukan berarti saya lagi luang. Kalau belum update berati saya emang belum dapet waktu untuk nulis.

Jadi mau kalian ngomel kek gimana pun ya gimana. Saya sistem nulisnya perpart, kalau udah jadi langsung saya up. Bukan yg saya timbun banyak. Kalau kek gitu udah saya up semua daripada kena julitan 😂

Intinya terima kasih banyak buat pembaca MCB yang dukung banget cerita ini dengan nggak neror saya pake bahasa yg nggak enak. Saya yakin masih banyak pembaca di sini yang santun, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.

Yak langsung aja, daripada ngoceh panjang lebar toh belum tentu dibaca. Follow ig saya untuk tau info2 cerita di @indahmuladiatin jangan buat neror ya sobat wkwk

Jangan lupa vote dan komentar sebanyak-banyaknya untuk dukung cerita ini.

Happy reading guys!

🌼🌼🌼

Chika bertopang dagu sembari menatap gelas kaca di hadapannya. Bukan minuman ini yang menjadi pusat perhatiannya, namun pesan yang baru saja dia terima dari Aksa. Pria yang baru dia kenal beberapa waktu lalu.

Bukan pesan yang macam-macam. Aksa hanya menawarkan untuk datang kembali ke cafe tempat mereka pertama bertemu, tapi kenapa dirinya jadi terus memikirkannya. Bahkan sampai di tempat ini.

Harusnya Chika bisa fokus pada pesta launching yang sedang dihadiri olehnya kan. Di sini ada banyak hal yang menarik, makanan yang enak-enak, orang-orang kelas atas yang sudah pasti tidak akan dia temui kalau bukan bersama dengan Raka, atau setidaknya soal suasana di tempat ini yang benar-benar asik.

Chika menghela nafas panjang, entahlah, ada di tempat ini membuatnya merasa bosan. Sepertinya ini memang bukan tempatnya, ini bukan dunianya. Terlalu resmi, atau terlalu monoton.

"Lima kali."

Suara itu memecahkan lamunan Chika. "Yaa?"

"Lima kali, kamu menghela nafas." Raka membaca, entah itu apa dengan wajah serius.

"Oh," tanggap Chika sembari mengusap tengkuknya sendiri. "Maaf, aku agak bosan." Tubuhnya kembali tegak. "Bisa kita pulang sekarang?"

"Tidak."

"Boleh aku keluar sebentar?" tanya Chika lagi.

"Tidak."

Chika mengerucutkan bibirnya. Menyebalkan sekali pria ini. "Emm kalau aku jalan-jalan ke sana, boleh?"

"Jangan macam-macam." Raka kembali menanggapi tanpa menoleh.

Tangan Chika terkepal kuat-kuat, astaga. Pria ini benar-benar menguji kesabarannya. Kalau tahu begini, dia kabur saja. Tidak peduli dengan omelan pria ini nantinya.

"Kalau begitu aku mau pulang." Chika berdiri dari kursinya. "Sendiri."

"Setengah jam, setelah itu kita pulang." Kali ini pria itu meletakkan tabnya. Raut dingin di wajah itu terihat lebih serius. Hal yang menandakan bahwa tidak ada lagi yang harus didebatkan. Itu keputusan final.

"Aku bosan. Setengah jam itu waktu yang panjang!" protes Chika namun tetap kembali duduk sembari bersedekap. Menatap ke sekitar. Beberapa perempuan sedang mencuri pandang ke arah Raka. Perempuan kelas atas, yang dia yakin pernah lihat entah itu di majalah atau di televisi.

Oh iya, dia sampai lupa. Waktu itu kan pernah ada gosip kalau Raka sedang dekat dengan aktris ternama. Entah kemana gosip itu sampai tiba-tiba hilang. Tapi pada intinya, Raka memang jauh dari kata laki-laki biasa.

Mr. Cold BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang