BAB 13

89K 5.5K 4.6K
                                    

Malem semua, Bang Raka balik lagi nih nemenin kalian. Hehe mohon maaf karna sampai sekarang aku belum bisa up rutin. Karena sekarang udah kerja, jadi beneran susah nentuin jadwal buat nulisnya. Tapi aku bakal usaha buat tetep lanjutin cerita-ceritaku.

Follow ig @indahmuladiatin

Happy reading guys! Hope you like this chapter 🤗

🌼🌼🌼

Cukup lama Chika berendam di bath up untuk menenangkan diri. Berkali-kali dia menghela nafas panjang menginat kejadian tadi. Harusnya dia tidak pergi ke tempat terkutuk itu. Bertemu dengan orang-orang jahat itu membuat lukanya kembali menganga setelah dia berusaha keras untuk menyembuhkannya di tempat ini.

Lagi-lagi Chika menenggelamkan dirinya, lama, hingga kehabisan nafas lalu kembali muncul ke permukaan dan mengusap wajah sambil terbatuk. Tangannya memukul permukaan air dengan kasar. Kembali menangis tanpa suara.

Jam makan malam, Chika memilih absen. Dia tidak mau membuat bunda Fian khawatir karena wajah sembabnya. Lagipla dia juga tidak nafsu makan. Besok pun kalau matanya masih begini, dia tidak akan ikut sarapan. Langsung berangkat saja ke kantor.

"Non Chika," panggil suara mbak Meri sambil mengetuk pintu kamar Chika.

"Iya Mbak, masuk aja," kata Chika yang masih merapihkan meja riasnya. "Kenapa Mbak?"

"Dipanggil Nyonya untuk makan malam, ayo Non makan dulu, jangan sampai telat makan nanti sakit," kata mbak Meri.

Chika tersenyum dan duduk di sofa yang ada di kamar luas ini. "Aku tadi udah makan Mbak di luar, tolong bilang sama Bunda ya."

Dehaman dari arah pintu membuat Chika dan mbak Meri menoleh. Raka datang dengan senampan makanan. Pria itu sudah terlihat santai hanya dengan kaus putih polos dan celana sepanjang lutut. "Makanlah sedikit."

"Tapi-,"

"Maaf," potong mbak Meri dengan senyum hangat. "Saya pamit keluar dulu, silahkan ngobrol dengan nyaman."

Chika mengerutkan keningnya melihat senyum itu. Melihat mbak Meri sudah pergi, barulah dia beralih pada Raka. "Aku masih kenyang."

Raka meletakkan nampan itu di samping Chika. Semangkuk sup yang belum pernah Chika lihat disajikan dengan cantik. Aromanya wangi, menggugah selera. "Ini sup matahari, kata Bunda, sup ini selalu ampuh membuat suasana hati menjadi lebih baik."

"Hem?" tanya Chika. Dia menyentuh mangkuk itu. "Apa iya bisa begitu?"

Raka mengangkat bahu. "Coba saja."

Melihat seulas senyum tipis wajah Raka, membuat Chika merasakan sesuatu yang aneh lagi. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Suasana hatinya menenang, bukan hanya karena ada semangkuk sup matahari ini. Tapi karena ada matahari senja bernama Raka yang mengubah kehidupannya.

Chika memakan sup itu secara perlahan, matanya berusaha untu tidak menatap Raka. Terlalu takut jika nanti dia tidak bisa berpaling. "Enak."

"Tentu, lebih enak dari mie instan yang kamu sebut masakan itu," kata Raka.

Senyum Chika mengembang. "Terima kasih untuk sindirannya Tuan Muda." Sambil memakan supnya, dia kembali tersenyum. "Tolong jangan ceritakan masalah tadi pada Bunda, aku takut dia khawatir."

"Hem."

Tidak terasa, sup itu sudah habis. Chika meletakan mangkuk yang sudah kosong itu di nampan. "Terima kasih Kaka."

"Aku hanya mengantar titipan Bunda." Raka mengambil nampan itu.

"Biar aku yang taruh," kata Chika. Dia cukup tahu diri, memangnya Raka pelayan sampai harus membawa mangkuk makanannya.

Mr. Cold BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang