10. Kukira kau rumah, ternyata sampah!

3.9K 128 2
                                    

Dengan bantuan Mas Rian, pendaratan pun dilakukan dengan sangat baik. Kami mendarat aman hingga kedua kaki kami menepi diatas padang rumput.

Aku merasa sangat antusias ketika mendarat, sekaligus bersyukur bahkan sampai lompat-lompat dan memeluk Mas Rian.

"Alhamdulillah ya Allah.. selamat.. alhamdulillah." ucapku. Aku terus terbenam dalam pelukan itu, baru tersadar saat Mas Rian hanya diam saja ketika kupeluk. Aku pun langsung tersadar kalau tindakanku ini sedikit berlebihan. Aku segera melepas pelukan itu dan sedikit menjauh darinya seraya terkekeh, canggung. Bahkan aku bisa melihat betapa Mas Rian membeku disana sesaat setelah kupeluk.

Ternyata ia juga sama canggungnya denganku. Kita saling tertawa kikuk saat itu, menatap satu sama lain lalu sama-sama melempar wajah.

Entahlah, aku merasa sangat senang. Tapi kenapa aku jadi bersikap semaunya begini ya? Setiap kali aku bersama Mas Rian selalu saja sesenang ini, heran.

Linda tampak cemberut di ujung sana, duh aku serba salah. Ia pun berjalan ke arahku dan menarik tanganku. "Teh! Teteh bohong ya sama aku? Teteh kenal kan sama direktur kasep?!" tandasnya.

Aku terkekeh, tidak enak. "I-iya." jawabku.

"Jangan-jangan direktur kasep itu pacar--!"
Aku langsung menyela.
"Dia adik iparku. Adik Mas Indra, suamiku." ucapku. Ia langsung terdiam sebentar dan mengohkan perkataanku.

"Oh. Adik ipar." ucapnya.

"Iya, bukan pacar." ucapku. Ia langsung berubah semringah dan nyengir menatapku.

"Yaudah comblangin aku ya Teh, yah, yah?" pintanya. Aku tersenyum. "Sayangnya dia udah punya tunangan. Kamu kalah cepet." ucapku menepuk-nepuk pundaknya dan meninggalkannya.

Aku bisa mendengar suara sayup rengekan kencang Linda dibelakang. "HUWAA TETEH TEGA!"

Besok paginya aku pun pamit pulang ke jakarta, tidak lagi bekerja disana maupun menumpang di villa Rhena. Linda tampak merengek disana.

"Teteh kenapa teteh mau pergi gitu aja ninggalin Linda? Emangnya teteh enggak betah disini? Linda nanti kalo makin kurus gimana gara-gara ditinggal sama Teteh?" rengeknya lebay.

Aku menggeleng. "Mana mungkin kamu kurus? Orang tiap hari dimasakin yang enak-enak sama ibumu. Kecuali kalo tiap hari dimasakin batu sama ibumu. Mana mau makan." ucapku.

"Tapi kan kepikiran teteh." rengeknya lagi.

"Mana mungkin, besok-besok saya pergi juga udah lupa lagi. Yang bikin kamu enggak bisa makan itu kalo enggak dapat tanda tangan Lee min ho." ucapku.

"Yee teteh apa sih. Disangkut-pautin sama suamiku coba." ucapnya ngaku-ngaku. Aku tertawa, dia memang selalu berbicara ngelantur.

Tak lama kami pun segera menaiki mobil, aku melambai pada Bu Nisa dan Linda disana. Lalu mobil pun segera menjauh dari sana.

Menjauh dari tempatku mendapatkan banyak kenyamanan selama satu bulan ini, tempat pelarianku yang begitu bermanfaat.
Cukup berguna untuk... melupakan segala kesedihan.

Ketika di jalan, aku terus mengajak ngobrol Mas Rian. "Mas, kamu yakin Mas Indra enggak bakal marah sama aku? Aku tiba-tiba dateng gini enggak akan diusir kan ya?" tanyaku.

"Bukannya terbalik? Justru Mas Indra pasti bakal senang banget kalo Mbak dateng. Yakin aja Mbak." ucapnya seraya terus mengendarai.

Aku tersenyum, entah kenapa aku jadi semakin yakin dan lebih bersemangat lagi. "Iya ya."

"Kalo belum yakin, Mbak bisa chat Mas Indra dari sekarang. Sampaikan aja dalam perjalanan mau pulang ke jakarta bersama saya." ucapnya.

Aku mengangguk dan melakukan sesuai sarannya. Aku chat Mas Indra saat itu juga dan ternyata langsung centang dua biru.
Tapi tidak dibalas apapun olehnya. Hufft apa dia marah ya?

Ah tapi aku tidak boleh berpikir buruk dulu, barangkali dia lagi sibuk bekerja.
Semoga saja nanti, dia bahagia dengan kedatanganku...

Menempuh sekitar perjalanan dua jam, kami pun sampai didepan rumahku. Aku segera keluar dari mobil dan membawa koperku yang baru saja ia keluarkan dari bagasi mobil.

"Makasih banyak ya Mas atas tumpangan gratisnya. Jadi enggak keluar ongkos lagi hehe. Legaaa banget bisa kembali pulang lagi ke rumah." ucapku.

"Iya Mbak sama-sama. Saya juga merasa bersyukur banget punya teman ngobrol selama disana maupun pulang. Bahkan perjalanan yang menurut saya membosankan awalnya, jadi berubah menarik." ucapnya tersenyum.

Aku menoyor sikutnya. "Bisa aja kamu. Udah cukup deh terbang paralayang sama kamu, jangan bikin aku terbang lagi, nanti susah turunnya." tawaku, ia ikut tertawa.

"Oh iya, ini bolu talas oleh-oleh buat Mbak dua." ucapnya seraya memberikan dua bungkus bolu talas didalam satu plastik padaku.

"Ah, enggak... jangan... buat kamu aja. Buat Fika kalo enggak." ucapku.

"Enggak pokoknya ini buat Mbak. Kan yang pergi sama saya Mbak, dan saya juga tahu makanan favorit Mbak bolu talas. Ini ya, rejeki jangan tolak loh." ucapnya.

Aku pun terpaksa menerimanya meski tidak enak. "Makasih, Mas. Hati-hati di jalan. Mbak masuk dulu. Dah." pamitku seraya melambai, melempar senyum lalu pergi meninggalkannya menarik koperku dan membawanya masuk melewati pagar yang tertutup.

Aku mengunci pagar kembali dan masih melihat Mas Rian masih ada disana, ia sedang bermain ponsel saat itu. Sepertinya sedang chat dengan tunangannya itu. Entahlah.

Aku segera mengambil kunci serep dari dalam tas lalu masukkan ujung kuncinya ke dalam lubang rumah kunci. Akan tetapi... pintu terbuka begitu saja saat kubuka tanpa memutar kunci.

Pintu... tidak dikunci...

Itu artinya... Mas Indra ada di rumah sekarang?!

Aku pun segera melebarkan bukaan pintu lalu masuk ke dalam. Aku jadi cemas. Apakah mungkin Mas Indra masih sakit hingga tidak masuk bekerja?

Hufft... semoga saja ia tidak kenapa-kenapa. Aku khawatir dia mengidap penyakit parah.
Aku pun berjalan masuk ke dalam rumah, aku cari ke dua kamar, ruang tamu.. namun tidak kutemukan Mas Indra disana. "Mas?"

"Mas?"

"Kok enggak ada sih?"

Kemana dia pergi?

Aku semakin dalam mencarinya hingga ketika aku pergi ke dapur. Seluruh mataku langsung terbelalak, membulat sempurna melihat pemandangan mengesalkan dihadapan. Mas Indra sedang memeluk seorang wanita cantik tepat didepan wastafel. Mereka terlihat mesra.

Mas... Indra...

Amarahku meluap tak tertahankan, perasaan benci dan kesal bercampur aduk. Aku membenci ini... aku tidak percaya, tidak terima. Aku kesal. Marah!

"MAS INDRA!!" pekikku, membuat Mas Indra didepan sana kini berbalik ke arahku terkejut dan langsung melepas pelukannya pada wanita itu.

"Lisa?" tanyanya panik.

"K-kok kamu bisa ada disini?" tanyanya lagi, seakan tidak tahu jika aku tadi sempat mengiriminya chat dan sudah dibaca olehnya.

Tunggu.. apa mungkin yang melihat chat itu adalah wanita selingkuhannya ini?! Makanya chat dariku itu tidak dibalas!

Ternyata benar dugaanku selama ini ternyata Mas Indra berselingkuh dibelakangku! Dan wanita ini klien yang kemarin kutemui di restoran itu!

Jadi benar kan!!

Ternyata mereka selama ini main belakang!

"KUKIRA KAMU RUMAH MAS, TERNYATA SAMPAH!" pekikku langsung pergi dengan air mata berderai. Pergi keluar dengan membawa kembali koperku keluar dari rumah.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang