19. Bunga mawar

2.5K 102 8
                                    

Pada akhirnya aku pun menelepon Mas Rian saat itu.

"Mas. Kamu lagi ngapain?" Aku merasa diriku saat itu sangat canggung dan gugup dicampur juga dengan rasa takut. Aku tidak ingin ia marah kalau aku meminta kembali uang padanya.

"Iya Mbak waalaikumsalam? Ada apa?" tanyanya penasaran.

"Anu, uang untuk buku yasin... Kurang Mas." ucapku.

"Oh kurang berapa Mbak?" tanyanya.

"Dua ratus lima puluh ribu, Mas." ucapku.

"Oh, yaudah nanti saya transfer Mbak." ucapnya. Aku terkejut mendengarnya.

"K-kamu enggak marah, Mas?" tanyaku.

"Loh, marah kenapa?" tanya Mas Rian heran.

"Enggak Mas, enggak kenapa-napa hehe." ucapku.

"Mbak nyimpen rahasia lagi ya? Hayo ngaku. Mikirin apalagi sih Mbak?" tanyanya menggodaku. Aku tersenyum, cengar-cengir sendiri.

"Apasih Mas, enggak. Udah kamu kerja lagi sana." ucapku.

"Mbak kalau merasa ada masalah atau uangnya kurang, bisa kok langsung hubungi saya. Saya siap dua puluh empat jam menerima keluh kesah Mbak atau permintaan Mbak. Cuma mau ngingetin aja, kalau Mbak sudah punya saya sekarang. Barangkali lupa." ucapnya seraya cengengesan.

Aku tersenyum. "Dasar kamu nih, dari dulu enggak pernah berubah penyakit ngegombalnya." ucapku sambil menahan semu merah di wajah.

"Emang saya harus berubah Mbak? Kalau berubah jadi orang lain nanti Mbak kangen lagi." ucapnya.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Hobi sekali sih anak ini... Ah tidak, suamiku ini.

"Mbak, mau denger quotes dari saya enggak? Ada alasan kenapa bunga mawar memiliki duri di sekitar batangnya, tidak lain karena supaya ia tetap terjaga dari siapapun untuk memetiknya. Sekalipun Mbak belum pernah disentuh sama Mas Indra, keindahan Mbak masih tetap terjaga, hingga sampai masanya sang pemilik benar-benar memetiknya. Saya adalah pemilik yang hanya bisa memetik keindahan bunga mawar itu." ucap Mas Rian.

Aku tersenyum mendengarnya. Aku membalas perkataannya.

"Siip, udah cocok jadi tukang gombal kamu. Udah berhenti aja jadi direktur sana. Daftar jadi pelawak." ucapku.

Ia tertawa membahak di ujung sana. Aku ikut tersenyum mendengarnya seperti itu.

"Yaudah Mbak jaga diri ya dirumah. Jangan capek-capek, acaranya juga besok, dan buku yasin nanti biar saya bilang ke tukang cetaknya buat kirim ke rumah aja jangan Mbak yang pergi kesana. Biar nanti saya transfer ke rekening karyawannya." ucapnya.

"Oh gitu, yaudah Mas. Makasih banyak ya Mas. Love you very much."

"Love you very much too."

Aku tersenyum dan telepon pun berakhir. Kehadiran Mas Rian itu seperti kado, yang melengkapi segala yang kubutuhkan selama ini.

Tapi aku sebenarnya penasaran, dengan apa yang ada didalam hati Mas Rian selama ini tentangku.

Apakah dia terpaksa menerimaku sebagai istrinya karena wasiat kakaknya atau karena dia memang mencintaiku sejak lama?

Aku hanya penasaran dengan perkataan Mas Indra saat sebelum menjelang wafatnya, yang mengatakan kalau Mas Rian sudah lama mencintaiku.

Tapi kalau Mas Rian sejak awal mencintaiku lalu kenapa ia berpacaran dengan Fika dan ingin menikahinya?!

Huft... Aku tidak menemukan jawaban.

Jujur aku selalu penasaran mengenai hal itu. Kapan-kapan aku ingin menanyakan tentang hal itu.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang