20. Pemilik hati

2.4K 95 3
                                    

Aku menghela nafas, apa mungkin banyak orang tidak datang ke pengajian itu disebabkan karena rumor tersebut?

Pantas saja aku merasa kok banyak tetangga pada menghindariku belakangan.

Apa mungkin karena alasan konyol ini?

Tiba-tiba Bu Sinta mendekatiku keluar. "Pasti dia dikasih tahu sama mamanya tuh Mbak. Tadi mamanya itu ngomong ke saya enggak mau ikut pengajian katanya karena takut ikutan kena HIV. Wong rumahmu juga udah bersih kan ya Mbak? Mosok bisa-bisanya bilang begitu. Bilang aja enggak mau ikut pengajian." ucapnya.

Aku hanya tersenyum tipis mendengarnya, mencoba memaklumi lalu berkata.

"Lagian HIV Aids itu kan menularnya lewat darah Bu, bukan lewat udara atau semacamnya." ucapku.

"Oh gitu ya. Iya loh, saya sampai dibilangin kalo makanannya jangan dikirim ke rumah dia katanya. Takut tertular." ucapnya.

Aku kembali tersenyum meski dalam hati ingin rasanya mengeluh. Aku yakin hal utama yang membuat banyak orang tidak datang ke pengajian 40 hari Mas Indra ini disebabkan karena takut dan khawatir tertular penyakit yang Mas Indra idap semasa hidupnya.

Pantas saja belakangan aku merass dijauhi, kukira karena fitnah Bu Ratmi, tapi ternyata karena ini. Aku sebal rasanya. Mereka seakan memberi kesimpulan tanpa mendengar dari sumbernya dulu.

Mereka harusnya tidak melakukan pengucilan begini! Lagipula aku juga tidak sakit, buktinya aku tidak tertular penyakit itu selama aku tinggal bersama Mas Indra. Mereka saja yang terlalu berlebihan menyikapinya.

Sesudah pengajian berakhir, aku segera menghitung kembali buku yasin dan bungkusan berkat yang masih tersisa.

"Huft.. 25 orang yang enggak dateng Mas." ucapku berkata pada Mas Rian yang duduk disampingku.

"Loh, banyak banget yang gak dateng?" tanyanya.

"Iya karena itu. Memangnya karena apa?" ucapku sebal. Mas Rian semakin heran.

"Karena apa?" tanyanya.

"Orang bilang enggak mau ke pengajian karena takut tertular HIV." ucapku.

"Hah?! Astaga, jadi karena itu?!" Mas Rian kelihatan tidak percaya sepertinya.

"Dan kamu percaya aja Mbak kalau Mas Indra nularin HIV ke kamu?" tanya Mas Rian.

"Enggak lah Mas, aku udah bilang ke Bu Sinta kalau penyakit HIV tuh enggak nularin lewat udara melainkan darah. Ya gimana juga mau ngomongnya, orangnya aja gak dateng. Udah takut duluan." ucapku cemberut.

Mas Rian langsung mengusap wajahnya dan menghela nafas. "Jadi kamu disini selama habis kita menikah itu, sedang dikucilkan sama orang sini Mbak?" tanya Mas Rian.

Aku mengangguk. "Iya."

"Kalo gitu apa Mbak mau kita tukar rumah aja, Hilya dan ibuku dirumah ini dan kamu dirumah aku yang lama?" tanya Mas Rian.

"Enggak Mas, gak usah." ucapku.

"Loh tapi kalo begini kamu juga bisa jadi pikiran kan, Mbak?" tanya Mas Rian.

"Udah biarin. Enggak usah dipikirin. Biarin aja." ucapku. Mas Rian terdiam, terus melihatku. Aku segera menggantinya dengan topik lain. "Tadi orang depan rumah juga enggak dateng." ucapku.

"Kenapa lagi dia? Masih masalah itu?" tanya Mas Rian sedikit kesal...

"Bukan, bukan karena masalah itu. Tapi karena Fika. Dia kan bibinya Fika, mungkin dia masih kesal Fika enggak jadi nikah sama kamu dan jadinya malah kamu nikah sama aku." ucapku hati-hati.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang