39. Pelakor?

2K 71 8
                                    

"Enggak ada Pak, cuman gantengnya nempel." ucap Karin seraya cengengesan. Rian menggeleng tertawa kecil.

"Yaudah kalo sekarang kamu udah paham, sekarang kamu bisa makan siang. Masih jam setengah satu. Masih ada setengah jam lagi untuk kamu makan siang." ucap Rian.

Karin mengangguk senang. "Iya Pak. Bapak juga ya. Sebelumnya makasih banget ya Pak hehe." ucap Karin.

"Iya sama-sama. Saya pergi dulu." ucap Rian pamit.

Karin merasa seperti ingin melayang saja saat itu.

"Kapan ya gue punya laki kayak begitu? Heuh ngarep banget sih gue. Tapi pengeeeenn... Ini mah lama-lama gue bisa cinlok kalo tiap hari berhubungan terus sama dia. Akhh kenapa sih harus gue yang jadi pelakor?! Tapi cowok kayak dia jarang. Sangat jarang. Hiks. Tauk ah." ucap Karin mencebik.

Hari ke hari Karin kian bisa melakukan tugasnya dengan baik, ini semua berkat bantuan dari Rian, ia yang tadinya merasa tidak sanggup dan ingin menyerah saja kini berbalik dari itu.

Ia mulai terbiasa mengerjakan tugas-tugasnya. Bahkan setiap hari melihat dan berhadapan terus dengan sang bos membuatnya jadi merasa sedikit lebih dekat dengannya.

Bahkan rasa senang membuncah seketika terasa di hati Karin ketika dirinya dipanggil dengan sebutan namanya di kantor.

Padahal banyak karyawan disekitarnya yang namanya saja tidak ia hafal. Entah kenapa Karin merasa begitu beruntung.

Mungkinkah hubungan kedekatan ini akan berlanjut ke arah lebih kompleks lagi?

Sayangnya itu hanya pemikirannya saja, hingga ia melihat Lisa datang ke kantor mengunjunginya yang sedang duduk di ruang kerjanya. Saat itu Rian tidak percaya.

"Kok kamu bisa kesini?!" tanya Rian yang ia ketahui usia kandungan sang istri pun sudah menginjak 7 bulanan. Cukup besar.

"Aku kesini dianter Hilya kok, Mas. Dia ada di parkiran sekarang." ucap Lisa.

"Emang dia enggak kerja?" tanya Rian.

"Dia libur katanya, enggak tahu tuh libur apaan." ucap Lisa.

"Kenapa dia enggak ikut kamu kesini?" tanya Rian lagi.

"Malu katanya, ketemu kakaknya." ucap Lisa sedikit tertawa. Rian menggeleng.

"Dasar tuh anak, enggak berubah-berubah pemikirannya dari dulu."

"Padahal kakaknya ganteng ya, kenapa mesti malu." ucap Lisa. Rian tertawa.

"Bisa aja mujinya. Habis ini minta belanjain sesuatu ya?" tanya Rian.

"Apasih. Gak jelas." Lisa tertawa.

"Emang aku tipe orang kayak gitu?" ucapnya lagi.

"Tapi kok kamu bisa ada disini, Mbak? Ada perlu apa datang kesini?" tanya Rian penasaran.

"Aku pengen aja liat kamu kerja. Liat perusahaan kamu, terus liat kamu makan makanan yang aku masak." ucap Lisa.

"Hehe dasar. Bukannya biasanya begitu? Emang makanannya sespesial apa sih sampai kamu mau liatin aku pas makan? Tumben loh ini kamu." tanya Rian.

"Coba aja liat." ucap Lisa seraya tersenyum.

Lisa beralih duduk di kursi depannya, Rian segera membuka isi rantang yang ia bawa.

Ia langsung terkejut saat melihat ada secarik kertas diatas nasinya.

"SELAMAT ULANG TAHUN, SUAMIKU TERCINTA"

Rian tidak menyangka dengan ini, ia lantas tertawa. Disaat yang sama muncul Hilya dengan membawa kue ulang tahun black forest dengan lilin angka 28 yang mengartikan kini Rian sudah menginjak usia 28 tahun.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang