30. Kesal

894 41 2
                                    

Tapi pada akhirnya pun Rian hanya bisa memasrahkan ini semua pada tuhannya. Rasanya ingin sekali menangis.

Ya, dia benar-benar menjatuhkan bulir air matanya saat sedang shalat di masjid. Ia benar-benar tidak tahu harus kemana lagi mengadu.

Ditambah keadaan ayahnya semakin memburuk, ia maupun Indra kebingungan mencari dana, ayahnya diharuskan melakukan operasi jika tidak dalam waktu dekat ini dioperasi maka tidak akan tertolong nyawanya, itu kata sang dokter. Rian melampiaskan semuanya saat itu.

Diatas sajadah.

Entah seberapa banyak orang yang melihatnya saat itu, entah seberapa banyak orang menyadari tangisannya saat itu. Ia merasa jika saat ini adalah titik terendah dalam hidupnya.

Dimana tidak ada satupun yang dapat menolongnya atau membantunya untuk keluar dari semua masalah.

Selesai shalat ia pun segera keluar dari masjid. Duduk di pinggir tangga, memakai kaus kaki.

Tiba-tiba ia didekati oleh seorang wanita. Rian tersentak kala melihat wanita itu adalah....

Lisa.

Wanita yang sama sekali tidak ingin ia temui.

"Kok kamu bisa ada disini, Rian? Kamu habis shalat juga?" tanya Lisa. Rian tersenyum dan mengangguk.

"Mbak juga shalat disini?" ujar Rian.

"Iya, kebetulan habis mampir ke rumah kakak. Kamu sendiri habis dari mana emang?" tanya Lisa.

"Saya habis nganter barang." ucap Rian.

"Oh, kamu sendirian? Kamu memang enggak nyewa supir gitu?" tanya Lisa. Rian menggeleng.

"Boro-boro nyewa supir Mbak. Mau dibayar pakai apa, daun?" ucap Rian seraya tertawa kecil.  Lisa ikut tertawa.

"Iya ya. Enggak apa-apa Rian sendiri juga. Kan itung-itung pengalaman, yang penting halal." ucap Lisa. Rian tersenyum mengiyakannya.

"Denger-denger bapak kamu harus dioperasi ya?" tanya Lisa. "Iya, Mbak. Harus secepatnya dioperasi kalau enggak, enggak bakal tertolong." ucap Rian.

Lisa turut prihatin mendengarnya. Ia terlihat simpatik padanya. "Kata kakakmu ada kendala di biaya ya?" tanya Lisa hati-hati. Rian tersenyum lirih dan mengangguk.

Lisa mengusap-usap punggung Rian kala itu. "Kamu yang sabar ya. Ah, Mbak kayaknya punya sedikit uang deh. Apa kamu mau minjem uang Mbak? Ada sekitar 5 jutaan, uang tabungan Mbak." ucap Lisa. Akan tetapi Rian langsung menolak.

"Enggak Mbak, enggak usah. Biar nanti saya ngambil pinjaman di tempat lain aja." ucap Rian. 

"Kemana?" tanya Lisa.

"Bank." ucapnya. Lisa mengernyit.

"Bank? Jangan deh Rian. Mending kamu minjem sama Mbak. Enggak ada bunganya. Bayarnya juga bisa kapan aja, semampu kamu." ucap Lisa. Tetap, Rian menolak.

Hingga Lisa pun menyerah karena kekukuhannya itu.

Tiba-tiba Lisa mendengar suara teleponnya berbunyi, ternyata Indra meneleponnya.

Kebetulan sekali, disaat ia sedang bersama dengan Rian saat ini. "Iya, Mas. Kenapa?" tanya Lisa.

Dari seberang Indra berkata. "Lis! uang pesangonku baru aja cair dan aku mulai dipromosikan jadi manajer di perusahaan baruku! Pokoknya setelah ini aku akan langsung melamar kamu. Sehabis masalah bapakku selesai ya Lis, sesuai janjiku waktu itu." ucap Indra mencoba memastikan jika janjinya itu ditepati.

Lisa merasa sangat senang ketika itu. Rian tidak mengerti apa yang membuat Lisa tampak begitu senang saat itu.

Setelah teleponnya ditutup Rian pun bertanya. "Kenapa, Mbak?" tanya Rian penasaran.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang