14. Pencarian

2.7K 91 1
                                    

-POV Lisa-

Banyak hal yang kulakukan di rumah Mas Rian, mulai dari membantu Bi Inah, beberes kamar, menyapu dan mencuci piring. Sepanjang itu juga aku sering diajak mengobrol dengan Bi Inah.

"Mbak Lisa emang gimana ceritanya bisa kenal sama Mas Rian?" tanya Bi Inah.

"Hmm saya guru dia waktu SMA Bi." ucapku seraya membereskan kasur.

"Udah itu Bibi aja yang beresin." ucap Bi Inah.

"Enggak apa-apa Bi. Mumpung nganggur. Oh iya Bi Inah udah lama kerja disini?" tanyaku.

"Yah lumayan, dua tahunan kurang lebih." ucapnya.

"Betah Bi?" tanyaku.

"Beuh, bukannya betah lagi Mbak. Bahkan rasanya pengen buang air terus disini. Saking betahnya." ucapnya, aku tertawa.

"Kalo keseringan buang air mah namanya diare Bi." ucapku mengikik. Bi Inah ikut tertawa. "Hehe tahu aja Mbak, tapi emang disini tuh adem dan enggak banyak nyamuk. Beda sama dirumah Bibi. Udah panas, banyak nyamuk, ngelekep deh. Didalem rumah berasa jadi ayam ungkep." curhat Bi Inah, aku hanya terkekeh mendengarnya.

"Enggak sekalian nyamuknya diungkep Bi?" tanyaku semakin tertawa.

"Nah iya, nyamuknya jadi ikut diungkep. Tinggal dimakan dah nanti haha campur nasi. Eh tapi katanya tadi malam mati lampu ya Mbak?" tanyanya.

"Iya Bi. Berduaan sama Mas Rian diatas balkon kamar." ucapku.

"Oalah, kok tumben ya disini mati lampu? Biasanya enggak pernah loh. Ya maksud Bibi jarang gitu." ucapnya.

"Enggak tahu tuh. Bibi enggak kebangun ya? Kayaknya pules banget tidurnya hehe." ucapku.

"Iya Bibi tuh kalo udah tidur suka kepulesan. Tapi kalo bangun pasti pas jam lima pagi. Apalagi lagi mimpiin di taman bunga sama ayang-ayang pala lu peangnya bibi hehe. Sambil nari ala-ala oppa gangnamstyle." ucap Bi Inah.

"Nari india kali Bi? Masa oppa gangnamstyle sih haha." tawaku. Bi Inah ikut tertawa saat itu.

"Iya kali yak. Lupa hihi." balasnya.

Dua bulan berlalu.

Di minggu pagi.

Aku sedang lari pagi bersama Mas Rian. Ini adalah rutinitasku setiap minggunya bersama Mas Rian.

Mulai dari mengitari halaman komplek perumahan hingga keluar perumahan, berkeliling jalan raya dan berakhir makan nasi uduk di taman depan danau.

"Ini nasi uduknya lebih enak dari yang biasa ya Mas?" tanyaku seraya menyuap nasinya dengan sendok.

"Pasti karena ini pakai telor dan harganya lebih terjangkau kan? Haha. Dasar Buibu." ucapnya diselingi tawa. Aku menoyor bahunya.

"Tapi bener kok emang ini enak. Kamu bandingin aja sama yang biasa kita beli." ucapku.

"Iya si emang. Sambelnya juga lebih enak." ucap Mas Rian. "Betul." balasku.
Pandanganku mendadak teralihkan pada sudut bibir Mas Rian yang menempel sebuah nasi. Aku pun segera mengambilnya tanpa basa-basi. Mas Rian yang menyadari hal itu pun segera menghentikan aktivitas mengunyahnya dan beralih memandangku.

Kami saling memandang satu sama lain sebentar, seakan terhanyut oleh pandangan itu. Aku yang menyadarinya cepat segera menundukkan pandangan dan terkekeh. "Maaf hehe. Ada nasi." ucapku.

Mas Rian juga ikut melempar pandangannya dan meminum air mineralnya.

Canggung sekali suasana kami saat itu. Kami saling menyuap nasi uduk masing-masing dengan suasana seperti itu.

Kuserahkan Istriku Pada Adik Lelakiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang